Mohon tunggu...
Siwi W. Hadiprajitno
Siwi W. Hadiprajitno Mohon Tunggu... Pewarta Penjaga Heritage Nusantara.

Energy can neither be created nor destroyed; rather, it can only be transformed or transferred from one form to another.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Kartini di Hati

21 April 2016   04:42 Diperbarui: 23 April 2019   11:46 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saat Kartini bersama murid-muridnya

Aku mencintaimu, Kartini

Bukan hanya hari ini saja

Bukan hanya saat kukenakan kebaya

Bukan hanya beberapa detik setelah kubaca buku biografi tentangmu yang kuhapal fotonya di kepala: pohon bunga kantil di halaman kabupaten Jepara

Bukan hanya saat mulutku ternganga mendengarkan cerita Eyang Buyut di usia sangat lanjutnya saat beliau sebagai rakyat jelata menyongsongmu dalam iringan kereta kuda

Aku mencintaimu, Kartini

Seperti cintaku pada Ratu Shima dari Kalingga yang terkenal dengan keadilannya

Seperti cintaku pada Ratu Kalinyamat dan perlawanannya kepada Portugis saat mengirimkan armada laut ke Malaka

Aku mencintai seorang perempuan yang hanya sempat hidup selama 25 tahun sejak 1879 di bumi Indonesia

Aku mencintai goresan lukisanmu yang hanya kukenal lewat buku-buku yang kubaca

Aku mencintai seni ukir macan kurung Jepara yang dipahat dari kayu utuh dan kau lantangkan ke dunia luar Indonesia sana

Kau tahu, Kartini

Terngiang di kepalaku kau berkata lembut seperti umumnya priyayi Jawa kepada seorang ulama,

“Bapa,
mbok menawi mboten ndadosaken repoting Bapa,
punapa Bapa kersa nulung kawula?”

Pintamu, Kartini:
Sebuah kitab suci adalah untuk dimengerti.
Terjemahkan ia ke bahasa yang kupahami
Karena cahaya Al Fatihah telah merasuk di hati

Indonesia terjajah Belanda tiga abad lamanya
Tak boleh ada terjemahan Al Qur’an Kitab yang Suci
Sang Ulama lalu menuliskan ayat-ayat Al Qur’an dalam tulisan Arab tanpa harakat dalam bahasa Jawa yang sejak lama kau mengerti
Untukmu, Kartini

Minadz dzulumaati ila annuur
Dari kegelapan menuju Cahaya
Habis gelap, terbitlah terang.
Bukankah itu sangat sangat manis?

Maka kubacakan lagi kini kepadamu:

Kanthi nyebat asma Allah Ingkang Maha Mirah tur Ingkang Maha Asih.
Sedanten puji punika kagunganipun Allah ingkang mangerani alam saisinipun
Ingkang Maha Mirah lan ugi Ingkang Maha Asih
Ingkang nggadhahi ing dinten agami
Namung dumateng Paduka kawula manembah, lan namung dumateng Paduka kawula nyuwun pitulungan
Dhuh Allah, mugi nedhahaken margi ingkang leres dumateng kawula
(Inggih punika) marginipun para tiyang ingkang Paduka sami paringi nikmat sanes marginipun tiyang ingkang Panjenengan paringi bendu lan tiyang ingkang sami kesasar.

Hasanudin
1.32 WIB
10 Maret 2016

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun