Pada konteks pembacaan puisi Sukmawati, saya berpendapat bahwa membandingkan antara budaya dan agama sungguh sangat tidak tepat. Agama dan budaya adalah dua hal yang tidak boleh dihadapkan secara antagonistik. Agama itu "produk" nya Tuhan, sementara budaya adalah buah budi manusia. Mana mungkin Tuhan dan manusia saling menegasikan?
Memaknai suatu karya seni atau obyek yang indikatif dengan rasa estetis seharusnya dengan pemahaman bahwa tidak ada yang lebih indah satu sama lain, lebih-lebih saling merendahkan.
Karawitan tidak lebih indah dari Jazz, Kidung Macapat tidak lebih indah dari alunan melodis suara azan atau pun sebaliknya. Semuanya, dalam tataran estetika memiliki keindahan masing-masing yang tidak perlu dibanding-bandingkan. Apalagi bila membandingkannya dengan niat untuk merendahkan satu sama lain.
Saya berkeyakinan yang lebih baik kita lakukan sebagai bagian dari keluarga besar bangsa Indonesia adalah marilah kita mulai membangun kebersamaan dan prasangka baik mulai dari tingkat paling bawah,yakni keluarga kita,syukur masyarakat kampung kita, desa kita.Â
Para pemuka masyarakat, para tokoh agama atau tokoh apapun seyogyanya mengambil tempat dan sikap yang selalu memperhitungkan equilirium bebrayan agung kita dalam berbangsa dan bernegara. Kalau kita tidak bisa saling menahan diri, dan terus saling memaksakan kebenaran, berarti kita sungguh-sungguh sedang merencanakan kehancuran kita sendiri.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI