Mohon tunggu...
Lidya Sophiani
Lidya Sophiani Mohon Tunggu... -

"Yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka Itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal" (QS. Az-Zumar [39]: 18). ---------------------------------------------------------------------- “Believe nothing, no matter where you read it, or who said it, no matter if I have said it, unless it agrees with your own reason and your own common sense.” - Buddha

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Esensi dalam beragama

28 Februari 2019   18:58 Diperbarui: 1 Maret 2019   00:55 803
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada suatu ketika seorang pelayan ratu yang tidak dibayar sama sekali dan sudah dibebaskan (bukan hamba sahaya maupun budak) ditanya oleh seorang pengunjung kerajaan kenapa dia mau melayani ratu walaupun sudah diberikan kebebasan. Si pelayan menjawab bahwa segala bakti dan pelayanannya diberikan kepada sang ratu semata mata karena ia begitu berterima kasih atas kebaikan sang ratu dan begitu percaya akan kemampuan sang ratu dalam memimpin kerajaan menjadi sejahtera.

Sekarang mari kita bandingkan pelayanan sang pelayan tulus ini dengan pelayan yang setiap harinya merasa terpaksa bekerja hanya karena dia takut sang ratu mungkin akan memenggal kepalanya kalau ia tidak bekerja? 

Kemudian bayangkan bila anda merupakan seorang pengusaha yang mempekerjakan seseorang yang dengan segala keterbatasannya, punya banyak tuntutan sebagai pegawai tetapi bekerja ala kadarnya sambil terus-terusan mengeluh? 

Kira-kira sifat, atau 'bukti' penghambaan mana yang paling ideal?

Seorang 'pelayan' yang setia tanpa syarat tidak mungkin bisa demikian bila tidak merasakan dan mengetahui kebaikan hati sang ratu -- pun pelayanan seorang yang tulus tanpa syarat tidak akan sama dengan pelayanan seorang yang berada dalam paksaan.

Manusia selalu ingin menjadi 'lebih', tetapi proses 'penyerahan diri' memampukan manusia untuk meningkatkan kepedulian akan sesama.
Manusia selalu ingin menjadi 'lebih', tetapi proses 'penyerahan diri' memampukan manusia untuk meningkatkan kepedulian akan sesama.
Kecilnya manusia di hadapan Tuhan

Ketika Adam dan Hawa diturunkan dari taman surga, Tuhan bersabda bahwa anak-cucu mereka akan bermusuhan satu sama lain -- bukan suatu kutukan, tapi lagi-lagi suatu peringatan akan tendensi ego manusia yang selalu berusaha menjadikan dirinya 'paling' dan 'lebih', meskipun itu berarti merendahkan manusia lain. 

Ketika ajaran Nabi Musa, Nabi Isa, maupun Nabi Muhammad turun, tidak ada label yang ikut bersama ajaran-ajaran ini -- semuanya hanya berupa ajaran yang turun dengan bahasa, ritual, dan nilai-nilai yang disesuaikan dengan kondisi sosial dimana ajaran itu diturunkan. Ajaran ini mengajarkan satu tujuan utama: Berserah Diri -- dalam bahasa arab : "Muslim". 

Pada hakikatnya penyerahan diri berarti mengendalikan hawa nafsu, mengurangi ego, menyadari kecilnya manusia dihadapan sang pencipta sehingga menjadi seorang yang 'humble', menyayangi dan menghargai sesama makhluk dan ciptaan Tuhan.

Manusialah yang kemudian menciptakan label di atas ajaran-ajaran yang sesungguhnya netral dan memiliki lebih banyak kesamaan dibandingkan perbedaan. Tema utama dari perbedaannya lagi-lagi khas ego manusia: sebuah klaim bahwa dirinya atau kelompoknya 'lebih' dan 'paling' dibandingkan kelompok lain. 

  

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun