Mohon tunggu...
siti meysaroh
siti meysaroh Mohon Tunggu... pelajar

olahraga

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menelaah Peran Ketersediaan Air Bersih terhadap Kesehatan dan Keberlanjutan Ekosistem

12 Oktober 2025   18:07 Diperbarui: 12 Oktober 2025   17:26 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Air bersih merupakan kebutuhan pokok manusia yang mutlak diperlukan untuk hidup sehat dan produktif. Ketersediaan air bersih berhubungan langsung dengan kesehatan masyarakat, kualitas hidup, dan produktivitas ekonomi. Menurut World Health Organization (WHO), lebih dari 2 miliar orang di dunia tidak memiliki akses ke air minum yang aman, sehingga meningkatkan risiko penyakit menular. Kekurangan air bersih juga menyebabkan gangguan pertumbuhan pada anak-anak dan menurunkan kualitas pendidikan karena anak-anak sering menghabiskan waktu untuk mengambil air dari sumber jauh. Di Indonesia, akses terhadap air bersih masih menjadi masalah penting, terutama di wilayah terpencil dan perdesaan. Data Susenas mencatat bahwa 12,2% rumah tangga belum memiliki akses terhadap air minum layak. Kondisi ini menimbulkan urgensi untuk meneliti dampak ketersediaan air bersih terhadap kesehatan manusia dan keberlanjutan ekosistem.

Kekurangan akses air bersih di Indonesia juga meningkatkan prevalensi penyakit berbasis air seperti diare, kolera, dan hepatitis A. Laporan Kemenkes RI menunjukkan bahwa prevalensi diare di provinsi dengan akses air rendah seperti Nusa Tenggara Timur mencapai 13 per 1000 penduduk, sedangkan DKI Jakarta hanya 4 per 1000 penduduk. Kondisi ini menunjukkan adanya hubungan negatif antara ketersediaan air bersih dan angka kejadian penyakit. Selain itu, terbatasnya akses air bersih menyebabkan masyarakat menggunakan sumber air yang tidak aman, sehingga risiko infeksi meningkat. Faktor sanitasi rumah tangga, kepadatan penduduk, dan praktik perilaku hidup bersih juga berperan dalam meningkatkan kerentanan terhadap penyakit. Dengan demikian, pemahaman tentang hubungan air bersih dan kesehatan masyarakat sangat penting untuk perencanaan kebijakan kesehatan public.

Selain berdampak pada kesehatan manusia, kualitas dan ketersediaan air juga memengaruhi ekosistem perairan. Pencemaran air akibat limbah domestik, pertanian, atau industri dapat menurunkan kualitas habitat dan mengancam keberlangsungan spesies akuatik. Perubahan iklim dan penggunaan air berlebihan memperburuk kesenjangan pasokan air global dan memengaruhi kesehatan ekosistem. Degradasi kualitas air memengaruhi jumlah dan jenis organisme yang hidup, serta mengganggu rantai makanan akuatik. Hal ini berdampak pada mata pencaharian masyarakat yang bergantung pada perikanan. Oleh karena itu, menjaga ketersediaan air bersih adalah salah satu strategi untuk memastikan keseimbangan ekosistem perairan.

Di Indonesia, pertumbuhan penduduk dan urbanisasi meningkatkan permintaan air bersih. Ketersediaan air yang terbatas, jika tidak diimbangi dengan pengelolaan yang efektif, dapat menimbulkan konflik penggunaan air antara sektor rumah tangga, pertanian, dan industri. Ketidakseimbangan pasokan dan permintaan air dapat memperburuk kesehatan ekosistem dan meningkatkan risiko sosial. Selain itu, perubahan iklim menambah kompleksitas masalah ini karena berdampak pada ketersediaan air hujan dan kualitas sumber air alami. Upaya mitigasi dan adaptasi terhadap tekanan tersebut menjadi sangat penting untuk menjaga kesehatan masyarakat dan keberlanjutan ekosistem. Akses air bersih juga berkaitan dengan pendidikan dan kesetaraan gender. Anak-anak, terutama perempuan, sering menghabiskan waktu lama untuk mengambil air, sehingga mengurangi waktu belajar dan meningkatkan risiko putus sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa masalah air bersih tidak hanya bersifat kesehatan, tetapi juga pembangunan sosial-ekonomi. Pendidikan yang terganggu berdampak jangka panjang pada produktivitas dan kesejahteraan keluarga. Oleh karena itu, intervensi peningkatan akses air bersih dapat memberikan manfaat multipel bagi Masyarakat.

Selain faktor sosial dan kesehatan, air bersih juga berperan dalam mitigasi penyakit menular. Akses air bersih memungkinkan praktik sanitasi yang baik, mengurangi risiko wabah, dan memperkuat ketahanan masyarakat terhadap dampak perubahan lingkungan. Ketersediaan air yang cukup di sekolah, rumah sakit, dan fasilitas publik menjadi komponen penting dalam menjaga kesehatan masyarakat. Hal ini menegaskan bahwa air bersih bukan sekadar kebutuhan domestik, tetapi juga infrastruktur kesehatan publik yang strategis.

Data empiris menunjukkan bahwa daerah dengan akses air rendah memiliki beban penyakit lebih tinggi dan ekosistem perairan yang terdegradasi. Studi LIPI (2021) di Nusa Tenggara Timur menemukan tingginya kadar bakteri E. coli di sumber air lokal, yang berdampak pada kesehatan masyarakat dan menurunnya keanekaragaman biota perairan. Temuan ini menunjukkan hubungan langsung antara kualitas air, kesehatan manusia, dan keberlanjutan ekosistem.

Permasalahan air bersih di Indonesia juga dipengaruhi oleh lemahnya pengelolaan sumber daya air. Infrastruktur distribusi air yang tidak merata, kurangnya pemeliharaan, dan minimnya edukasi masyarakat mengenai sanitasi menyebabkan risiko kesehatan tetap tinggi. Integrasi antara kebijakan pemerintah, partisipasi masyarakat, dan pemantauan kualitas air menjadi kunci untuk mengatasi masalah ini. Strategi pengelolaan air yang efektif harus mempertimbangkan aspek teknis, sosial, dan lingkungan secara terpadu.

Dalam konteks perubahan iklim, tekanan terhadap sumber daya air akan semakin meningkat. Kekeringan, banjir, dan fluktuasi kualitas air menjadi ancaman bagi kesehatan dan ekosistem. Oleh karena itu, penelitian mengenai ketersediaan air bersih dan dampaknya menjadi penting untuk menyusun kebijakan adaptif dan mitigatif. Data historis dan studi kasus lokal dapat menjadi dasar bagi keputusan manajemen air yang lebih efektif.

Dengan latar belakang tersebut, penelitian ini bertujuan untuk menelaah peran ketersediaan air bersih terhadap kesehatan manusia dan keberlanjutan ekosistem di Indonesia. Fokus penelitian ini adalah menghubungkan data empiris tentang akses air bersih, prevalensi penyakit berbasis air, dan indikator ekosistem perairan. Kajian ini diharapkan menjadi dasar bagi strategi pengelolaan air yang lebih efektif, berkelanjutan, dan mampu meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

Air adalah komponen yang sangat vital yang mendukung kehidupan semua makhluk di planet ini. Fungsinya tidak hanya sebagai kebutuhan mendasar bagi manusia, namun juga sebagai pendorong utama dalam berbagai proses ekologis dan biologis yang menjaga keseimbangan lingkungan. Dalam hal ini, mutu air menjadi elemen yang sangat penting untuk kelangsungan hidup. Pengurangan kualitas air akibat pencemaran, terutama yang disebabkan oleh logam berat, telah menjadi masalah serius dalam berbagai studi lingkungan. Logam berat seperti besi, mangan, tembaga, seng, dan merkuri sering kali terdapat dalam sedimen sungai dan dapat menimbulkan dampak berbahaya bagi organisme air dan kesehatan manusia. Penumpukan logam berat di sedimen menunjukkan adanya tekanan dari aktivitas manusia yang intensif, seperti industri, penggalian, pertanian, dan pembuangan limbah rumah tangga.

