Seharusnya mengemuka bahasa menyejukkan tatkala gagal membawa Timnas menang, tetapi malah memunculkan diksi realistis dan planet lain untuk mendeskripsikan keberadaan Timnas Senior Indonesia dari Simon McMenemy.
Atas dua pernyataan tersebut wajib kita telusuri kedalaman maknanya, mengingat masih ada waktu satu bulan ke depan, untuk PSSI menyiapkan Timnas senior dalam lanjutan Kualifikasi Piala Dunia (KPD) 2022 laga ketiga saat dijamu tim kuat Uni Emrat Arab (UEA) pada 10 Oktober 2019.Â
Kira-kira apa yang akan dilakukan organisasi sepak bola Indonesia bernama PSSI dalam menebus kegagalan di dua laga awal yang juga dibumbui rusuh suporter?Â
Harus diakui bahwa penampilan Timnas Senior yang digadang-gadang dapat menembus babak selanjutnya di KPD, sangat jauh di bawah ekspetasi publik sepak bola nasional dalam dua laga awal.Â
Bukannya rendah hati, bijak dan mengakui kelemahan bahkan boleh saja langsung menyatakan mundur dari jabatan pelatih, Simon McMenemy malah selalu hanya berargumentasi membela diri dan membela pemainnya dan tersiar di berbagai media.Â
Sikap Simon, yang demikian justru semakin membuat publik sepak bola  nasional antipati. Sepanjang catatan saya, sikap pelatih Asing sebelumnya, yang pernah dipercaya menukangi Timnas, tidak ada yang gemar membela diri.Â
Bagaimanapun, publik sepak bola nasional adalah saksi dari perjalanan Timnas dari era ke era. Karenanya, setiap indivudu suporter setia Timnas, bila ditanya pemain mana yang layak masuk skuat Timnas, lalu komposisi pemain mana yang pas untuk diturunkan dalam laga, bisa jadi akan lebih jeli daripada pelatih Timnas sendiri.Â
Dalam kasus dua kekalahan dari Malaysia dan Thailand di kandang sendiri, publik sepak bola nasional tentu sangat dapat menjelaskan kira-kira letak kesalahannya di mana.Â
Jadi, bila pelatih mencoba berargumentasi, percuma, karena laga ditonton dengan kasat mata dan semua pecinta sepak bola nasional dapat menilainya.Â
Lebih lucu lagi, Simon malah minta publik sepak bola nasional realistis. Apa maksudnya coba? Kata realistis yang dimaksud Simon jelas bermakna, Timnas Indonesia memang masih jauh dari level untuk Piala Dunia. Ini apa maksudnya?
 Dipercaya menjadi pelatih Timnas Indonesia untuk dapat meloloskan Indonesia, malah mengecilkan Timnas Indonesia. Apa sebetulnya visi misi Simon bersedia memegang jabatan sebagai pelatih Timnas Indonesia yang sangat diharapkan dapat merengkuh prestasi.Â
Yang pasti, sikap tak legowo, selalu membela diri, bahkan meminta rakyat Indonesia realistis dan seolah meminta rakyat Indonesia jangan bermimpi lolos ke Piala Dunia serta menegaskan bahwa Indonesia berada di planet yang berbeda, sungguh bukan karakter yang dibutuhkan bangsa Indonesia.Â
Sepak bola dan organisasi PSSI lahir karena persatuan demi mengusir penjajah. Saat itu penjajah dapat diusir dengan bambu runcing plus persatuan dan kesatuan, padahal lawan sudah dengan senjata.Â
Apakah lolos Piala Dunia dengan bambu runcing yang dapat dimaknai semangat juang dianggap mimpi disiang bolong? Apakah Indonesia dapat merdeka juga bukan berada di planet yang sama dengan penjajah.Â
Ungkapan realiatis (jangan bermimpi) dan planet (seolah Indonesia belum level) dari Simon, sungguh telah menciderai suporter sepak bola nasional. Bila demikian apa sikap dan tindakan PSSI?Â
Siapa yang harus realiatis dan siapa yang menempatkan Timnas Indonesia di planet lain? Ini sih namanya lempar batu sembunyi tangan.
Apa kurang pemain di seluruh Liga Indonesia yang bertalenta? Mengapa Simon dan pembantunya memilih skuat yang kini diasuhnya dan harus membuat rakyat Indonesia kecewa karena tangannya?
Sudahlah Simon, berhenti berdalih!