Mohon tunggu...
Erikson Wijaya
Erikson Wijaya Mohon Tunggu... Administrasi - ASN Ditjen Pajak- Kementerian Keuangan. Awardee LPDP PK-160. A Graduate Student of Business Taxation at The University of Minnesota, USA (Fall 2020).

Be strong for life is short. Be patient for life is good. Be bold for life is challenging.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Pengenaan Pajak Atas Harta Warisan/Hibah dalam Rangka Tax Amnesty

23 Agustus 2016   05:45 Diperbarui: 4 April 2017   18:27 31581
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. shutterstock

Sementara itu terhadap Wajib Pajak/masyarakat yang tidak menyampaikan Surat Pernyataan Harta (SPH) sampai dengan periode Pengampunan Pajak berakhir, berlaku ketentuan jika ditemukan data dan/atau informasi mengenai Harta Wajib Pajak yang diperoleh sejak tanggal 1 Januari 1985 sampai dengan tanggal 31 Desember 2015 dan belum dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan, 

atas Harta dimaksud dianggap sebagai tambahan penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak pada saat ditemukannya data dan/atau informasi mengenai Harta dimaksud dan akan ditagihkan melalui penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar yang meliputi sanksi administrasi berupa berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang dihitung sejak saat ditemukannya data dan/atau informasi mengenai Harta yang belum atau kurang dilaporkan dalam SPT PPh Terakhir sampai dengan diterbitkannya surat ketetapan pajak kurang bayar.

Berdasarkan ketentuan penerapan pengenaan sanksi administrasi tersebut maka dalam sebuah ilustrasi dapat disusun tiga skema yang kemungkinan akan diambil Wajib Pajak/ masyarakat dalam mengikuti kebijakan Amnesti Pajak:

Tuan Soni memiliki harta yang belum diungkapkan sebesar 10.000. Skema pertama Tuan Soni ikut Amnesti Pajak dan memutuskan untuk mengungkap seluruh hartanya yang 10.000 pada September 2016. Sehingga Tuan Soni wajib membayar uang tebusan 2% x 10.000 = 200 dan dijamin tidak dilakukan pemeriksaan sampai dengan tahun pajak terakhir sebelum ikut Amnesti Pajak.

Bagaimana jika Tuan Soni hanya mengungkap 50% saja atau setara dengan 5.000 (skema kedua)? Maka Tuan Soni membayar uang tebusan 2% x 5.000= 100. Dan jika suatu hari nanti negara menemukan harta Tuan Soni yang 50% lainnya, maka harta itu dianggap sebagai penghasilan pada saat ditemukan dan Tuan Soni dikenakan tarif umum PPh (asumsi tingkat maksimal 30%) plus sanksi kenaikan 200% sehingga atas temuan ini beban pajak meliputi 5.000 x 30% = 1.500 dan sanksi administrasi berupa kenaikan 200% x 1.500 = 3.000. Akibatnya total beban pajak Tuan Soni adalah 100 + 1500 + 3000 = 4.600.

Bagaimana jika Tuan Soni tidak ikut Amnesti Pajak (skema ketiga)? Jika fiskus menemukan harta Tuan Soni yang 10.000 tersebut maka harta tersebut dianggap penghasilan dan dikenakan tarif umum PPh dengan sanksi 48%. Sehinngga perhitungan beban pajak menjadi 30% x 10.000 = 3.000 dan sanksi berupa bunga 2%/bulan maksimal 24 bulan atau 48% x 3.000 = 1.440 dan jumlah total beban pajak mencapai 4.440.


Jika harta 10.000 itu memang dari penghasilan Tuan Soni yang selama ini belum ia laporkan dan bayarkan pajaknya, pengenaan beban pajak sebesar 4.600 atau 4.440 kepada Tuan Soni tentunya tidak menjadi masalah baginya. Tapi bagaimana jika Tuan Soni adalah seorang rakyat yang tidak mengerti pajak dan harta tersebut adalah harta warisan dari leluhurnya? Jika demikian, dengan Amnesti Pajak negara meminta Tuan Soni menebus harta warisan leluhurnya dari negara. Ada banyak Wajib Pajak/masyarakat di negeri ini memiliki pola yang sama dengan Tuan Soni. Hal ini harus bijak disikapi pemerintah dengan bijak, mengingat Amnesti Pajak tidak membatasi siapapun wajib pajaknya dan apapun jenis hartanya.

Rekomendasi Solusi

Kebijakan yang dapat ditempuh oleh Direktorat Jenderal Pajak dengan perangkat aturan yang ada adalah dengang mengeluarkan surat penegasan yang pada intinya menegaskan maksud dari kata “penghasilan” dalam kalimat “ … atas Harta dimaksud dianggap sebagai tambahan penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak …” yang tercantum dalam Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 dan Pasal 43 ayat (1) dan Pasal 44 ayat (1) huruf a PMK 118/PMK.03/2016 sebagai penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Undang-Undang nomor 36 Tahun 2008 tentang PPh. 

Hal demikian juga koheren dengan penggunaan tarif PPh dalam pengenaan pajak penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 UU 11 Tahun 2016, Pasal 43 dan Pasal 44 PMK 118/PMK.03/2016. Dengan diberikannya penegasan tersebut, dimana penghasilan adalah penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 UU PPh, maka penghasilan tersebut akan digolongkan menjadi Penghasilan yang merupakan objek pajak, penghasilan yang telah dikenakan PPh Final, dan penghasilan yang bukan merupakan objek Pajak, sehingga pengenaan pajaknya akan tepat sasaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun