Mohon tunggu...
Sofia Grace
Sofia Grace Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu Rumah Tangga

Seorang ibu rumah tangga yang hidup bahagia dengan suami dan dua putrinya. Menggeluti dunia kepenulisan sejak bulan Oktober 2020. Suka menulis untuk mencurahkan isi hati dan pikiran. Berharap semoga tulisan-tulisan yang dihasilkan dapat memberi manfaat bagi pembaca.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Terima Kasih, Tuhan (Selesai)

27 Juli 2022   22:17 Diperbarui: 27 Juli 2022   22:30 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Lina berusaha menjadi figur orang tua yang baik dengan memberikan perhatian yang seimbang pada Eddy,  kakak Luki. Bocah berambut hitam ikal seperti dirinya itu sering diajaknya berbincang-bincang dan dibelainya dengan lembut, sehingga tidak merasa dirinya pilih kasih terhadap sang adik. Keinginan Eddy untuk ikut les robotic dan menggambar pun diturutinya. Dan syukurlah putra sulungnya itu tidak merasakan keanehan pada perilaku hiperaktif adiknya. Hanya dia merasa Luki terlalu nakal sehingga membuat ibu mereka sering marah-marah.

"Luki itu merasa tidak enak badan kalau diam duduk manis saja, Kak," kata sang ibunda menjelaskan. "Jadi tolong Kakak temani Luki bermain, ya. Main mobil-mobilan atau robot-robotan, merangkai puzzle atau lego, menggambar dan mewarnai, atau yang lainnya asalkan masih di dalam rumah ya, Kak. Kalau mau bermain di luar rumah, tunggu Ayah datang, supaya bisa mengawasi kalian berdua," pesan ibundanya selalu.

Eddy kerap mematuhi nasihat ibunya. Ia tahu sebagai anak yang lebih tua, dirinya berkewajiban melindungi adiknya. Namun ada kalanya dia merasa kesal terhadap keusilan saudara yang hanya setahun lebih muda darinya itu. Berkali-kali Luki merebut dan merusakkan mainan-mainannya sehingga ia terpaksa memarahi sang adik. Yang dimarahi hanya tertawa nyengir dan bahkan sengaja menjatuhkan mainan lainnya ke lantai. Eddy tidak terima dan mulailah terjadi perkelahian.

Lina yang mendengar adanya kegaduhan biasanya langsung muncul dan berteriak-teriak memarahi anak-anaknya. Kadangkala ia memukuli keduanya dengan tangan kosong atau kemoceng, hingga drama itu berakhir dengan ratap tangis kedua bocah yang masih duduk di bangku taman kanak-kanak itu. Pada saat kondisi sudah tenang, sang ibunda dengan penuh penyesalan memeluk erat kedua jagoannya dan membisikkan kata maaf di telinga mereka. Tak lupa dia menjelaskan kenapa tadi terpaksa bersikap keras terhadap dua buah hatiya tersebut.

Si sulung biasanya menghambur ke dalam dekapan hangat ibunya. Sebaliknya si bungsu tak bereaksi. Dia memang tidak begitu bisa mengekspresikan kasih sayang terhadap orang-orang di sekitarnya. Mungkin dikarenakan gangguan perkembangan saraf yang dialaminya sebagai anak berkebutuhan khusus. Ia sebenarnya sangat gemar berbicara. Pelafalannya sangat jelas. Akan tetapi susunan kalimat dan intonasinya seringkali kurang tepat, serta konsentrasinya masih pendek. Misalnya ketika merasa lapar, ia inisiatif berteriak,"Ibu! Luki lapar."

Sang ibu segera menyiapkan makanan di meja makan dan ia meminta Luki datang menghampirinya. Anak kecil berkulit kuning langsat itupun bergerak lincah menuju kea rah meja makan. Namun jika ia melihat ada suatu benda yang menarik perhatiannya, ia akan berpaling mendekati benda itu, mengamati, memegangnya, lalu mengutak-utiknya sehingga tidak jadi makan.

Ketika makan pun bocah itu tidak bisa duduk tenang. Seringkali ia mengacak-acak sayuran dan lauk-pauk yang terhidang di piringnya ataupun yang masih terletak di dalam tudung saji. Kotak berbentuk vertikal tempat menyimpan sendok-garpu dibukanya. Sendok-sendok dan garpu-garpu bersih dikeluarkan dan saling dihantamkan seolah-olah peralatan makan itu sedang bertarung. Merasa kepalanya pening melihat perilaku anaknya, Lina kemudian mengosongkan meja makannya dari benda apapun untuk seterusnya. Saat waktu makan tiba, ia hanya menghidangkan makanan bagi anak-anaknya sesuai takaran saja. Jika ada orang dewasa mau makan, bisa mengambilnya sendiri di dapur.

Pada saat mandi, entah berapa kali sampo dan sabun cair ditumpahkan isinya sebanyak mungkin ke dalam closet oleh Luki dan disiram pelan-pelan memakai shower. Hatinya gembira sekali melihat gelembung-gelembung yang muncul, seolah-olah ia telah melakukan penemuan yang luar biasa.

Itulah sebabnya hingga saat ini bocah berambut lurus yang berparas mirip ayahnya itu masih belum dilepas oleh ibunya untuk mandi seorang diri. Lina masih mengawasinya mandi atau meminta Eddy untuk mandi bersama adiknya.

Pernah pada suatu siang Luki menemukan kunci mobil ibunya dan menekan tombol alarm berkali-kali hingga berbunyi tanpa henti dan sangat memekakkan telinga. Lina yang mendengarnya segera beranjak menuju ke teras dan ia berteriak-teriak histeris ketika melihat putra bungsunya yang ternyata berulah. Bocah yang menginjak kelas TK A itu berlari ketakutan dan secara spontan melemparkan kunci mobil sembarangan dan...blup! Kunci itu masuk ke dalam selokan depan rumah.

Sang ibunda semakin gusar. Dengan penuh amarah diseretnya bocah yang ketakutan itu masuk ke dalam rumah dan ditamparnya wajahnya berkali-kali. Luki menangis luar biasa. Lina baru berhenti setelah Eddy berteriak menangis meminta ibunya berhenti memukuli sang adik. Wanita berusia tiga puluhan itu tersadar. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun