Saat manusia menginggalkan dunia ini (mati), menghadap Tuhan, sesuai agama dan kepercayaan masing-masing, maka saat di alam kubur, manusia juga akan kembali menggunakan bahasanya untuk berkomunikasi dengan Tuhan terhadap apa yang telah diperebuatnya di dunia. Ada amal baik dan perbuatan tidak baik yang ditimbang, juga menggunakan komunikasi dengan bahasa.
Dengan demikian, harus selalu kita sadari bahwa komunikasi adalah hajat dan kehidupan manusia. Manusia mengawali hidup di dunia dengan komunikasi bahasa (bayi lahir menangis atau tidak menangis). Menjalani kehidupan dengan komunikasi bahasa. Mengakhiri kehidupan di dunia dengan komunikasi bahasa. Di alam kubur pun tetap ada komunikasi bahasa.
Jadi, selalu bersyukurlah menjadi manusia yang sejak lahir sampai mati nanti, tetap dapat menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi secara normal karena beragama, berbudi, dan berbudaya. Lebih bersyukur lagi, bila menjadi manusia yang normal, tidak bisu-tuli. Maka, gunakanlah kenormalan itu untuk berkomunikasi dengan bahasa manusia yang penuh sopan-santun dan etika, dalam komunikasi di berbagai ruang. Yang bisu dan tuli saja ingin diberikan kenormalan agar dapat berbicara dan mendengar. Tetapi mengapa yang dapat berbicara dan mampu mendengar, malah banyak yang pura-pura bisu dan tuli? Tidak bertanggung jawab, pura-pura tidak membaca informasi, pura-pura tidak tahu, tetapi langsung tidak bisu dan tuli saat ada hal yang menguntungkan dirinya sendiri.