Oleh: Siti Fadhilatul Maula dan Syamsul Yakin
(Mahasiswa dan Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)
Psikologi dan dakwah adalah dua bidang ilmu yang saling berkaitan dalam memahami serta membimbing manusia. Dakwah bertujuan menyampaikan ajaran Islam agar manusia hidup sesuai dengan nilai-nilai agama, sementara psikologi mempelajari perilaku dan kondisi kejiwaan manusia. Oleh karena itu, psikologi dakwah hadir sebagai ilmu bantu dalam kegiatan dakwah, membantu da'i memahami kondisi psikologis mad'u agar pesan dakwah lebih efektif dan tepat sasaran.
Psikologi dakwah dapat digunakan oleh dua jenis pelaku dakwah:
1). Da'i yang Psikolog
Da'i yang psikolog adalah seseorang yang memiliki pemahaman mendalam tentang agama Islam, seperti akidah, ibadah, dan akhlak, kemudian menggunakan pendekatan psikologis dalam dakwahnya. Misalnya, seorang da'i berupaya mencari tahu, menganalisis penyebab, dan mencari solusi terhadap permasalahan dakwah yang dihadapi oleh seseorang, sebelum menyampaikan pesan Islam yang sesuai dengan kondisi mad'u.
2). Psikolog yang Suka Berdakwah
Psikolog yang suka berdakwah adalah seorang psikolog yang menangani keluhan pasien, seperti kecemasan berlebih, depresi, trauma, kecanduan, gangguan makan, serta kesulitan tidur, dengan pendekatan ajaran Islam. Dalam praktiknya, psikolog ini membantu pasien melalui tiga inti ajaran Islam, yaitu akidah, ibadah, dan akhlak, agar mereka dapat menemukan ketenangan dan solusi dalam kehidupan mereka.
Dengan demikian, da'i yang psikolog berdakwah menggunakan ilmu psikologi sebagai pendekatan, sementara psikolog yang suka berdakwah membantu pasien dengan menjadikan Islam sebagai ilmu bantu dalam terapi mereka.
Karena psikologi dakwah berlandaskan pada aktivitas dakwah, maka tujuan utama psikologi dakwah adalah memberikan pandangan tentang kemungkinan perubahan tingkah laku mad'u agar sesuai dengan ajaran Islam. Melalui pendekatan psikologi dakwah, mad'u tidak merasa dipaksa untuk mengikuti da'i, tetapi justru merasa bahwa mereka mengikuti kehendak mereka sendiri. Inilah pentingnya seorang da'i memahami psikologi, terutama karena objek dakwah dan psikologi sama, yakni manusia.
Psikologi dakwah dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari gejala-gejala kejiwaan manusia yang terlibat dalam proses dakwah. Contohnya, orang yang merasakan ketenangan setelah berzikir, orang yang menjadi lebih sabar setelah menjalani puasa, serta orang yang semakin bersyukur setelah membayar zakat.
Ketenangan, kesabaran, dan rasa syukur adalah kondisi psikologis mad'u yang dapat dipertahankan dan ditingkatkan melalui kegiatan dakwah. Mudahnya, psikologi dakwah memperhatikan perilaku individu---baik da'i maupun mad'u---dan berupaya memahami proses kesadaran yang menyebabkan perilaku tersebut.
Dengan memahami psikologi dakwah, seorang da'i dapat lebih mudah menyesuaikan metode dakwah dengan kondisi psikologis mad'u. Hal ini memungkinkan pesan dakwah disampaikan dengan cara yang lebih persuasif, menghindari pendekatan yang terlalu keras, serta menciptakan interaksi yang lebih efektif antara da'i dan mad'u. Pada akhirnya, dakwah yang didukung dengan pemahaman psikologi akan lebih berpeluang membawa perubahan positif dalam kehidupan seseorang, baik dalam aspek mental, emosional, maupun spiritual.