Secara teori, sedimen bertindak sebagai media penyimpan dan pengingat jejak kontaminan yang masuk ke sistem perairan. Kemampuan sedimen untuk menyerap dan menyimpan partikel logam berat dalam jangka waktu yang panjang menjadikannya sebagai indikator pencemaran yang lebih representatif dibandingkan air yang ada di atasnya. Pendekatan ini telah terbukti efektif dalam menggambarkan tingkat pencemaran serta sumber kontaminasi. Penelitian menunjukkan bahwa kadar logam berat dalam sedimen sering kali melebihi ambang batas yang ditetapkan oleh regulasi pemerintah, sehingga sangat penting untuk menerapkan strategi pengelolaan yang tepat guna mengurangi dampaknya pada ekosistem perairan.

Selain metode kimia biasa, teknik magnetik telah menjadi salah satu metode yang berkembang pesat dalam studi pencemaran lingkungan. Pengukuran sifat magnetik sedimen dapat memberikan informasi mengenai keberadaan mineral magnetik yang berkaitan dengan logam berat. Suseptibilitas magnetik yang tinggi sering kali berhubungan dengan meningkatnya aktivitas manusia di sekitar aliran sungai, seperti pembuangan limbah industri atau kegiatan penambangan. Bukti dari berbagai penelitian menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara nilai suseptibilitas magnetik dan kadar logam berat, sehingga metode ini dianggap cepat, efisien, dan tidak merusak sampel.

Pendekatan lain yang digunakan untuk menilai tingkat pencemaran adalah indeks geoakumulasi. Indeks ini memungkinkan peneliti untuk mengkategorikan tingkat kontaminasi dari rendah sampai sangat tinggi berdasarkan konsentrasi logam berat dalam sedimen. Penerapan indeks ini memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai seberapa besar pengaruh aktivitas manusia terhadap kondisi lingkungan perairan. Temuan dari berbagai studi di Indonesia menunjukkan bahwa pencemaran logam berat pada sedimen sungai sering berkaitan erat dengan penggunaan lahan di sekitarnya, seperti area industri, daerah pertanian intensif, dan permukiman yang padat.

Berdasarkan teori yang telah dijelaskan dan pembuktian empiris yang ada, penelitian mengenai hubungan antara aktivitas manusia, konsentrasi logam berat dalam sedimen, serta penerapan metode magnetik dan indeks geoakumulasi sangatlah penting untuk dijalankan. Pemahaman yang lebih dalam mengenai dinamika pencemaran ini diharapkan dapat mendukung pembuatan strategi pengelolaan sumber daya air yang berkelanjutan.

Jika dikaitkan dengan hipotesis penelitian, dapat dikemukakan bahwa peningkatan aktivitas manusia di sekitar aliran sungai berpengaruh signifikan terhadap meningkatnya konsentrasi logam berat dalam sedimen, yang dapat terdeteksi melalui perubahan dalam sifat magnetik dan nilai indeks geoakumulasi sedimen tersebut.

Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif dengan tujuan utama untuk menganalisis kandungan logam berat pada sedimen sungai sebagai indikator tingkat pencemaran perairan, sekaligus menilai peran ketersediaan air bersih terhadap kesehatan dan keberlanjutan ekosistem di Kalimantan Selatan. Penelitian dilaksanakan di sepanjang aliran Sungai Martapura, yang dipilih karena sungai ini berperan penting dalam kehidupan masyarakat sekitar sekaligus menjadi lokasi potensial terjadinya pencemaran akibat aktivitas antropogenik seperti industri, permukiman, pertanian, dan pertambangan. Pengambilan sampel dilakukan selama periode Mei hingga Juli 2025, mencakup beberapa titik strategis dengan karakteristik aktivitas yang berbeda guna memperoleh data yang representatif.

Sampel sedimen diambil secara langsung dari dasar sungai menggunakan alat pengambil sedimen tipe Ekman grab sampler pada tiga kedalaman berbeda di setiap lokasi. Langkah ini dilakukan untuk memastikan variasi vertikal sedimen dapat terwakili dengan baik. Sampel yang telah dikumpulkan kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu sekitar 105 C hingga kadar airnya hilang secara merata. Setelah proses pengeringan, sedimen digerus menggunakan mortar dan pestle hingga menjadi serbuk halus dan homogen, lalu disaring untuk memisahkan partikel yang tidak diinginkan. Proses persiapan ini bertujuan agar hasil analisis laboratorium lebih akurat dan konsisten.

Analisis kandungan logam berat dilakukan menggunakan instrumen spektrofotometer serapan atom (AAS), yang dikenal memiliki sensitivitas tinggi dalam mendeteksi unsur logam seperti besi (Fe), mangan (Mn), tembaga (Cu), seng (Zn), dan merkuri (Hg). Pengukuran dilakukan dengan mengacu pada standar baku mutu sedimen yang telah ditetapkan oleh pemerintah Indonesia. Selain analisis kimiawi, penelitian ini juga memanfaatkan metode magnetik untuk mendeteksi keberadaan mineral magnetik yang sering berkorelasi dengan aktivitas antropogenik. Pengukuran parameter seperti kerentanan magnetik volume dan massa dilakukan secara in situ dengan alat magnetometer portabel. Metode magnetik dipilih karena bersifat cepat, efisien, serta tidak merusak sampel, sehingga dapat memberikan gambaran awal mengenai tingkat pencemaran sedimen.

Variabel dalam penelitian ini didefinisikan secara operasional agar analisis lebih terarah. Sedimen sungai dipahami sebagai material padat hasil proses alami dan antropogenik yang mengendap di dasar sungai. Kandungan logam berat merujuk pada jumlah logam yang terukur dalam satuan mg/kg sedimen, sedangkan tingkat pencemaran diinterpretasikan dari konsentrasi logam berat dibandingkan dengan standar baku mutu yang berlaku. Data hasil pengukuran dianalisis secara kuantitatif dengan menghitung konsentrasi rata-rata masing-masing logam berat di setiap lokasi. Untuk menilai tingkat pencemaran, hasil pengukuran dibandingkan dengan nilai ambang batas sesuai regulasi pemerintah. Selanjutnya, dilakukan perhitungan indeks geoakumulasi (Igeo) untuk mengklasifikasikan tingkat pencemaran sedimen dari kategori tidak tercemar hingga sangat tercemar.

Selain itu, analisis statistik deskriptif digunakan untuk menggambarkan pola distribusi kandungan logam berat pada berbagai lokasi pengambilan sampel. Uji korelasi juga dilakukan untuk mengetahui hubungan antara aktivitas manusia di sekitar sungai dengan konsentrasi logam berat dalam sedimen. Penggunaan kombinasi metode kimiawi, magnetik, dan statistik ini bertujuan untuk memberikan hasil yang lebih menyeluruh dan mendalam. Melalui pendekatan tersebut, penelitian ini diharapkan dapat mengungkap kondisi aktual pencemaran logam berat di Sungai Martapura, memberikan dasar ilmiah bagi pengelolaan kualitas air, serta mendukung upaya pelestarian ekosistem perairan dan kesehatan masyarakat di Kalimantan Selatan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan logam berat pada sedimen sungai bervariasi tergantung pada tingkat aktivitas antropogenik di sekitarnya. Lokasi dengan intensitas aktivitas manusia tinggi, seperti kawasan industri dan permukiman padat, menunjukkan konsentrasi logam berat yang lebih besar dibandingkan wilayah dengan tekanan antropogenik rendah. Unsur besi (Fe), mangan (Mn), dan tembaga (Cu) terdeteksi dalam jumlah dominan, sedangkan seng (Zn) dan merkuri (Hg) meskipun ditemukan dalam konsentrasi lebih rendah, tetap melampaui ambang batas yang direkomendasikan untuk lingkungan perairan.

Hasil ini sejalan dengan temuan Sudarningsih et al. (2021) yang menunjukkan bahwa peningkatan aktivitas industri dan rumah tangga berbanding lurus dengan akumulasi logam berat dalam sedimen sungai. Penelitian lain oleh Hidayat dan Sutopo (2022) juga melaporkan bahwa sedimen menjadi media yang lebih representatif dibandingkan kolom air dalam menggambarkan tingkat pencemaran karena kemampuannya menyimpan partikel logam berat dalam jangka panjang. Akumulasi ini tidak hanya mencerminkan kondisi pencemaran saat ini, tetapi juga riwayat kontaminasi yang terjadi di masa lalu.

Selain itu, hasil pengukuran sifat magnetik menunjukkan adanya korelasi positif antara nilai suseptibilitas magnetik sedimen dengan peningkatan konsentrasi logam berat. Fenomena ini memperkuat hasil penelitian Pratiwi dan Nugroho (2020) yang menyebutkan bahwa partikel magnetik sering berasosiasi dengan logam berat antropogenik dan dapat dijadikan indikator cepat dalam mendeteksi pencemaran. Dengan demikian, metode magnetik memiliki potensi besar sebagai alternatif pemantauan lingkungan yang efisien, cepat, dan tidak merusak sampel.

Dampak dari tingginya kandungan logam berat tidak hanya terbatas pada kualitas sedimen, tetapi juga berimplikasi pada kesehatan ekosistem dan manusia. Logam berat dapat mengalami remobilisasi dari sedimen ke kolom air, masuk ke dalam jaringan organisme akuatik, dan terakumulasi dalam rantai makanan. Kondisi ini berisiko menyebabkan gangguan kesehatan seperti kerusakan organ, gangguan saraf, dan efek toksik jangka panjang pada manusia (Wulandari & Sari, 2021). Oleh karena itu, sedimen bukan hanya indikator pasif, tetapi juga faktor aktif dalam dinamika pencemaran yang perlu mendapatkan perhatian dalam strategi pengelolaan air bersih.

Secara keseluruhan, hasil penelitian ini menguatkan konsep bahwa peningkatan aktivitas antropogenik secara signifikan memengaruhi distribusi logam berat dalam sedimen. Pendekatan analisis magnetik dan perhitungan indeks geoakumulasi menjadi alat penting dalam memahami tingkat pencemaran dan membantu merumuskan kebijakan pengelolaan sumber daya air yang lebih tepat sasaran. Temuan ini sekaligus mendukung pentingnya pengawasan aktivitas manusia dan penerapan teknologi pemantauan lingkungan sebagai langkah preventif dalam menjaga ketersediaan air bersih dan keberlanjutan ekosistem.

Penelitian ini menunjukkan bahwa aktivitas antropogenik memiliki pengaruh signifikan terhadap peningkatan kandungan logam berat pada sedimen perairan. Unsur logam seperti Fe, Mn, Cu, Zn, dan Hg ditemukan dalam konsentrasi yang bervariasi tergantung intensitas kegiatan manusia di sekitar sungai, di mana kawasan dengan aktivitas industri dan permukiman padat menunjukkan tingkat pencemaran yang lebih tinggi. Sedimen terbukti berperan penting sebagai media penyimpan partikel logam berat dan dapat memberikan gambaran historis mengenai kondisi pencemaran suatu perairan.

Selain itu, hasil pengukuran sifat magnetik sedimen menunjukkan korelasi positif dengan peningkatan kadar logam berat, sehingga metode magnetik dapat dijadikan alternatif yang cepat dan efisien untuk memantau tingkat pencemaran lingkungan. Temuan ini memperkuat hasil penelitian sebelumnya bahwa kontaminasi logam berat tidak hanya mengancam kesehatan organisme akuatik, tetapi juga dapat berdampak jangka panjang pada kesehatan manusia melalui bioakumulasi dalam rantai makanan.

Secara keseluruhan, penelitian ini menegaskan pentingnya pengawasan terhadap aktivitas manusia di sekitar perairan dan penerapan strategi pengelolaan lingkungan yang tepat. Upaya pengendalian pencemaran dan pemantauan kualitas sedimen menjadi langkah strategis dalam menjaga ketersediaan air bersih dan memastikan keberlanjutan ekosistem perairan di masa depan.

Oleh:

1. Amelia Dwi Yu Shinta

2. Siti Maysyaroh

REFERENSI

Arikesi, J. (2024). Penyuluhan tentang pentingnya air bersih dan standar air minum yang sehat. Jurnal Natural, 2(1).

Badan Pusat Statistik. (2022). Statistik akses air minum layak rumah tangga Indonesia. Badan Pusat Statistik.

Baggio, G., Wang-Erlandsson, L., Fetzer, I., Savenije, H. H. G., & Rockstrm, J. (2021). Freshwater availability status across countries for human and ecosystem needs. Science of The Total Environment. https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0048969721033015

Gutti, B., & Ibrahim, M. (2024). A brief look into water resources management and ecosystem health for water and food security. Journal of Environmental Review. https://www.researchgate.net/publication/386198229_A_Brief_Look_into_Water_Resources_Management_and_Ecosystem_Health_for_Water_and_Food_Security

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2023). Laporan nasional riset kesehatan dasar: Penyediaan air bersih dan sanitasi. Kementerian Kesehatan RI.

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. (2021). Studi kualitas air dan keanekaragaman hayati di Nusa Tenggara Timur. LIPI.

Li, Y., Yang, T., Zhou, Y., Ren, Y., & Qiu, B. (2024). Water--ecological health assessment considering water supply--demand balance and water supply security: A case study in Xinjiang. Remote Sensing, 16(20), 3834. https://www.mdpi.com/2072-4292/16/20/3834

Rosa, L., Chiarelli, D. D., Rulli, M. C., & D'Odorico, P. (2025). Global water gaps under future warming levels. Nature Communications. https://www.nature.com/articles/s41467-025-56517-2

World Health Organization. (2021). Drinking-water. https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/drinking-water

Firmansyah, A., & Lestari, D. (2022). Analisis kualitas air dan sedimen sebagai indikator pencemaran di perairan Sungai Barito. Jurnal Sains dan Teknologi Air Bersih, 4(2), 89--98.

Hidayat, T., & Sutopo, A. (2022). Distribusi logam berat pada sedimen sungai akibat aktivitas antropogenik di Kalimantan Selatan. Jurnal Ilmu Lingkungan, 20(3), 145--154.

Pratiwi, E. D., & Nugroho, H. (2020). Pengaruh aktivitas manusia terhadap kandungan logam berat dalam sedimen sungai. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan, 7(2), 67--76.

Rahma, S., & Hasanah, R. (2023). Studi hubungan antara aktivitas antropogenik dan peningkatan kandungan logam berat pada sedimen sungai. Jurnal Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan, 5(1), 40--52.

Sudarningsih, S., Rahmawati, D., & Yuliani, A. (2021). Analisis kandungan logam berat pada sedimen Sungai Martapura sebagai indikator pencemaran lingkungan perairan. Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan, 13(2), 85--94.

Wulandari, R., & Sari, A. P. (2021). Kajian pencemaran logam berat dan dampaknya terhadap ekosistem perairan. Jurnal Ekologi Tropika, 9(1), 23--32.

Yuliani, A., & Mulyani, N. (2021). Peran sedimen sebagai media akumulasi 

logam berat dan indikator pencemaran. Jurnal Teknologi Lingkungan Indonesia, 8(3), 110--120.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun