Kau, hadir sekelebat bagai kilatan.
Terang, menyilaukan langit petang.
Mengutip kilat, itulah kau saat datang.
Indah, mengisi ruang yang telah lama tak bertuan.
Kau, bukan yang kudambakan.
Bukan pula yang kuharapkan.
Hanya salah satu dari yang kusuka.
Kau, entah anugerah atau petaka.
Entah.
Sejauh langkah terjejak, aku paham ini salah.
Harusnya aku seksama sebelum menjadi musibah.
Nyatanya, hati berkuasa atas badan.
Membutakan, menutup pandangan.
Gelas pecah ciptakan puing berserak.
Menghambur, menusuk, melukai.
Namun aku memeluk, mendekap hangat.
Bodoh...
Ya, mungkin aku bodoh,
Bodoh untuk menyadari tarianmu diatas perihku.
Tingginya gunung tak jelas terlihat dari pantai.
Pandanganmu pun takkan jelas melihatku,
Tertutup awan tebal bertebaran.
Namun pandanganku selalu jelas melihatmu,