Selain metode kimia biasa, teknik magnetik telah menjadi salah satu metode yang berkembang pesat dalam studi pencemaran lingkungan. Pengukuran sifat magnetik sedimen dapat memberikan informasi mengenai keberadaan mineral magnetik yang berkaitan dengan logam berat. Suseptibilitas magnetik yang tinggi sering kali berhubungan dengan meningkatnya aktivitas manusia di sekitar aliran sungai, seperti pembuangan limbah industri atau kegiatan penambangan. Bukti dari berbagai penelitian menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara nilai suseptibilitas magnetik dan kadar logam berat, sehingga metode ini dianggap cepat, efisien, dan tidak merusak sampel.
Pendekatan lain yang digunakan untuk menilai tingkat pencemaran adalah indeks geoakumulasi. Indeks ini memungkinkan peneliti untuk mengkategorikan tingkat kontaminasi dari rendah sampai sangat tinggi berdasarkan konsentrasi logam berat dalam sedimen. Penerapan indeks ini memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai seberapa besar pengaruh aktivitas manusia terhadap kondisi lingkungan perairan. Temuan dari berbagai studi di Indonesia menunjukkan bahwa pencemaran logam berat pada sedimen sungai sering berkaitan erat dengan penggunaan lahan di sekitarnya, seperti area industri, daerah pertanian intensif, dan permukiman yang padat.
Berdasarkan teori yang telah dijelaskan dan pembuktian empiris yang ada, penelitian mengenai hubungan antara aktivitas manusia, konsentrasi logam berat dalam sedimen, serta penerapan metode magnetik dan indeks geoakumulasi sangatlah penting untuk dijalankan. Pemahaman yang lebih dalam mengenai dinamika pencemaran ini diharapkan dapat mendukung pembuatan strategi pengelolaan sumber daya air yang berkelanjutan.
Jika dikaitkan dengan hipotesis penelitian, dapat dikemukakan bahwa peningkatan aktivitas manusia di sekitar aliran sungai berpengaruh signifikan terhadap meningkatnya konsentrasi logam berat dalam sedimen, yang dapat terdeteksi melalui perubahan dalam sifat magnetik dan nilai indeks geoakumulasi sedimen tersebut.
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif dengan tujuan utama untuk menganalisis kandungan logam berat pada sedimen sungai sebagai indikator tingkat pencemaran perairan, sekaligus menilai peran ketersediaan air bersih terhadap kesehatan dan keberlanjutan ekosistem di Kalimantan Selatan. Penelitian dilaksanakan di sepanjang aliran Sungai Martapura, yang dipilih karena sungai ini berperan penting dalam kehidupan masyarakat sekitar sekaligus menjadi lokasi potensial terjadinya pencemaran akibat aktivitas antropogenik seperti industri, permukiman, pertanian, dan pertambangan. Pengambilan sampel dilakukan selama periode Mei hingga Juli 2025, mencakup beberapa titik strategis dengan karakteristik aktivitas yang berbeda guna memperoleh data yang representatif.
Sampel sedimen diambil secara langsung dari dasar sungai menggunakan alat pengambil sedimen tipe Ekman grab sampler pada tiga kedalaman berbeda di setiap lokasi. Langkah ini dilakukan untuk memastikan variasi vertikal sedimen dapat terwakili dengan baik. Sampel yang telah dikumpulkan kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu sekitar 105 C hingga kadar airnya hilang secara merata. Setelah proses pengeringan, sedimen digerus menggunakan mortar dan pestle hingga menjadi serbuk halus dan homogen, lalu disaring untuk memisahkan partikel yang tidak diinginkan. Proses persiapan ini bertujuan agar hasil analisis laboratorium lebih akurat dan konsisten.
Analisis kandungan logam berat dilakukan menggunakan instrumen spektrofotometer serapan atom (AAS), yang dikenal memiliki sensitivitas tinggi dalam mendeteksi unsur logam seperti besi (Fe), mangan (Mn), tembaga (Cu), seng (Zn), dan merkuri (Hg). Pengukuran dilakukan dengan mengacu pada standar baku mutu sedimen yang telah ditetapkan oleh pemerintah Indonesia. Selain analisis kimiawi, penelitian ini juga memanfaatkan metode magnetik untuk mendeteksi keberadaan mineral magnetik yang sering berkorelasi dengan aktivitas antropogenik. Pengukuran parameter seperti kerentanan magnetik volume dan massa dilakukan secara in situ dengan alat magnetometer portabel. Metode magnetik dipilih karena bersifat cepat, efisien, serta tidak merusak sampel, sehingga dapat memberikan gambaran awal mengenai tingkat pencemaran sedimen.
Variabel dalam penelitian ini didefinisikan secara operasional agar analisis lebih terarah. Sedimen sungai dipahami sebagai material padat hasil proses alami dan antropogenik yang mengendap di dasar sungai. Kandungan logam berat merujuk pada jumlah logam yang terukur dalam satuan mg/kg sedimen, sedangkan tingkat pencemaran diinterpretasikan dari konsentrasi logam berat dibandingkan dengan standar baku mutu yang berlaku. Data hasil pengukuran dianalisis secara kuantitatif dengan menghitung konsentrasi rata-rata masing-masing logam berat di setiap lokasi. Untuk menilai tingkat pencemaran, hasil pengukuran dibandingkan dengan nilai ambang batas sesuai regulasi pemerintah. Selanjutnya, dilakukan perhitungan indeks geoakumulasi (Igeo) untuk mengklasifikasikan tingkat pencemaran sedimen dari kategori tidak tercemar hingga sangat tercemar.
Selain itu, analisis statistik deskriptif digunakan untuk menggambarkan pola distribusi kandungan logam berat pada berbagai lokasi pengambilan sampel. Uji korelasi juga dilakukan untuk mengetahui hubungan antara aktivitas manusia di sekitar sungai dengan konsentrasi logam berat dalam sedimen. Penggunaan kombinasi metode kimiawi, magnetik, dan statistik ini bertujuan untuk memberikan hasil yang lebih menyeluruh dan mendalam. Melalui pendekatan tersebut, penelitian ini diharapkan dapat mengungkap kondisi aktual pencemaran logam berat di Sungai Martapura, memberikan dasar ilmiah bagi pengelolaan kualitas air, serta mendukung upaya pelestarian ekosistem perairan dan kesehatan masyarakat di Kalimantan Selatan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan logam berat pada sedimen sungai bervariasi tergantung pada tingkat aktivitas antropogenik di sekitarnya. Lokasi dengan intensitas aktivitas manusia tinggi, seperti kawasan industri dan permukiman padat, menunjukkan konsentrasi logam berat yang lebih besar dibandingkan wilayah dengan tekanan antropogenik rendah. Unsur besi (Fe), mangan (Mn), dan tembaga (Cu) terdeteksi dalam jumlah dominan, sedangkan seng (Zn) dan merkuri (Hg) meskipun ditemukan dalam konsentrasi lebih rendah, tetap melampaui ambang batas yang direkomendasikan untuk lingkungan perairan.
Hasil ini sejalan dengan temuan Sudarningsih et al. (2021) yang menunjukkan bahwa peningkatan aktivitas industri dan rumah tangga berbanding lurus dengan akumulasi logam berat dalam sedimen sungai. Penelitian lain oleh Hidayat dan Sutopo (2022) juga melaporkan bahwa sedimen menjadi media yang lebih representatif dibandingkan kolom air dalam menggambarkan tingkat pencemaran karena kemampuannya menyimpan partikel logam berat dalam jangka panjang. Akumulasi ini tidak hanya mencerminkan kondisi pencemaran saat ini, tetapi juga riwayat kontaminasi yang terjadi di masa lalu.