Mohon tunggu...
Siti Marfuah
Siti Marfuah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Perjuanganku

28 Juni 2022   10:38 Diperbarui: 28 Juni 2022   10:51 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pagi ini aku melihatnya lagi bersama seorang gadis. Dan yang jelas berbeda dari yang kemarin. Kemarin aku melihatnya dengan mahasiswi dari fakultas kedokteran sedangkan tadi kalau tidak salah dengan mahasiswi fakultas psikologi. Bukan hal yang aneh memang seorang Mario yang bergonta ganti teman kencan setiap harinya seperti berganti pakaian. Bahkan mungkin hampir semua mahasiswi di fakultasku pernah dikencaninya.

Jujur aku sudah lelah, lelah dengan semuanya. Lelah menjadi sahabat playboy itu, lelah selalu dicibir oleh para fansnya Rio yang iri padauk karena bisa dengan leluasa berdekatan dengannya, lelah dibully dan lelah dengan perasaanku sendiri

Kenapa aku harus menyukainya sih?

Dan ketika dia sedang bersama seorang gadis, lagi-lagi aku harus menyingkir. Benar-benar menyingkir sampai hilang dari pandangannya. Pernah suatu hari aku tak sengaja menghampiri Rio yang saat itu sedang bersama Kirana -- anak fakultas ekonomi, dan seperti yang sudah-sudah. Aku ribut dengan Kirana. Kami ribut yang benar-benar ribut, Kirana bahkan sampai sampai terluka lumayan parah. Yah aku memang mudah emosi, apalagi mantan anak Karate sepertiku tidak akan tanggung-tanggung saat memukul. Parahnya, Rio memarahiku habis-habisan, dia sampai mendiamiku berhari-hari padahal dia tau jelas jika aku tidak salah. Kirana yang memukulku duluan, aku hanya membela diriku dan Rio berpikir hanya karena Kirana terluka maka akulah yang salah.

Aku merasa jika persahabatan kami mulai merenggang. Dia akan menolak jika aku mengajaknya bertemu. Rio akan melengos jika kami tidak sengaja berpapasan di koridor kampus, apalagi jika dia sedang bersama salah satu gadisnya. Kami sudah tidak seperti dulu lagi, aku tidak tau lagi harus bagaimana menghadapi Rio. Sudah berkali-kali aku intropeksi diri dan aku merasa tidak melakukan apapun yang salah. Apa mungkin dia tau perasaanku? Atau ini hanya triknya saja agar bisa menjauhiku? Entahlah..... kepalaku rasanya mau pecah dengan banyaknya dugaan. Disatu sisi aku tidak mau kehilangan sahabat terbaikku, dan disisi lain aku tidak mau kehilangan cintaku. karena jujur saja aku mulai lelah, Rio sangat jauh untuk digapai. Percayalah, menyukai seseorang yang disukai banyak orang itu rasanya sulit sekali, apalagi adanya status sahabat diantara kami.

Namun kejadian kemarin lagi-lagi membuatku goyah, memang hubunganku dan Rio masih renggang. Kami bahkan sudah tidak pernah menghabiskan waktu bersama. Tapi aku sadar jika beberapa hari terakhir ini Rio terlihat aneh, Ketika kami tidak sengaja berpapasan dia sudah tidak melengos lagi, malah sekarang dia terang-terangan menatapku. Namun dengan tatapan yang bagaimana ya? Entahlah, tatapannya ketika menatapku terlihat sendu. Rio terlihat sedang ada masalah, namun ketika aku mendekat lagi-lagi dia menghindar. Aku harus bagaimana lagi? Baru saja harapan itu muncul, Rio sudah menghempaskannya lagi. Sebenci itukah Rio padaku? Hanya karena para gadisnya itu tidak menyukainya?

Aku tidak tahu ini kabar baik atau buruk, Papah dipindahkan tugas keluar negeri. Ini terlalu mendadak namun apa boleh buat? Mau tidak mau aku harus ikut dengan mereka kan? Hanya mereka yang kupunya sekarang. Aku tersenyum nanar menatap papah dan mamah yang tengah menatapku iba. Apakah ini jalan yang ditunjukkan padaku? Aku harus pergi sekaligus melupakan semuanya? Dan memulai semuanya dari awal? Melupakan perasaanku pada Rio begitu saja?

"Sayang, papah minta maaf." Papah membelai pipiku lembut. Tatapan teduhnya membuatku sadar jika dia adalah laki-laki nomor satu dihidupku, aku tidak akan jadi apa-apa tanpanya. Aku tersenyum lirih, mecoba terlihat baik-baik saja meskipun kuyakin semuanya terlihat palsu. Tapi aku akan berusaha, tidak mudah menerima semua ini begitu saja. Meninggalkan tempat yang menyimpan begitu banyak kenangan dan orang-orang terdekatku disini.

"Nanda ngga papa pah. Asal ada papah dan mamah, Nanda pasti ngga papa." Ujarku meyakinkan. Harusnya aku sadar sejak awal, Tuhan memberikan apa yang kita butuhkan bukan apa yang kita inginkan. Dan Rio, bukanlah sosok yang aku butuhkan saat ini. Tanpanya aku masih bisa menjalani hariku seperti biasa. Tapi tanpa kedua orang tuaku, aku tidak bisa mereka adalah hidupku. Mungkin bisa namun itu butuh waktu yang tidak sedikit.

"Makasih saying. Papah sudah mengurus semuanya termasuk kepindahanmu. Yah papah hanya berharap semoga semuanya berjalan dengan baik. Ah iya, apa kamu sudah memberi tahu Rio? Besok pagi sekali kita sudah harus sampai bandara." Aku termenung. Saking frustasinya aku sampai lupa memberitahunya. Aku tersenyum pedih mungkin saja dia tidak begitu perduli, lagipula akhir-akhir ini hubungan kami sudah sangat buruk. Dia bahkan tidak pernah mengabariku. Apa yang kuharapkan? Yah masih ada harapan sebenarnya, tatapan matanya Ketika menatapku akhir-akhir ini.

Aku mengirimi Rio pesan untuk bertemu di kafe tempat kami sering menghabiskan waktu. Kafe langganan kami sejak dulu. Aku tersenyum begitu Rio sudah membaca pesanku, namun setelah kutunggu selama beberapa menit dia tak kunjung membalas. Apakah dia sesibuk itu? Aku sengaja ingin memberitahunya langsung karena ingin melihat bagaimana reaksinya. Aku juga berniat memperbaiki hubungan kami, aku tidak mau pergi dengan keadaan kami yang seperti ini. Setidaknya meskipun tidak sering kami masih bisa berkirim kabar. Tapi apakah itu mungkin?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun