Mohon tunggu...
Sri Rahayu
Sri Rahayu Mohon Tunggu... Lainnya - Menyukai literasi

Seorang ibu rumah tangga

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerita tentang Sebuah Rasa

16 Agustus 2022   15:10 Diperbarui: 16 Agustus 2022   15:20 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Phnom Penh, The Kingdom of Cambodia diawal tahun 2016. Tak pernah terbayangkan sebelumnya aku dan kedua anakku akan tinggal di sini. Merantau mengais asa di Negara tetatagga. Tak terasa sudah hampir setahun aku lewati bersama buah hatiku dengan duka, menguras air mata dan pastilah ada berjuta pengalaman serta cerita. 

Beda budaya dan beda bahasa yang sangat tajam membuat anak -- anak harus belajar extra keras menghadapi dan menyikapi. Dan aku yang hanya seorang diri harus sangat bijaksana menghadapi semuanya. Sementara suami masih di Jawa bertugas di perusahaan milik keluarga. Masih mengabdi.

Lebih dari dua belas tahun aku bekerja pada sebuah perusahaan swasta yang merupakan group besar di Jakarta bahkan di Indnesia. Begitu cintanya aku pada pekerjaanku. Totally sudah dua puluh lima tahun aku bekerja pada bagian yang sama yaitu di International Businesss. 

Kalau kita sudah menyukai suatu pekerjaan, incaran kita tidak hanya sekedar uang semata. Kepuasan pelanggan serta kecintaan kita dan suasana kerja juga menentukan kita betah atau tidak bekerja d suatu tempat.

September 2014 ada boss baru yang menduduki bagian tertinggi di International Business yang dulunya posisi ini belum pernah ada. Karena saya yang paling lama di sana, maka saya yang paling menguasai pekerjaan serta komunikasi dengan beberapa pembeli. Semua spt biasa, tak ada yang istimewa. Sebulan kemudian saya merasakan sesuatu yang beda. 

Saya suka dandan, boss suka perhatikan aku. Aku yang paling jorok urusan mobil, kali ini juga taklepas dari sentuhan tanganku. Aku pun rajin cuci mobil hampir setiap hari.

Di kantor suasana menjadi suatu tempat yang sangat menyenangkan.

Aku sering ke ruangannya dan bahkan diapun sering ke tempat aku untuk membicarakan hal --hal yang kadang -- kadang kurang terlalu penting juga. Sering saya sedang chat dengan pelanggan beberapa menit ee dia ternyata memperhatikan semua chattingku di belakang tempat duduk ku. 

"Hayo, chatting apa?" Hari -- hari terasa begitu menyenangkan. Ahhirnya aku sadar bahwa ada sesuatu yang tidak baik di hatiku. Aku merasakan getaran lain di hati. Oh tidak mungkin aku jatuh hati lagi ... "Tuhan, maafkan aku"

Hampir duapuluh tahun rumah tanggaku berjalan dengan baik. Jangan sampai ada rasa spt ini Tuhan. Empat bulan berlalu terasa begitu cepatnya. Aku selau berdoa "Tuhan, tolong hilangkan rasa indah ini. Tolong Tuhan "

Sumpah

Rasa itu mendesak desak dadaku dan memenuhi ruang di hatiku. Rasa indah itu bertengger dengan sombongnya mengalahkan akal sehat dan logikaku. 

Sangat konyol memang, bagaimana mungkin pertahanan yang begitu kokok selama puluhan tahun akan runtuh hanya dengan beberapa bulan saja. "oh Tuhan kenapa Kau kirimkan mahluk yang begitu sempurna dan begitu mengerti aku"

Siapakah sebenarnya mahluk ini Tuhan, mengapa dia harus ada, mengapa aku harus bertemu, mengapa harus ada rasa lain kepadanya? Berjuta -- juta pertanyaan bergelayut dalam kepalaku. 

Betapa aku sangat bodoh. Sungguh besar dosa yang sudah aku perbuat Tuhan, sehingga Engkau memberikan "rasa indah" ini sebagai hukuman berat dalam hidupku.

Siang malam aku berdoa agar dihilangkan rasa itu. Senyumnya, konyolnya, bijaksananya semua seakan begitu sempurna di mataku. Sementara aku sudah tak lagi belia, sudah hampir 50 tahun. 

Tuhan, aku malu padaMu Tuhan. Utusan penjemputMu satu-persatu sudah menghapiriku. Helai demi helai rambut putih datang, hari demi hari keriput di tubuh pun tiba. Adalah semua itu tanda -- tanda utusan penjemputMu Tuhan. Aku tahu, aku paham betul.

Semua yang aku lakukan untuk melupakan dan menghilangkan "rasa indah"  itu sia -- sia

"Rasa bodoh apa ini" aku mulai memaki diriku sendiri

Akhirnya aku putuskan "menutup aurat"

Ya, aku mulai berhijab January 2015, aku berharap agar dengan begitu aku akan bisa menjaga hatiku. Menutup hatiku atas hal -- hal konyol ini. Aku pun tidak pernah tau dan tidak penting untuk dipertanyakan apakah dia merasakan hal yang sama "suka aku kah dia?"

No never, aku tak akan bertanya hal itu karena tujuanku adalah bagaimana agar rasa ini hilang

"Tuhan, salahkah aku atas putusanku?"

Sebenarnya tentu tidak salah "keputusan besar yang aku ambil dalam hidupku ini" karena dalam ajaranku, menutup aurat adalah keharusan, tapi kadang sebagai manusia kita kurang memahami dan bahkan senang melawan aturan atau ajaran -- ajaran agama kita sendiri

Jari jemaripun tak lepas dari tasbih, detik demi detik tak pernah putus aku menyebut namaMu  atas kebesaranMu ya Allah.

Aku sangat frustasi tidak bisa menutup hati melawan rasa

Tidak ada yang kebetulan di dunia ini

Apa yang kita lakukan dan putuskan dengan matang -- matang tentunya di dalamya ada juga putusan Tuhan.

Tiba -- tiba perusahaan adiku menawarin aku untuk expand usaha di luar. Aku di tawari menetap di Phnom Penh dengan putusan yang belum matang saat itu. Tanpa pikir panang aku putuskan "IYA"

Oh Tuhan, mungkin ini jalanku untuk jauh dari sosok makluk sempurna dimana setiap hari aku bertemu.

"Pak, aku mau resign"

"Ya, aku sdh dengar dari teman -- teman tentang rencanamu. Coba pikirkan lagi. Karena sepertinya belum terlalu bagus planningnya. Saya tidak keberatan kalau memang untuk keberhasilan kamu dan anak- anakmu"

Tuhan ...

Tahu kah dia bahwa aku akan pergi untuk menghindarinya, membuang jauh -- jauh "rasa indah" ku padanya? Aku sangat berharap bahwa jarak dan samudra akan membuang rasa gila ini

Surat resign ku di tahan seminggu di meja nya

Akhirnya aku putuskan menghadap lagi, mengambil surat resign untuk saya serahkan langsung ke bagian personalia.

Bulan Juli tahun lalu adalah bulan terakhir aku meninggalkan tempat kerjaku, menginggalkan indahnya masa -- masa bekerja dengan nya selama 10 bulan, meninggalkan semua suka duka yang pernah aku rasanya di sana. Dua belas tahun adalah waktu yang lumayan lama aku mengabdikan diriku di sana. 

Sebuah keputusan kedua yang sangat berat dalam hidupku. Karena keberhasilan maupun kegagalan yang bakal aku hadapi pun akan sangat berpengaruh pada anak -- anakku. Keputusan kedua yang aku ambil dengan niat sangat mulia "meninggalkan dan melupakan rasa indah yang bukan hak aku"

Tuhan, dosakah aku memiliki rasa indah atas yang lain di usia perkawinanku yang hampir dua puluh tahun? Maafkan aku. Biarpun aku tidak pernah melakukan apa -- apa

Kami berangkat ke Phnom Penh akhir Juli dan menempati sebuah rumah sewaan 4 lantai. Rencananya akan mendirikan pabrik noodle dan untuk sementara rumah akan di jadikan kantor juga.

Saya sangat bersyukur Tuhan, semua berjalan baik -- baik saja. Meskipun jauh dari kata sempurna. Dibandingkan aku kerja di Jakarta, aku sdh punya mobil, motor dan rumah. Penghasilan ya cukup lah buat hari -- hari. Kadang ada juga bisnis sampingan yang lumayan menurut ukuran aku. Di sini aku hanya dapat gaji dan malah masih punya hutang di perusahaan untuk biaya sekolah dan pindahan.

Perlahan aku batasi komunikasi dengan harapan utama aku bisa mengilangkan "rasa indah" kepadanya.

Biarpun kami tidak pernah berbuat atau bercakap ttg hal itu, rasa indah di hati ku adalah beban berat yang aku alami.

Dua setengah bulan berlalu dengan linangan air mata, pekerjaan belum jelas, anak -- anak adaptasi dengan lingkungan baru budaya dan bahasa baru.

Ada beban baru juga yang lainnya, kantorku tidak mensupport aku sama sekali dan bahkan seolah -- olah membuang aku ke tengah lautan dengan menenggalmkan aku. Rencana semula pun tidak pernah ada beritanya. Akupun arus berjuag sendiri.

Di saat yang belum stabil tiba -- tiba ada kabar

"Can you join with us? The team from Jakarta will come here and check about our complain?"

Oh Tuhan

Apa lagi ini? Dia bakal datang. Rasanya seperti petir di siang bolong yang tak ada hujan dan tak ada angin.

October 20, 2015 jam 20.00 dia dan team datang di Phnom Penh

Jabat tangan penuh tumpahan rindu yang hampir dua bulan terkubur, pandangan matanya yang begitu tajam menancap dalam rongga hatiku yang paling dalam. Sumpah, ini adalah dosa terindah yang aku rasakan.

Bersama dua rekannya dia datang dan akhirnya kami makan malam  bersama. Sangat ku jaga dengan sangat hati -- hati perasaanku. Dan tak bisa dibohongi bahwa dia juga merasakan hal yang sama. Kurasakan kami bicara dari hati ke hati biarpun yang kami bicarakan adalah urusan pekerjaan yang sangat tidak bersinggungan dengan pribadi saa sekali

Dua hari kami bersama, kunjungan pasar dan melakukan aktifikas bersama. Duh rasanya syurga banget dua hari itu. Tuhan, aku mohon ampun atas rasaku

23 Oktober 2015 subuh team pulang Jakarta.

"Tolong bawa pergi jauh rasaku ini" pesan singkatku ke dia

"hahahaha" jawaban yang kuterima

Rupanya dia menyimpan hal yang sama. Sejak itu aku tak ingin lagi menyimpan rasa itu kubuang jauh, kusimpan, kututup rapat dalam kotak pandoraku. Dan aku tak pernah bertemu lagi dengannya.

Waktu seakan mendukungku untuk mengubur dan mengaburkan rasa itu. Terima kasih Tuhan, Engkau maha sempurna. Hilang kini rasa itu damailah hatiku.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun