Pada masa itu, Zeno melakukan pengajaran dengan cara yang agak tak biasa, yaitu dengan duduk berbicara di teras pendopo yang terletak agak jauh dari keramaian pasar. Pendekatan pengajaran dan cara dia mendirikan akademinya ini yang kemudian memberikan nama pada aliran filsafat ini, yaitu stoikisme. Penggunaan istilah "stoik" lebih merujuk pada bundaran tiang penopang yang mendukung teras tempat Zeno mengadakan diskusi dan pengajaran.
Stoisisme berawal dari pandangan Socrates dan Plato, yang dimodifikasi oleh Zeno of Citium (sekitar 335--sekitar 263 SM) dan kemudian oleh Chrysippus (sekitar 280--206 SM). Stoisisme secara bertahap memperoleh pengaruh di Roma, terutama melalui Cicero (106--43 SM) dan kemudian melalui Seneca (4 SM--65 M). Patut dicatat, para pendukung utamanya mencakup seorang budak, Epiktetus (55--sekitar 135), dan seorang kaisar, Marcus Aurelius (121--180). Hal ini merupakan ilustrasi yang baik dari pesan Stoic bahwa yang penting adalah mengejar kebijaksanaan dan kebajikan, sebuah pencarian yang terbuka bagi semua manusia karena kemampuan akal budi mereka yang sama, terlepas dari keadaan eksternal kehidupan mereka.
Berikut merupakan fase utama Stoicism:
- Stoicism Fase Awal
Dipimpin oleh Zeno, Cleanthes, dan Chrysippus. Mereka meletakkan dasar-dasar filsafat Stoikisme, seperti logika, fisika, dan etika. - Stoicism Fase Menengah
Berkembang di Roma, filsafat ini mulai lebih praktis dan personal melalui karya-karya Cicero dan lainnya. - Stoicism Fase Akhir
Tokoh-tokoh utama seperti Epictetus, Seneca, dan Marcus Aurelius berfokus pada penerapan Stoikisme dalam kehidupan sehari-hari.
Etika Stoicism
Etika Stoicism memiliki tiga pilar ajaran utama, yaitu:
1. Etika
Stoicsm menekankan bahwa manusia harus hidup sesuai dengan alam (logos), yaitu prinsip rasional yang mengatur alam semesta. Ini berarti bertindak berdasarkan kebajikan (virtue) dan kebijaksanaan (wisdom).
Empat kebajikan utama dalam Stoicism:
- Kebijaksanaan (Wisdom): Kemampuan untuk membedakan yang benar dan yang salah.
- Keberanian (Courage): Keteguhan hati dalam menghadapi tantangan.
- Pengendalian diri (Temperance): Mengendalikan keinginan dan hawa nafsu.
- Keadilan (Justice): Bertindak dengan adil terhadap orang lain.
2. Fisika
Fisika Stoicism lebih bersifat metafisik dan bertujuan untuk memahami alam semesta. Stoicism percaya bahwa alam semesta diatur oleh logos, yaitu prinsip rasional yang bersifat ilahi. Pandangan ini mendorong manusia untuk hidup selaras dengan hukum alam dan menerima segala sesuatu yang terjadi sebagai bagian dari takdir.