Alasan dalam hal ini hanyalah karena suatu janji yang telah diucapkannya kepada ayahnya, sebagaimana firman Allah:
قَالَ سَلٰمٌ عَلَيْكَۚ سَاَسْتَغْفِرُ لَكَ رَبِّيْۗ اِنَّهٗ كَانَ بِيْ حَفِيًّا (٤٧)
"Dia (Ibrahim) berkata, "Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu, aku akan memohonkan ampunan bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku." (QS. Maryam [19]: 47)
Janji itu terjadi sebelum larangan (memohon ampun bagi orang musyrik) diturunkan.
Dan di antara akhlak Nabi Ibrahim adalah bahwa ia selalu menepati janji, sebagaimana firman Allah:
وَاِبْرٰهِيْمَ الَّذِيْ وَفّٰىٓ (٣٧)
"Dan Ibrahim yang selalu menyempurnakan janji." (QS. An-Najm [53]: 37)
Namun, ketika Ibrahim menyadari bahwa ayahnya adalah musuh Allah, ia pun berlepas diri darinya, sebagaimana firman Allah:
وَاِذْ قَالَ اِبْرٰهِيْمُ لِاَبِيْهِ وَقَوْمِهٖٓ اِنَّنِيْ بَرَاۤءٌ مِّمَّا تَعْبُدُوْنَ (٢٦)
"Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata kepada ayahnya dan kaumnya, "Sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu sembah," (QS. Az-Zukhruf [43]: 26)
Sesungguhnya Ibrahim itu banyak berdoa dengan penuh kerendahan hati dan sering memaafkan apa yang dilakukan oleh kaumnya baik dari ejekan, cemoohan, pembangkangan, dan lain sebagainya.
Kemudian Gus Awis melanjutkan penjelasannya sebagai berikut: