Mohon tunggu...
Suko Waspodo
Suko Waspodo Mohon Tunggu... Dosen - lecturer
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Penggunaan Peranti Kata Berdenotasi dan Berkonotasi

31 Oktober 2018   20:18 Diperbarui: 31 Oktober 2018   20:30 986
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam linguistik ditegaskan bahwa kata yang tidak mengandung makna tambahan atau perasaan tambahan makna tertentu disebut denotasi. Selanjutnya maknanya disebut makna denotatif, makna denotasional, makna kognitif, makna konseptual, makna ideasional, makna referensial, atau makna proporsional. Maka, makna denotatif dapat disebut makna yang sebenarnya, yaitu makna yang ditunjuk oleh sesuatu yang disimbolkan itu.

Sebuah sarana duduk dalam perkantoran, contohnya saja, namanya kursi. Maka sarana untuk duduk itu disebut sebagai kursi. Kata kursi dalam hal ini memiliki makna apa adanya, sesuai dengan apa yang disimbolkan, tidak memiliki nuansa makna lain di luar makna sesungguhnya. Jadi, makna seperti itulah yang kita maksud sebagai denotatif. Karya-karya jurnalistik harus mengedepankan kata-kata denotatif seperti ini daripada dengan kata-kata konotatif.

Pada umumnya kita ketahui bahwa karya-karya jurnalistik merupakan karya kolektif insidental yang usianya hanya dalam hitungan menit, jam, atau mungkin hari. Sebab usianya yang tidak panjang itulah, maka karya-karya jurnalistik harus disampaikan dengan bahasa yang jelas, tegas, ringkas, padat, singkat, lugas, dan langsung pada sasaran. Jadi, makna yang harus ditunjukkan haruslah makna denotatif, makna yang sesuai dengan fakta sesungguhnya.

Untuk memperjelas penggunaan peranti kata berdenotasi coba kita cermati penggunaan frasa 'kambing hitam' pada contoh kalimat berikut: 'Untuk membayar sekolah anaknya, pak Mukidi menjual kambing hitam kesayangannya'. Frasa 'kambing hitam' pada kalimat tersebut tidak perlu diartikan sebagai tersangka atau tertuduh, melainkan memang mengandung makna sebenarnya yaitu kambing yang berwarna hitam.

Begitu pula berlaku dalam karya-karya ilmiah akademik di perguruan tinggi, yang biasanya juga membuat banyak mahasiswa kalang kabut ketika dituntut harus menyelesaikannya. Karena karya ilmiah akademis seluruh dasarnya adalah data atau fakta sesungguhnya, maka  kosa kata yang digunakannya juga harus denotatif, konseptual, referensial, sesuai dengan obyek dan fakta yang sesungguhnya.

Jadi, memang harus ditegaskan bahwa karya-karya ilmiah yang mereka buat itu sepenuhnya harus bersifat denotatif, obyektif, tidak dipengaruhi konteksnya. Dengan perkataan lain, bahasa karangan ilmiah harus konseptual bukan kontekstual.

Dalam studi bahasa juga biasanya diketahui bahwa makna konotatif adalah makna yang mengandung arti tambahan, perasaan tertentu, atau nilai rasa tertentu di samping makna dasar yang umum. Konotasi atau makna konotatif sering disebut makna konotasional, makna emotif, atau makna evaluatif.

Bisa juga dikatakan makna konotatif adalah makna kias, bukan makna sesungguhnya. Maka, sebuah kata bisa diartikan berbeda pada masyarakat yang satu dan masyarakat lainnya. Makna konotatif memiliki nuansa makna subyektif dan cenderung digunakan dalam situasi tidak formal. Dalam konteks ilmiah, coba kita perhatikan kalimat, 'Dengan memanjatkan puji syukur kepada ...'. Pemakaian kata 'memanjatkan' dalam kalimat di atas itu jelas sekali bermakna konotatif, bukan denotatif. Demikian juga kalimat, 'Tulisan anda belum memenuhi persyaratan yang ada di fakultas ini.'  Penggunaan kata-kata 'memenuhi persyaratan' bukan makna denotatif melainkan konotatif. Dalam penulisan karya ilmiah, penggunaan kata-kata bermakna konotatif seperti itu tidak boleh digunakan.

Apalagi dalam analisis data, bentuk-bentuk kebahasaan bernuansa makna denotatif lebih banyak digunakan daripada bentuk-bentuk konotatif. Dalam penggunaan tidak formal yang banyak membutuhkan basa-basi, memerlukan bentuk-bentuk kesantunan yang tinggi, maka banyak ditemukan bentuk-bentuk konotatif.

Demikianlah, ulasan singkat ini ditujukan sekadar untuk menyegarkan kembali kemampuan berbahasa kita, khususnya penggunaan peranti kata berdenotasi dan berkonotasi.  Semoga bermanfaat.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun