Dalam masyarakat Indonesia yang religius dan memiliki semangat gotong royong tinggi, donasi merupakan salah satu bentuk kepedulian sosial yang tumbuh subur. Baik dalam bentuk zakat, infak, sedekah, qurban, maupun donasi pendidikan dan kesehatan, masyarakat tidak pernah lelah berbagi. Namun, di balik semangat memberi ini, ada satu hal yang menjadi titik krusial, yaitu transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dana.
Dalam Islam, zakat dan sedekah merupakan ibadah yang bukan hanya bersifat ritual, tapi juga sosial. Allah SWT berfirman:
"Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka..."
(QS. At-Taubah: 103)
Zakat dan donasi bukan sekadar aktivitas amal, tetapi amanah yang harus dijaga. Penerima dan pengelola dana harus memastikan bahwa harta umat yang dikumpulkan disalurkan kepada mereka yang
Sayangnya, tidak semua lembaga sosial atau platform donasi mampu menjaga kepercayaan publik. Laporan Zakat yang anda titipkan kepada Rumah Zakat Selama Tahun 2024 menunjukkan bahwa tingkat partisipasi zakat secara nasional masih di bawah 5% dari potensi zakat yang diperkirakan mencapai Rp 327 triliun per tahun (kemenag.go.id/). Salah satu alasannya adalah minimnya transparansi dan laporan yang akuntabel.
Ketika donatur tidak mendapatkan laporan yang jelas mengenai penggunaan dana mereka---apakah digunakan untuk membangun sekolah, membantu pasien tidak mampu, atau disalurkan dalam program qurban yang nyata maka kepercayaan akan runtuh.
Seiring perkembangan teknologi digital, kini banyak platform filantropi mulai membenahi diri. Laporan donasi real-time, pelacakan distribusi bantuan melalui GPS, serta dokumentasi video dan foto menjadi cara efektif untuk menjaga transparansi. Salah satu contoh praktik baik ini ditunjukkan oleh Kitabisa.com, yang menyampaikan laporan publik secara berkala untuk tiap kampanye sosial mereka.
Namun, tidak semua lembaga memiliki teknologi dan komitmen serupa. Diperlukan standar nasional tentang pelaporan dana sosial, khususnya untuk sektor yang menyangkut dana publik seperti zakat, qurban, dan bantuan pendidikan.
Sebagai donatur, masyarakat memiliki hak untuk mengetahui ke mana uang mereka disalurkan. UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat mewajibkan lembaga amil zakat menyusun dan menyampaikan laporan kepada publik secara berkala. Namun, implementasi di lapangan seringkali lemah, terutama bagi lembaga non-formal atau komunitas lokal yang tidak memiliki kapasitas manajerial yang memadai.
Menjaga amanah dalam pengelolaan dana donasi bukan sekadar memenuhi tuntutan hukum, tetapi juga bentuk tanggung jawab moral dan spiritual. Dalam konteks Indonesia yang mayoritas muslim dan memiliki potensi zakat serta donasi yang besar, transparansi adalah kunci untuk menjaga kepercayaan publik dan menyebarkan lebih banyak kebaikan.
Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda:
"Sesungguhnya Allah mencintai seseorang yang apabila mengerjakan suatu pekerjaan, ia melakukannya dengan itqan (profesional dan bersungguh-sungguh)."
(HR. Thabrani)
Semoga semangat memberi kita tidak padam, dan semoga kepercayaan umat tetap terjaga melalui sistem yang amanah, profesional, dan terbuka.
Referensi:
- rumahzakat.org/Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.
- Al-Qur'an Surat At-Taubah Ayat 103.
- HR. Thabrani, Hadis tentang Itqan dalam Bekerja.
- kemenag.go.id/nasional/potensi-mencapai-327-t-ini-tiga-fokus-kemenag-dalam-pengembangan-zakat-LobJF
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI