Mohon tunggu...
sri nuraini
sri nuraini Mohon Tunggu... Hoteliers - swasta

seorang yang gemar snorkeling

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Spirit Idul Qurban Menyembelih Ego Manusia

16 Juli 2022   12:49 Diperbarui: 16 Juli 2022   12:57 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Daging Kurban - islam.nu.or.id

Ego bisa saja mengalahkan semuanya, dan bahkan seringkali menjadi berhala, tanpa kita sadari kita menuhankan sesuatu yang bukan Tuhan. Mungkin dalam keseharian, kita dikalahkan oleh ego kita, hingga kita menjadi budaknya tanpa daya.

Sigmund Freud, seorang psikoanalis dalam teorinya menjabarkan pengertian ego sebagai pengendali kepribadian kita. Setiap orang punya kepribadian yang berbeda-beda namun memiliki struktur. Sama seperti membangun sebuah gedung yang harus ada pilar dan tembok untuk melengkapi, kondisi mental yang dipersonifikasi menjadi kepribadian juga memiliki tiga struktur yang disebut id, ego, dan superego.

Id merupakan struktur paling bawah yaitu sebuah dorongan yang membuat manusia berpikir pendek memenuhi hasratnya, seperti dorongan agresif yang dimiliki hewani dan biasanya cenderung ke arah yang lebih buruk. Sebaliknya struktur teratas disebut superego yang biasanya mengarahkan diri kepada norma-norma sosial, membuat makhluk hidup beradab. Menurut Freud orang yang sehat adalah orang yang mampu mengendalikan id dan superego karena apabila id lebih dominan maka seseorang akan condong berbuat hal yang impulsif dan apabila superego yang dominan maka akan mengarah kepada kemunafikan.

Dalam suasana hari raya Idul Adha atau biasa disebut Idul Qurban ini kita dapat mencermati kisah Nabi Ibrahim as, Nabi Ismail as dan Ibunda Siti Hajar yang berhasil melepaskan ego nya demi mewujudkan cinta yang lebih tinggi lagi derajatnya, lebih daripada cintanya kepada apa dan siapa pun yaitu cinta kepada Allah SWT. Prosesi qurban tersebut merupakan simbol kemurnian tauhid yang mengedepankan kepasrahan total kepada Allah SWT dalam menjalankan perintah-Nya.

Dengan keyakinan penuh mereka mempersembahkan sesuatu yang amat sangat dicintainya yaitu anak laki-laki yang sudah sangat lama dinantikan. Namun pada akhirnya Allah SWT mengganti Nabi Ismail as dengan seekor kibas (domba) atas keikhlasan, kepatuhan dan ketaqwaan mereka. Penggantian kurban manusia dengan hewan merupakan apresiasi dan aktualisasi janji Allah untuk memberi balasan yang terbaik bagi orang yang bertakwa dan berbuat baik (QS As-Shaffat :103-111)

Melalui ibadah qurban Islam memperkenalkan nilai kesalehan vertikal untuk beribadah kepada Allah, yang secara historis melestarikan kejadian penggantian "qurban" nabi Ibrahim a.s. dengan seekor domba dan nilai kesalehan horisontal berupa sedekah kepada siapa pun yang membutuhkan, meminta dan pantas untuk diberi. Oleh karena itu, penyembelihan hewan kurban itu simbol pendekatan spiritual seorang hamba kepada Tuhannya, sekaligus pendekatan sosial kemanusiaan dengan sesamanya.

Penyembelihan hewan qurban adalah simbol untuk penyembelihan ego ke-aku-an individual ataupun kelompok yang seringkali memunculkan sifat-sifat kebinatangan dalam diri manusia yaitu keserakahan, ketamakan, keangkuhan, kebodohan, egoisitas, amarah, dan segala sifat tercela yang menempel pada jiwa-jiwa kita karena hal tersebut dapat merusak kehidupan manusia secara pribadi maupun kolektif serta menodai kemuliaan sifat manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi.

Namun di era sekarang ini dimana risalah sosial-kemanusiaan Islam yang sebetulnya menjadi tujuan utama tereduksi dalam aspek ritualitas vertikal semata. Seakan-akan agama hanya untuk kepentingan individu atau kelompok dengan Tuhan, terlepas dari kepentingan sosial dan kemanusiaan.

Dalam kehidupan berbangsa seharusnya kita memaknai ibadah qurban ini sebagai suatu upaya implementasi nilai-nilai kebersamaan, persatuan dan kesatuan yang diharapkan dapat membangun kesadaran untuk menekan ego pribadi dan kelompok demi kepentingan mashlahah yang lebih besar.

Politik identitas dan intoleransi yang kerap kali terjadi belakangan ini lahir karena perasaan membanggakan ego dan kelompok sehingga memunculkan sikap eksklusif dan fanatis. Hal ini tentu sangat jauh dari relevansi Idul Qurban yang sejatinya selaras dengan semangat untuk memangkas sikap intoleran dan eksklusif serta membangun sikap peduli, solider dan terbuka untuk mewujudkan kepentingan bersama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun