Setiap ketemu Abang Becak atau pejalan kaki, saya berteriak, "Permisi, minggir sekedap!" Holy makin ngakak.Â
Saya beneran konsen menjalankan motor doang, fokus ke depan, dah gak mikir mana kaki siap di bagian rem, mana jempol siap mencet bel motor, saya dah gak perduli!
Wajah-wajah mereka gumun, numpak motor koyok numpak sepeda wae!
Bukannya mencet bel motor, malah teriak-teriak minta permisi diberi jalan. Ambil jalur kiri pinggir, bukan ke tengah layaknya orang bermotor!
Sampailah kami melintas di depan Masjid Diponegoro, yang mana halaman parkirannya ada di samping, dekat lapangan bola kampus.
Saat melintas itulah, dua orang laki-laki (kakak kelas saya yang sedang asyik ngobrol di tangga teras masjid), melihat saya bermotor, berteriak panik karena tahu saya gak bisa naik motor. Mereka mengawasi saya dan Holy sampai masuk halaman parkiran belakang masjid.
Saya pelan-pelan menikung memasuki halaman, gak ngerti caranya nge-rem motor. Akhirnya, sengaja saya tubrukkan roda motor ke pangkal pohon yang sudah di tebang mati, agar motor bisa berhenti!
Satu kakak kelas membantu mematikan gigi motor dan mematikan mesinnya. Satunya lagi membantu menurunkan belajaan yang di bawa Holy.
"Kenapa Siska yang bawa motormu, Hol?"
"Salahe dewe ra nggango celana panjang. Tak suruh dia yang bawa, biar aku yang bawa belanjaan." Santai dia menyalahkan saya. Berempat kami ketawa ngakak. Beneran gak lagi ah ngendarai motor.
Ndilalah, alhamdulillaah jalanan agak sepi saat itu, serasa milik sendiri pas lewat dari pasar menuju masjid kampus.Â