Mohon tunggu...
Soetiyastoko
Soetiyastoko Mohon Tunggu... Penulis - ☆ Mantan perancang strategi pemasaran produk farmasi & pengendali tim promosi produk etikal. Sudah tidak bekerja, usia sudah banyak, enerjik. Per 30 April 2023 telah ber-cucu 6 balita. Gemar menulis sejak berangkat remaja - Hingga kini aktif dikepengurusan berbagai organisasi sosial. Alumnnus Jurusan HI Fak.SOSPOL UNPAD, Angkatan 1975

Marketer, motivator yang gemar menulis, menyanyi dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Sebuah Pagi (Bagian 1)

27 Agustus 2022   08:00 Diperbarui: 27 Agustus 2022   08:07 273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Gak apa-apa, ... Kita 'kan tidak jauh-jauh. Cuma ke tempat pak Jenggot, lalu pulang ..."

"Yaa sudah, terserah kamu, ..." seraya memutar dimmer lampu kamar ukuran 3 X 4 meter kotor, luasnya oleh developer dikurangi dengan ketebalan tembok itu.

Kini ruangan itu dari benderang jadi remang-remang, seperti rumahnya para Sultan Indonesia. Sultan adalah para artis, kaya-raya baru di belantika hiburan.

***

Mobil merah menyala setinggi dada itu bergerak pelan-pelan, menyusuri jalan menuju gerbang komplek perumahan. Nyaris tak bersuara, khas mobil kelas atas.
Jendela-nya sengaja dibuka lebar. Leluasa menyapa tetangga, sekalian mengurangi aroma mobil baru dari dalam kabin.

Sesekali klakson terpaksa dibunyikan, peringatan untuk anak-anak yang bermain di jalan depan rumahnya. Supaya minggir dan hati-hati


Ada yang kejar-kejaran, ada yang bersepeda. Ada yang di atas stroller, didorong sang kakek. Ada anak-anak yang mengerubungi penjual kue basah.

Tak jauh dari situ, ada segerombolan ibu-ibu disekeliling gerobak penjual sayuran.

Mobil merah itu terpaksa mengalah. Pedal rem diinjak Wahyudi Wahidin, mobil pun berhenti. Sekitar empat atau lima meter jaraknya dari  para pengguna daster yang memegang-pegang dagangan pak Gundul , si tukang sayur.

Arumi Wiliandri, melongokan kepala, keluar dari jendela mobil,

"Maaf, ibu-ibu, permisi numpang lewat, yaa !"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun