Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menghormati Pilihan Prabowo

6 Agustus 2014   09:28 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:18 1462
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1407266737837110226

[caption id="attachment_351253" align="aligncenter" width="300" caption="Jika pikiran benar, takkan mungkin melahirkan keputusan salah (Gbr: Merdeka.com)"][/caption]

Sebagai rakyat, ada kegusaran yang sulit digambarkan usai Pilpres 2014. Saya merupakan salah satu dari rakyat yang merasakan itu. Argumen saya adalah pada Pilpres tahun inilah muncul keresahan rakyat setelah memilih. Tidak saja karena merebaknya ancaman demi ancaman: demonstrasi, pengepungan, dll, tapi juga karena Pilpres kali ini menghadirkan kandidat yang justru merendahkan negara yang ingin ia pimpin.

Saya memilih menghormati pilihan Prabowo. Pilihan menghormati yang tepat, saya pikir. Ya, setelah ia sudah tidak menghormati dirinya sendiri. Setelah ia tak menghormati nama baik dirinya sendiri. Juga, seusai dirinya memperlihatkan diri menolak menghormati negara sendiri.

Berangkat dari pengingkaran sang calon presiden itu atas hasil Quick Count. Lembaga-lembaga yang menghitung hasil Pilpres secara inisiatif itu, yang telah berpegang pada mekanisme ilmiah, dituding mengada-ada. Sekalipun terdapat banyak catatan, bahwa lembaga yang jauh-jauh hari sebelum pengumuman KPU melakukan penghitungan suara lewat serangkaian metodologi, adalah lembaga kredibel, namun diingkari pihak capres tersebut.

Di sini, dunia ilmiah diremehkan. Di sini juga, ilmu statistik disepelekan. Pada saat yang sama, lembaga-lembaga yang menjilat dan mengada-ada, mengklaim kemenangan dirinya, justru tak diusik. Seharusnya pemimpin yang baik adalah pemimpin yang memberangus penjilat dari sejak ia belum mendapatkan kepercayaan itu. Nyatanya tidak. Yang disalahkan dan terkena berbagai macam tudingan, justru pihak yang menampilkan berbagai fakta secara apa adanya--terlepas bahwa mereka juga menunjukkan keberpihakan, tapi masih lebih realistis.

Jika pemimpin sudah meremehkan ilmu pengetahuan, meremehkan ilmuwan, apakah bisa diharapkan ia akan membantu mencerdaskan rakyatnya jika kemudian ia berhasil menjadi pemimpin? Saya pesimis!

Bagaimana bisa berharap pemimpin tersebut bisa mencerdaskan rakyatnya jika yang tahu tapi diminta berpura-pura tidak tahu, jika yang membuka mata dipaksa untuk menutup mata dan seolah tak melihat apa-apa. Ilmu pengetahuan dan pendidikan, tak pernah memiliki tujuan seperti ini.

Saya juga melihat hal lain, bahwa institusi seperti Komisi Pemilihan Umum yang teranyar lahir dari Undang Undang Nomor 22 Tahun 2007 ini, turut direndahkan. KPU menjadi korban, UU pun diinjak. Jika kesimpulan ini berlebihan, silakan untuk membuka berbagai pemberitaan, terkait dengan pernyataan sikap dan pandangan sang capres dan kalangannya terhadap lembaga ini.

Lucunya, juga terdapat sosok sekelas Rachmawati Soekarnoputri, seorang anak presiden pertama Republik Indonesia, yang bahkan memanaskan suasana. Ia mencari alasan dangkal, menuding presiden terpilih, Joko Widodo melakukan makar. Hanya karena alasan bahwa rival dari capres pujaannya, memang terpilih dan telah diakui oleh KPU.

Maka itu, saya menjadi salah satu rakyat yang belakangan menjadi kian diliputi tanda tanya, jangan-jangan "masif, terstruktur, dan sistematis" sebagai tiga kata yang kerap digaungkan adalah grand strategi pihaknya sendiri, agar dengan segala cara kursi RI-1 menjadi milik pihaknya. Apakah saya mengada-ada jika sampai menduga seperti ini? Iya, jika pihak sang capres itu sendiri bisa memastikan tidak mengada-ada di depan rakyat dan di depan Undang Undang.

Parahnya lagi, "pemberontakan" yang diperlihatkan oleh pihak calon presiden yang memberi brand diri sendiri sebagai "macan Asia" tersebut juga terkesan mengangkangi Susilo Bambang Yudhoyono. Bagaimana ceritanya? Presiden yang menjabat dua periode ini, dengan partainya sudah memberi dukungan kepada pihak capres bernomor urut satu, namun tidak mengintervensi pihak-pihak seperti KPU dan Bawaslu. Sementara pihak capres yang kalah, justru secara implisit mengesankan, bahwa pihak penguasa petahana membiarkan keculasan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun