Mohon tunggu...
George Soedarsono Esthu
George Soedarsono Esthu Mohon Tunggu... profesional -

Menembus Batas Keunggulan Pioneer, Problem Solver, Inspirator To Live, To Love, To Serve Mengolah Kata-Mengasah Nurani-Mencerdaskan Hati

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mempertimbangkan Bentuk Negara

13 Desember 2011   14:13 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:21 2241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Republik berasal dari kata Yunani: Res Publica. Res - damai, Publica = masyarakat. Contoh: Rest In Piece = beristirahat dalam damai. Jadi Republik = Masyarakat Persemakmuran. Ketika para pendiri negara memilih bentuk negara sebagi Republik, sesungguhnya yang dimaksud adalah dalam bingkai masyarakat persemakmuran. Bukan Republik yang liberal dan kebablasan sampai sekarang. Mengapa? Sebelum ada Negara Republik Indonesia, Nusantara terdiri dari kerajaan-kerajaan yang berjuang sendiri-sendiri melawan Kolonialisme Belanda. Ketika timbul ide mendirikan Negara yang bebas dari kolonialisme, 18 Kesultanan, dengan memberikan mandat kepada Paku Buwono X, menyatakan kepada Soekarno bahwa 18 Kesultanan ini mendukung diberdirikannya sebuah negara baru yang moderen. Untuk mensupport penggalangan dukungan di seluruh Nusantara itu, ke 18 Kesultanan menyerahkan emas batangannya kepada Soekarno. Namun, selama kerajaan-kerajaan Nusantara dijajah Belanda, seluruh logam mulia dari setikitnya 188 Kesultanan, dibawa ke Belanda sebanyak 57.150 ton lebih, yang seluruh dokumennya dihancurkan, kecuali milik Amangkurat I, karena pro Belanda. Karena dalam PD II, Belanda kalah oleh Jerman, maka seluruh emas tersebut di bawa dan disimpan di Bank Juchrigh-Jerman , Jerman. Setelah Jerman dikalahkan oleh Amerika, maka emas tersebut diboyong ke Amerika sebagai rampasan perang. Soekarno mengetahui hal tersebut maka ia lalu bersahabat dengan Presiden Amerika Serikat Kennedy untuk bagaimana caranya bisa membawa kembali emas milik Raja-Raja Nusantara yang sebanyak 57.150 ton lebih itu. Maka diadakanlah COLLECTIVE AGRREMENT "GREEN HILTON BUILDING MEMORIAL GENEVA"  pada 14 November 1963 di Swis. Collective people tersebut adalah: Mr. Soekarno,  Mr. Sri Sultan HB IX, Mr. Soewarno Mr. Chaoirul Fatollah, dan Mrs. Sarinah, yang disetujui oleh Soekarno selaku Presiden Rebublik Indonesia, John F. Kennedy selaku Presiden Amerika Serikat, dan William Vouker dari Suisse Swiftzerland. Dalam perjanjian itu Amerika mengakui adanya harta Nusantara sebanyak 57.150 ton emas lebih yang ada di Amerika, tetapi karena itu dianggap sebagai rampasan perang, maka tidak bisa dibawa kembali ke Indonesia. Akhirnya dengan bunga 2.5% per tahun, kolateral tersebut dipakai untuk mendirikan Bank Dunia. Pada tahun 1944, berdirilah Bank Dunia atas dasar Colateral Aset Raja Nusantara! Jadi sesungguhnya Bank Dunia itu milik raja-raja Nusantara yang kesultanan-kesultanannya hingga sekarang masih ada. Pada pertemuan Raja-raja Nusantara tahun 2000 di Bali, para cucu Sultan itu merasa tidak tahu-menahu kalau leluhurnya memiliki aset yang begitu besar. Mereka sudah putus harapan dan menyimpulkan bahwa urusan harta tersebut adalah urusan karuhun dengan Soekarno.

Sekitar tahun 1995, tujuh orang pemegang Surat Amanah dari Soekarno, menghadap Soeharto agar Pemerintah dapat menggunakan Dana Coletral tersebut untuk pembangunan Indonesia.

Catatan: Dana Coletral tersebut (yang ada di Bank Dunia) tidak dapat dicairkan, namun dapat digunakan untuk “jaminan cetak uang”. Soeharto mengajukan ijin utk pencetakan uang Rupiah atas jaminan Dana Coletral tersebut.

Dilakukan Sidang Moneter Internasional, dengan salah satu agenda untuk membahas rencana pencetakan uang Rupiah oleh pemerintah RI. Sepuluh negara menolak untuk memberikan ijin (termasuk AS & sekutunya), sisanya mengijinkan. Atas dasar voting, maka pemerintah RI diijinkan untuk mencetak uang sebesar “Rp. 20.000 trilyun” dengan jaminan lima Coleteral (Salah satu Coleteral tsb adalah milik Kerajaan Cirebon sebesar 13.000 trilyun)

Catatan: AS tidak memberikan ijin, karena khawatir Soeharto akan membangkitkan DUNIA ISLAM. Karena tahun 1987 Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila sudah mulai merintis dan menggalakkan bantuan untuk pembangunan masjid di seluruh Indonesia. Mbak Tutut sudah mulai memakai kerudung & dianggap sebagai simbol kebangkitan dunia Islam.

Pencetakan uang dilakukan di Jerman & Israel (pemenang tender adalah Australia). Disisi lain AS & sekutunya mulai melakukan konspirasi untuk merusak stabilitas Ekonomi Internasional.

Maret 1997, secara bertahap IDR (Indonesia Rupiah) sudah mulai masuk ke Indonesia (masih berstatus atas nama Amanah yang ditempatkan di luar gudang BI). Baru sekitar 9% IDR tsb yang diregristasi oleh BI, terjadilah “krisis moneter” karena George Soros melakukan transaksi “pembelian Rupiah” secara besar-besaran yang dibayar dengan US Dollar. IDR dicetak dalam cetakan uang plastik pecahan Rp100.000,- tahun cetakan 1997.

Catatan: Pak Harto berencana dalam periode tahun 1998–2003, Try Sutrisno menjabat sebagai Wakil Presiden. Tahun 2000 Pak Harto membuat pondasi sebagai landasan kuat dalam pembangunan tinggal landas untuk take off menuju adil & makmur. Tahun 2002, Pak Harto berencana untuk mengundurkan diri dan dilanjutkan oleh wakilnya Try Sutrisno sebagai presiden.

Amerika semakin gencar melakukan konspirasi, sadar atau tidak sadar banyak unsur masyarakat yang sudah masuk dalam tipu daya dan skenario AS.

Dari sejarah yang bisa dipertanggungjawabkan ini, kita perlu memikirkan kembali bentuk Negara Indonesia. Tetap sebagai Republik dalam makna Masyarakat Persemakmuran diantara Kesultanan-kesultanan Nusantara. Sebab Montesque, filsuf kenegaraan yang sangat terkenal itu mengatakan, negara yang relatif damai adalah Monarchi Konstitusional.

Lalu siapakah Soekarno itu sesungguhnya?

(dari berbagai sumber hasil investigasi terpercaya)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun