1 jam berlalu, sudah pukul 8 malam dan dia tak kunjung muncul. Aku masih berusaha berpikir positif. Dia pasti sibuk, yah benar sibuk dengan teman kencannya.
Aku sudah menghabiskan 3 gelas minuman berbeda. Perutku sudah kembung. Aku... hampir putus asa karena bosan aku membuka akun Instagram pribadiku, aku sedikit terkejut karena melihat Rio yang baru saja membuat snapgram beberapa menit yang lalu. Kenapa dia tidak mau membalas pesanku?
Hatiku berdenyut Ketika tahu bahwa isi snapgram Rio adalah dia yang sedang berkencan dengan Kirana di mall. Ah pantas saja, dia sedang sibuk dengan gadisnya. Apakah dayaku sekarang? Aku hanya membuang-buang waktu berada disini. Meskipun sudah sering mengalaminya setiap hari, kenapa rasanya sesakit ini? Apakah bertemu denganku sangat membuang waktu? Jadi seperti itukah?
Sudah pukul 11 malam, pemilik kafe sampai menyuruhnya agar pergi. Aku juga sampai mengacuhkan semua panggilan papah dan mamah untuk tetap menunggu Rio karena entah kenapa aku merasa jika mungkin saja ini pertemuan terakhirku dengannya. Bodoh memang, aku sampai segininya hanya untuk bertemu dengannya padahal dia sedang bersama gadisnya. Tapi tak apa, aku akan menganggap ini usaha terakhinya sebagai sahabatnya, bukan sebagai perempuan yang menyukainya.
Dan akhirnya aku sudah sampai pada batas kesabaranku. Aku sudah meyakinkan diriku, jika sampai nanti malam atau besok pagi Rio tidak membalas pesanku aku akan benar-benar berusaha melupakan semua perasaanku. Inilah yang terbaik, yah aku percaya jika memang inilah yang terbaik.
Papah dan mamah menatapku cemas ketika aku baru sampai rumah. Aku membalasnya dengan hanya sebuah senyum tipis. Aku tidak berkata apa-apa dan langsung menuju kamar. Pah, mah, maafkan aku karena telah mengacuhkan kalian. Aku hanya tidak mau membuat kalian khawatir melihatku berantakan.
Rio, sepertinya cinta sepihak juga ada masa kadaluarsanya.
Tinggal beberapa menit lagi waktu keberangkatanku. Salahkah aku masih berharap? Aku tersenyum nanar. Seketika berbagai memori bersama Rio berputar random dikepalaku. Saat kami masih SD sampai terakhir aku menghabiskan waktu dengannya. Apakah dia begitu mudahnya melupakan semua itu? Apakah semua itu tidak ada artinya sedikitpun untuknya? Aku bahkan belom mengungkapkan semuanya dan seolah-olah dia sudah menolakku. Aku hanya berharap setidaknya dia dating sebagai sahabatku, salah satu orang yang paling banyak menghabiskan waktu denganku.
Papah menepuk pundakku dan menggiringku untuk mengikutinya. Dia menatapku dengan senyum teduhnya.
 Perjuanganku telah berakhir sampai disini. Â