Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Menjelajah Ngurtavur yang Hebohkan Instagrammer

14 Oktober 2019   22:24 Diperbarui: 14 Oktober 2019   22:34 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penjaga Ngurtavur, Bapak James (67 tahun) yang menyambut saya dan teman-teman di lokasi - Foto: Zulfikar Akbar

Untuk menjangkau Pasir Timbul (bahasa Kei, Ngur berarti pasir, dan Tavur berarti timbul), Anda membutuhkan waktu sekitar 45 menit dari Langgur, ibu kota Maluku Tenggara. 

Sebelum berangkat, ini juga sudah diberitahu langsung oleh pemilik speed-boat yang saya tumpangi bersama teman-teman pengunjung. Moses (45 tahun), sang pemilik kendaraan andalan Kepulauan Kei tersebut, bercerita banyak tentang rute hingga lokasi. Tak terkecuali harga, ia berterus terang biasanya dipatok 750 ribu dari dan ke lokasi. 

Namun, dari tarif tersebut, tidak seluruhnya untuk pemilik speed-boat, melainkan juga ada pajak untuk pihak desa yang mengelola Ngurtavur.

Pengunjung luar Maluku acap menyebutnya dengan Pasir Panjang untuk lokasi tersebut. Padahal, Pasir Panjang adalah tempat berbeda, meski tetap berada di Kepulauan Kei, namun ia masih di lokasi yang tidak jauh dari Langgur. Untuk Pasir Panjang, pun Anda tidak perlu menempuh lagi jalur laut, dan sebutannya pun adalah Ngurbloat, bukan Ngurtavur.

Kebingungan itu dapat dimaklumi, terutama bagi yang belum familiar dengan bahasa Kei. Bagi sebagian orang, bahasa daerah yang akrab dengan masyarakat Kei ini dapat dikatakan sebagai bahasa asing, dalam arti masih sangat asing dengan telinga. 

Meskipun begitu, terlepas Ngurtavur sendiri berada jauh dari ibu kota Maluku Tenggara karena terpisah oleh laut, namun penjaganya sendiri cukup fasih berbahasa Indonesia.

Saya sempat berbincang-bincang dengan penjaga Ngurtavur yang menyambut kami di lokasi pasir yang mengundang kehebohan Instagrammer. Beliau adalah pria berusia hampir 70 tahun. Tepatnya, 67 tahun, sih. 

Penjaga Ngurtavur, Bapak James (67 tahun) yang menyambut saya dan teman-teman di lokasi - Foto: Zulfikar Akbar
Penjaga Ngurtavur, Bapak James (67 tahun) yang menyambut saya dan teman-teman di lokasi - Foto: Zulfikar Akbar
James, itulah nama sang kakek yang masih lincah mengarungi lautan Kepulauan Kei dengan perahu boat andalannya. Sepanjang empat tahun terakhir, dialah yang diandalkan pihak ahoi--sebutan masyarakat Kei untuk desa, buat memantau sekaligus memungut iuran dari pengunjung. 

Ia menyebut bahwa tidak semua penghasilan yang berasal dari pengunjung itu digunakan untuk dirinya sendiri. "Pembagiannya 60-40. Artinya, untuk Bapak su sebesar 40 persen, sementara su 60 persen untuk ahoi," kata Bapak James, yang juga menyebut saya sebagai orang Aceh pertama ke lokasi ini.

Ia juga bercerita bahwa tidak setiap hari ada pengunjung ke Ngurtavur. "Dalam seminggu, biasanya ada su dua atau tiga hari su tidak ada pengunjung," Bapak James, menambahkan. "Kapan ini tempat ramai su di sini, kebanyakan adalah pada hari Jumat, Sabtu, dan Minggu."

Sebagai catatan, Ngurtavur ini sendiri sebenarnya tersambung dengan Pulau Warbal yang hanya berjarak sekitar 400 meter. Namun saat air sedang pasang, terlihat seakan terputus. Berbeda ketika air surut, maka Anda akan bisa menyaksikan pasir yang muncul secara memanjang, seolah mewakili kecintaan masyarakat Kei sendiri terhadap laut dan begitu menyatu dengan kehidupan laut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun