Mohon tunggu...
SISKA ARTATI
SISKA ARTATI Mohon Tunggu... Ibu rumah tangga, guru privat, dan penyuka buku

Bergabung sejak Oktober 2020. Antologi tahun 2023: 💗Gerimis Cinta Merdeka 💗Perubahan Itu Pasti, Kebajikan Harga Mati - Versi Buku Cetak 💗 Yang Terpilih Antologi tahun 2022: 💗Kisah Inspiratif Melawan Keterbatasan Tanpa Batas. 💗 Buku Biru 💗Pandemi vs Everybody 💗 Perubahan Itu Pasti, Kebajikan Harga Mati - Ebook Karya Antologi 2020-2021: 💗Kutemukan CintaMU 💗 Aku Akademia, Aku Belajar, Aku Cerita 💗150 Kompasianer Menulis Tjiptadinata Effendi 💗 Ruang Bernama Kenangan 💗 Biduk Asa Kayuh Cita 💗 55 Cerita Islami Terbaik Untuk Anak. 💗Syair Syiar Akademia. Penulis bisa ditemui di akun IG: @siskaartati

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

Bukan UKM Rohis, Inilah Keseruan Berkegiatan bersama BAI UNDIP Era Tahun 90-an

21 Desember 2021   10:51 Diperbarui: 22 Desember 2021   10:50 784
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi UKM Rohis (sumber: lifestyle.kompas.com)

Kisah lucu yang terkenang hingga kini adalah soal bermotor. Saya tak lihai bermotor, tapi lebih menguasai bersepeda. 

Seluruh kawan saya paham soal itu, terlebih lagi Holy. Makanya, ke mana-mana, meh ubyang-ubyung keliling Semarang, selalu berdua dengannya, pakai motornya.

Suatu siang, sahabat saya asal Tegal ini mendadak menjemput saya di asrama putri. Meminta bantuan saya menemani ke pasar untuk keperluan acara BAI. Saya mah oke-oke saja. Cap cus, saya berganti baju gamis. Holy menunggu di parkiran asrama, saya langsung siap duduk manis di belakang.

Holy mengajak berbelanja di pasar tumpah sekitar Jl.Wonodri. Usai membeli segala keperluan, dia terhenyak memandang saya. "Lho, kamu pake gamis tho?" Eh, kami saling berpandangan. Ya, biasanya, saya mengenakan celana panjang berbalut kemeja atau kaos lengan panjang.

"Emang kenapa? Lha, ket mau mangkat aku ancen nggango gamis." Gantian aku yang terheran.

"Ya wes, kamu nanti yang nyetir motor, aku mbonceng di belakang. Barang belanjaan begini banyak, piye nggowone, jal? Kan kudu dipangku kanan kiri slesep tengah juga." 

Dengan santainya sahabat saya memerintah begitu, tanpa peduli betapa pucatnya saya membayangkan harus mengendarai motor, yang mana saya gak bisa naik motor!

"Harus bisa, kamu sebenarnya bisa, cuma gak berani. Kali ini kan aku yang pake celana panjang, bisa duduk mbangkah. Ayo, cepet! selak arep masak di Masjid." Holy berujar sembari menyerahkan kunci motor.

Oh, pembaca sungguh saya deg-deg-an dan pucat. Saya kumpulkan keberanian menghidupkan motor. Memegang penuh sok yakin pada pegangan stater. Bermodal Bismillaah, saya mulai masukkan gigi satu.

Tentu saja jalannya pelan banget, cuma 20km/jam jarum penunjuk angka di spedo-nya. Holy gemes, dia ketawa di belakang saya, sedang saya mulai ngoceh gak karuan sepanjang jalan.

"Sing penting selamet tekan Masjid, Hol!" Teriak saya di tengah jalan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun