Mohon tunggu...
Rosmani Huang
Rosmani Huang Mohon Tunggu... Karyawan swasta - Karyawan Swasta

Enjoy this life with positive thinking

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mama, Malaikat Tidak Bersayap yang Menjadi Panutanku

17 November 2020   05:00 Diperbarui: 29 April 2021   16:10 1116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Ibu” ataupun “Mama” merupakan sosok yang setiap orang pasti memilikinya. Ya, karena semua dari kita lahir dari rahim seorang ibu. Ibulah sosok pertama yang mengajarkan norma-norma kehidupan kepada kita sehingga kita bisa menjadi sekarang ini. Saya yakin dan percaya, pengaruh ibu sangat besar dalam membentuk karakter kita selain ayah tentunya.

Mama adalah panggilan sayangku untuknya. Mamaku adalah sosok ibu rumah tangga yang  sederhana, lembut dan tegas. Beliau mendidik kami, anak-anaknya, dengan lembut dan kasih tetapi tidak segan-segan menghukum kami apabila kami salah.

Pada saat berbuat salah dan dimarahin mama, yang langsung terpatri diingatan adalah rasa bersalah karena telah membuat mama sedih dan marah karena saya tahu kalau tidak keterlaluan mama tidak akan marah. Kesederhanaan dan kelembutan mama membuat saya lebih mawas diri. 

Mama mengajarku dengan keteladanannya

Sering kita mendengar atau kalau lagi menonton film, melihat seorang ibu yang bisa sangat pilih kasih terhadap anaknya. Bisa sangat sayang terhadap satu anaknya tetapi terhadap anaknya yang lain sangat jelas rasa tidak sukanya. Perbedaan perlakuan dan kasih sayang menyebabkan perkembangan yang tidak sehat bagi anak-anaknya yang akan mengakibatkan tidak akurnya satu anak dengan anak lainnya.

Tetapi mamaku tidak begitu. Menurutku beliau sangat adil, tidak pilih kasih sayang terhadap kami, anak-anaknya. Apabila ada makanan, maka bagi kami yang tidak ada di rumah, tidak perlu takut tidak mendapatkan makanan, karena pasti di sisihkan oleh mama.

Sewaktu kami di daerah, mama menjual minyak tanah. Hasil keuntungan penjualan minyak tanah tersebut dibelikan perhiasan untuk cici, saya dan adik saya. Semua dapat bagian.

Mama tidak pernah teriak-teriak kepada kami, anak-anaknya. Mama juga tidak cerewet seperti ibu-ibu pada umumnya.  Beliau merawat kami dengan sabar dan memperlakukan kami, 7 orang anaknya, dengan hati & kasih yang sama. Karena beliaulah, dan tentu saja peran papa, kami 7 bersaudara tidak pernah merasa iri satu sama lain. Kami tidak pernah merasa tersisihkan. 

Mama tidak pernah mengatakan " ini tidak boleh". Beliau membebaskan saya untuk melakukan apapun yang saya sukai. Justru karena kebebasan dan kepercayaan yang diberikannya, maka saya selalu berusaha untuk tidak melakukan hal yang bisa membuat beliau sedih.

Sewaktu kakek buyut saya meninggal, saya masih kecil, belum bersekolah. Di daerah, upacara pelepasan jenazah dilakukan di lapangan, depan sekolah. Jadi saya dijaga oleh kakekku, papanya mama. Kebersamaanku dengan kakek ternyata terekam oleh kamera. Di kemudian hari, saat kakek sudah meninggal,  saat melihat foto tersebut mama  meneteskan air mata. 

Mama mengajarkan rasa cinta dan kasihnya kepada orang tua lewat reaksinya saat melihat foto kakek. Peristiwa ini terekam erat dalam memoriku sampai saat ini. Dan saya masih ingat, untuk menghindarkan mama sedih dan meneteskan air mata lagi, foto tersebut saya selipkan di dalam foto-foto lainnya, sehingga apabila mama melihat foto-foto lama lagi, diharapkan foto tersebut tidak terlihat. 

Kasih mama tidak saja hanya untuk kami, anak-anaknya. Rasa sayang tersebut juga ditujukan untuk menantu-menantunya. Kelembutan dan kasih sayang mama terhadap kami membuat kami respek dan sayang kepadanya. Kami semua, saya, kakak dan adik-adikku, beserta menantu-menantunya sangat dekat dengan mama & sangat mencintainya. Sayang beliau meninggalkan kami terlalu cepat 😭

Mama menjadi teman & sandaranku

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun