Teori perkembangan moral Kohlberg merupakan sebuah teori perkembangan moral komprehensif yang didasarkan pada teori penilaian moral anak-anak Jean Piaget (1932) dan dikembangkan oleh Lawrence Kohlberg pada tahun 1958. Bersifat kognitif, teori Kohlberg berfokus pada proses berpikir yang terjadi ketika seseorang memutuskan apakah suatu perilaku benar atau salah. Dengan demikian, penekanan teoritisnya adalah pada bagaimana seseorang memutuskan untuk merespons dilema moral, bukan pada apa yang diputuskan atau apa yang sebenarnya dilakukan.
Teori perkembangan moral Kohlberg menguraikan bagaimana individu berkembang melalui enam tahap penalaran moral, dikelompokkan menjadi tiga tingkat: prakonvensional, konvensional, dan pascakonvensional.
Tahap 1: Orientasi Kepatuhan dan Hukuman (menghindari hukuman). Misal, seorang anak tidak mengambil kue karena takut dimarahi orang tuanya.
Tahap 2: Orientasi Kepentingan Pribadi (keuntungan pribadi). Misal, seorang anak membantu merapikan mainan karena ia mengharapkan hadiah setelahnya.
Level 2. Conventional (Masa Remaja dan Dewasa)
Tahap 3: Kesepakatan dan Konformitas Interpersonal (memenuhi harapan sosial). Misal, seorang remaja setuju untuk menjadi sukarelawan karena teman-temannya memandang kegiatan sukarela secara positif.
Tahap 4: Otoritas dan Menjaga Ketertiban Sosial (mematuhi hukum dan menjaga ketertiban sosial). Misal, seorang dewasa memutuskan untuk tidak mengebut karena penting untuk mematuhi peraturan lalu lintas demi keselamatan.
Level 3. Postconventional Level (Penalaran Moral Tingkat Lanjut)
Tahap 5: Kontrak Sosial dan Hak Individu (kesepakatan sosial dan memprioritaskan kehidupan manusia). Misal, seorang warga negara berpartisipasi dalam demo damai untuk memperjuangkan hak asasi manusia, meskipun ada potensi konsekuensi hukum.
Tahap 6: Prinsip Etika Universal (prinsip etika universal -- keadilan, hak asasi manusia). Misal, seorang whistleblower mengungkap korupsi di perusahaannya, menyadari bahwa kebaikan yang lebih besar lebih penting daripada risiko pribadi.
5. Bentham
Jeremy Bentham (1748--1832) merupakan salah satu tokoh paling berpengaruh dalam sejarah pemikiran hukum dan filsafat moral modern. Bentham dikenal luas sebagai pelopor utama dari teori utilitarianisme. Teori utilitarianisme juga merupakan teori etika normatif yang menilai tindakan berdasarkan kemampuan mereka untuk mendatangkan kebahagiaan atau mengurangi penderitaan. Prinsip dasar dari utilitarianisme adalah prinsip kebahagiaan atau prinsip utilitas. Bentham menyatakan bahwa semua tindakan manusia didorong oleh dua motif utama: mencari kebahagiaan dan menghindari penderitaan.
Dalam karya utamanya, An Introduction to the Principles of Morals and Legislation (1789), Bentham bahkan mengembangkan sebuah metode yang dikenal sebagai kalkulus hedonistik (hedonic calculus) untuk menghitung intensitas, durasi, kepastian, dan luasan dampak kebahagiaan atau penderitaan yang ditimbulkan oleh suatu tindakan atau kebijakan hukum. Kalkulus ini terdiri dari tujuh kriteria, yaitu:
1. Intensitas : Seberapa kuat kesenangan atau penderitaan yang dihasilkan.
2. Durasi : Berapa lama kesenangan atau penderitaan tersebut berlangsung.
3. Kepastian atau ketidakpastian : Seberapa mungkin kesenangan atau penderitaan itu terjadi.
4. Kedekatan atau keterjauhan : Seberapa cepat kesenangan atau penderitaan itu akan terjadi.
5. Kesuburan : Kemampuan kesenangan untuk menghasilkan lebih banyak kesenangan di masa depan.
6. Kemurnian : Kemungkinan kesenangan tersebut tidak diikuti oleh penderitaan.
7. Jangkauan : Jumlah orang yang terpengaruh oleh kesenangan atau penderitaan tersebut.
Hal - hal diatas adalah sedikit penjelasan terkait beberapa pilihan - pilihan praktik hidup yang dapat diambil. Lebih jelasanya mari kita berfokus pada pilihan tema tulisan kali ini yaitu Stoicism.
Apa itu Stoicsm atau Stoikisme?
Pengertian Stoicism sendiri merupakan sebuah pandangan hidup yang menekankan pentingnya ketenangan dan ketahanan dalam menghadapi berbagai tantangan hidup. Stoicism berfokus pada mengelola emosi dan memahami tentang apa yang dapat kita kendalikan dan apa yang tidak. Pandangan stoicism cukup relevan dalam kehidupan modern saat ini yang dipenuhi dengan tekanan dan ketidakpastian.
Kaum Stoa mendefinisikan tujuan hidup sebagai hidup selaras dengan kodrat. Manusia, tidak seperti makhluk lainnya, secara kodrat dibentuk untuk mengembangkan akal budi saat dewasa, yang mengubah pemahaman mereka tentang diri sendiri dan kebaikan sejati mereka. Kaum Stoa berpendapat bahwa kebajikan adalah satu-satunya kebaikan sejati, sehingga diperlukan dan kebajikan sama sekali tidak bergantung pada keberuntungan. Mereka juga percaya bahwa orang yang telah mencapai konsistensi sempurna dalam pengoperasian kemampuan rasionalnya, "orang bijak", sangat langka, namun berfungsi sebagai ideal preskriptif bagi semua orang.
Sejarah Singkat Stoicism atau Stoikisme
Stoikisme berasal dari bahasa Yunani "stoikos" atau stoa. Istilah ini merujuk pada Stoa Poikile, sebuah "sekolah filsafat" di Athena, Yunani, tempat Zeno, filsuf terkemuka dari Citium memberikan pengaruh besar bagi peradaban sekitar tahun 301 SM.