Mohon tunggu...
Siti Roikhanah
Siti Roikhanah Mohon Tunggu... Mahasiswi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

NIM 24107030126

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur

Dalam Diam Dapur Bekerja, Tempe Menyimpan cerita

12 Juni 2025   04:23 Diperbarui: 12 Juni 2025   03:32 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Andre (kiri) dan Karyawannya (Sumber : Dokumentasi Pribadi

Tempe dari Dapur Andre: Merintis Rasa, Merawat Warisan dari Pekalongan

Di sebuah sudut Blawong 2, Trimulyo, Jetis, Bantul, aroma khas kedelai rebus tercium dari sebuah rumah sederhana. Bukan pabrik, bukan pula dapur restoran, melainkan tempat produksi tempe rumahan milik seorang pemuda bernama Andre. Usianya baru 27 tahun, tapi tangannya sudah luwes meracik resep kesabaran, ketekunan, dan warisan ilmu dari kota tempe: Pekalongan.

"Tempe itu makanan rakyat, tapi bikinannya enggak bisa sembarangan," kata Andre sambil tersenyum. Namanya lengkapnya Andriansyah, asal Turi, Jetis, Bantul. Sejak tahun 2018, ia memutuskan untuk mandiri, membuka usaha produksi tempe sendiri. Usaha ini lahir dari pengalaman empat tahun bekerja sebagai karyawan di tempat produksi tempe milik seorang pengusaha asal Pekalongan.

Bukan cuma ikut-ikutan, Andre menyerap ilmu dengan penuh rasa ingin tahu. Ia belajar bahwa pembuatan tempe bukan sekadar mencampur kedelai dengan ragi. Ada teknik, ada filosofi, bahkan ada pertarungan kecil antara waktu, cuaca, dan naluri perajin.

Warisan Teknik dari Pekalongan

Di dunia tempe, setiap pembuat punya "mazhab" masing-masing. Ada yang membuang seluruh kulit kedelai, ada yang menyisakan sebagian, dan ada pula yang dibiarkan utuh. Andre memilih jalur Pekalongan yaitu kedelai harus bersih, kulit dibuang total.

"Kalau kulitnya dibersihin, rasanya lebih bersih juga," jelasnya. Teknik ini memang memakan waktu lebih lama, tapi hasil akhirnya menurut Andre jauh lebih halus, tidak asam, dan punya tekstur yang enak saat digoreng.
Ia mulai dari skala kecil. Awalnya hanya 3 kilogram kedelai per hari. Pagi dini hari dimulai dengan merendam, lalu merebus, mengupas, hingga proses fermentasi. Tempe-tempe itu lalu dibungkus dan dijajakan di pasar. Harga satuannya bervariasi, dari Rp2.500 hingga Rp10.000 tergantung ukuran.

Tak butuh waktu lama, pelanggan pun mulai berdatangan. Rasa yang khas, tekstur yang lembut, dan konsistensi kualitas membuat tempe Andre punya penggemar sendiri. Produksi pun meningkat dua kali lipat.

Tantangan dari Alam dan Waktu

Hasil Tempe Super yang Diproduksi (Sumber : Dokumentasi Pribadi)
Hasil Tempe Super yang Diproduksi (Sumber : Dokumentasi Pribadi)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun