Bang Soeti tidak kecewa walau tidak bisa bertemu; ia cukup dengan keyakinan bahwa sahabatnya masih ada. Kasihnya murni, bebas dari syarat.
Itulah bentuk kematangan emosional tertinggi.
*Viktor Frankl -- Logotherapy*
Frankl menulis bahwa makna hidup sering ditemukan justru dalam penderitaan.
Bang Idrus menemukan makna baru dari sakitnya --- bukan sebagai musibah, tapi sebagai cara Tuhan memperlambat langkah agar ia sempat merenung, bersyukur, dan memperdalam cinta antarsesama.
*Martin Seligman -- Positive Psychology & Gratitude*
Menurut Seligman, rasa syukur adalah pilar kebahagiaan sejati.
Ucapan "Alhamdulillah" yang diucapkan Bang Idrus bahkan di tengah kesakitan adalah bentuk _gratitude_ yang menenangkan batin ---Â *kebahagiaan yang tak bergantung pada kondisi fisik*.
* Renungan di Ujung Doa*
Malam makin larut.
Angin Bandung yang lembut berdesir lewat jendela, mengibaskan tirai yang sudah pudar warnanya.
Bang Soeti masih duduk diam, menatap langit yang kelabu.
*Ia tahu mungkin mereka takkan sempat bertemu lagi*Â --- mungkin hanya doa yang tersisa untuk saling kirim. Tapi entah mengapa, itu sudah cukup.
Dalam batinnya, ia berkata lirih:
_"Tuhan, bila waktu tak lagi memberi kami ruang untuk bertemu, tolong satukan kami dalam kenangan yang tak lekang."_
Karena sesungguhnya, pertemuan paling dalam kadang terjadi di tempat yang tak terlihat --- di hati yang saling mengenang.
* Kesimpulan*