Disusun oleh :
Siti Agsha
Dosen Pengampu :
Sry Apfani M.Pd
Universitas Adzkia
Abstrak
Sebagian besar generasi muda menganggap Bahasa Indonesia terlalu baku dan kaku untuk digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Akibatnya, banyak yang lebih memilih bahasa asing atau bahasa campuran karena dianggap lebih ekspresif dan mengikuti tren. Padahal, Bahasa Indonesia memiliki fleksibilitas yang tinggi dan terus berkembang. Artikel ini mengulas tentang hakikat bahasa, pengertian fleksibilitas bahasa Indonesia, serta tantangan dan manfaat penggunaannya dalam era modern.
Pendahuluan
Seiring berkembangnya zaman dan kemajuan teknologi, gaya komunikasi pun ikut berubah. Media sosial, konten digital, hingga percakapan informal banyak menggunakan gaya bahasa yang santai dan adaptif. Sayangnya, di tengah perubahan itu, Bahasa Indonesia sering mendapat stigma sebagai bahasa yang terlalu baku dan ketinggalan zaman. Bahkan ada anggapan bahwa Bahasa Indonesia tidak bisa menampung ekspresi kekinian, dan lebih cocok digunakan di ruang-ruang formal seperti upacara atau dokumen resmi.
Benarkah seperti itu?
Anggapan ini bisa dibilang muncul karena pemahaman yang kurang utuh terhadap ragam Bahasa Indonesia. Bahasa bukan hanya soal aturan, tetapi juga alat ekspresi dan identitas budaya. Dan nyatanya, Bahasa Indonesia punya banyak sisi yang menarik dan fleksibel bila digunakan sesuai konteksnya.
Hakikat Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia adalah bahasa nasional yang berfungsi sebagai alat pemersatu bangsa. Ia berasal dari Bahasa Melayu, dan secara resmi diakui dalam Sumpah Pemuda tahun 1928. Bahasa ini digunakan di berbagai bidang—pendidikan, pemerintahan, hukum, media, bahkan seni dan hiburan.
Namun, yang sering luput disadari adalah bahwa Bahasa Indonesia bersifat dinamis. Ia berkembang melalui pemakaian, mengalami perubahan, dan terbuka terhadap pengaruh bahasa daerah maupun asing. Bahasa Indonesia tidak hanya hidup di ruang formal, tapi juga di ruang santai, seperti obrolan nongkrong, meme lucu, hingga konten TikTok.
Pengertian Fleksibilitas dalam Bahasa
Fleksibilitas dalam bahasa berarti kemampuan untuk digunakan dalam berbagai situasi, konteks, dan tujuan komunikasi. Bahasa Indonesia punya ragam formal dan informal, lisan dan tulis, serta baku dan tidak baku.
Contoh: dalam rapat resmi kita akan bilang, “Saya tidak dapat hadir karena ada keperluan mendesak.” Tapi dalam pesan ke teman, cukup dengan “Nggak bisa ikut, bro. Ada urusan.” Keduanya sama-sama Bahasa Indonesia, hanya beda gaya dan tujuan.
Begitu juga dengan istilah-istilah populer seperti mager, bucin, healing, atau receh—semua adalah bentuk adaptasi bahasa dengan realitas sosial generasi masa kini.
Tujuan dan Manfaat Penggunaan Bahasa Indonesia secara Fleksibel
Menggunakan Bahasa Indonesia dengan cara yang fleksibel memiliki banyak manfaat. Di antaranya:
Menyesuaikan bahasa dengan konteks – bahasa menjadi alat komunikasi yang efektif dan efisien.
Menumbuhkan rasa cinta terhadap bahasa nasional – semakin sering digunakan, semakin dekat rasanya.
Memperkaya kosa kata dan gaya ekspresi – penggunaan bahasa informal, gaul, atau lokal menambah warna dalam komunikasi.
Menghidupkan bahasa dalam berbagai ruang – dari ruang belajar, media sosial, hiburan, hingga bisnis.
Bahasa Indonesia tidak kaku. Justru karena fleksibel, ia bisa hadir dalam berbagai nuansa: lucu, romantis, tegas, atau santai.
Tantangan Penggunaan Bahasa Indonesia di Era Modern
Meski kaya dan fleksibel, Bahasa Indonesia menghadapi tantangan yang tidak sedikit. Di antaranya:
Stigma negatif terhadap bahasa sendiri – banyak yang merasa malu atau tidak percaya diri menggunakan Bahasa Indonesia secara penuh.
Terlalu mendewakan bahasa asing – dalam banyak kasus, bahasa Inggris dianggap lebih modern dan “keren”.
Minimnya pembelajaran yang kontekstual – di sekolah, pelajaran Bahasa Indonesia cenderung fokus pada kaidah tata bahasa dan kurang memberi ruang untuk eksplorasi ekspresif.
Pengaruh media sosial – tren penggunaan bahasa campuran secara ekstrem bisa mengaburkan identitas bahasa.
Tantangan ini tidak berarti buruk, justru menjadi peluang untuk memperkenalkan kembali Bahasa Indonesia dengan cara yang lebih relevan dan dekat dengan generasi muda.
Kesimpulan
Bahasa Indonesia bukan bahasa yang kaku. Ia justru sangat fleksibel dan mampu beradaptasi dengan cepat sesuai perubahan zaman. Masalahnya bukan terletak pada bahasanya, tapi pada cara pandang dan pola ajar yang belum membebaskan bahasa dari kotak “kebakuan”.
Sudah saatnya kita memandang Bahasa Indonesia bukan sebagai beban pelajaran semata, tetapi sebagai alat berekspresi dan menjalin relasi sosial yang menyenangkan. Bahasa Indonesia bisa digunakan dengan gaya serius, bisa juga dengan gaya santai—semuanya sah dan bermakna selama digunakan dengan tepat.
Karena cinta pada bahasa sendiri adalah langkah awal mencintai jati diri bangsa.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI