Hai, kembali lagi dengan aku bahas tentang keuangan. Gimana nih, dan sampai mana pemahamannya soal investasi? Kalau kemarin kita sudah obrolin seru-seruan soal modal kecil dan adu ganteng reksa dana vs saham, sekarang aku mau ajak kamu masuk ke sisi yang sedikit lebih... gelap. Tapi, ini adalah sisi yang bakal bikin kita jadi investor yang lebih kuat, percaya deh.
Aku ingat banget, dulu saat pertama kali nekat nyemplung ke saham. Itu setelah baca-baca sedikit, lihat teman-teman di media sosial yang pamer portofolio hijau, dan perasaan "aku bisa" itu langsung muncul. Aku masukin sedikit uang jajanku, beli saham dari perusahaan yang katanya "bagus" dan lagi naik daun.
Beberapa hari pertama? Wah, senangnya bukan main. Setiap buka aplikasi, pasti warna hijau. Naik terus. Aku sudah membayangkan, "Wah, gampang juga ya ini. Dikit-dikit bisa cuan." Rasanya seperti lagi jatuh cinta, semuanya terasa indah.
Tapi, cinta itu buta, dan pasar saham itu realistis.
Suatu pagi, aku buka aplikasi dengan senyum lebar. Yang kutemu bukan senyum balik, tapi warna merah menyala. Nilai sahamku turun. Bukan sedikit, tapi lumayan bikin aku deg-degan. Aku coba tenang, "Ini wajar, pasti naik lagi besok."
Besoknya? Merah lagi. Lusa? Malah makin merah. Jantung aku rasanya mau copot. Panik. Ragu. "Apa yang salah? Apanya yang salah? Apa aku harus jual sekarang sebelum uangnya habis?" Itu adalah patah hati pertamaku di dunia investasi. Dan apa yang aku lakukan? Aku berhenti. Aku jual saham itu dalam kondisi rugi, dan aku bersumpah pada diri sendiri untuk tidak lagi menyentuh saham. Itu terasa terlalu berisiko, terlalu menakutkan. Ya bagian ini sempat aku lewatkan waktu kemarin aku cerita tentang saham vs reksadana.
Lalu, Ada yang Namanya Reksa Dana... yang Tenang Tapi... 'Gitu Aja'?
Setelah "patah hati" itu, aku tidak berhenti menabung, aku tetap melanjutkan misi menabungku di "tempat yang lebih aman," yaitu reksa dana pasar uang dan campuran. Syukurnya, di sini aku tidak mengalami "patah hati" yang sama. Tidak ada warna merah yang mencolok.
Tapi, muncul masalah baru. Kadang, ada di beberapa momen aku cek, nilainya naik, tapi... sangat-sangat sedikit. Aku jadi bingung sendiri. Muncul perasaan, "Lho, kok ya yang nambahnya cuma sedikit banget sih? Padahal udah sebulan." Rasanya sedih, tapi bukan sedih karena rugi, lebih ke... kecewa karena ekspektasiku yang terlalu tinggi.
Dari dua pengalaman itulah aku akhirnya ngerti. Aku mengalami dua sisi dari risiko yang sama.
Jatuh Bangun Itu Biasa, Tapi Jangan Jadi Naif
Di titik inilah kalimat itu jadi sangat bermakna bagiku. Jatuh bangun itu memang biasa. Rugi di saham itu adalah bagian dari perjalanannya. Naik turun itu adalah makanan sehari-hari di dunia investasi. Menyerah saat pertama kali rugi itu seperti berhenti belajar naik sepeda hanya karena jatuh sekali.
Tapi, bagian kedua dari kalimat itu yang lebih penting: ...tapi jangan juga jadi naif/bodoh untuk mengorbankan banyak hal.
Aku bodoh saat itu karena:
Aku nekat masuk ke saham tanpa benar-benar paham risikonya. Aku hanya ikut-ikutan euforia.
Aku panik dan menjual saat rugi. Aku mengunci kerugianku sendiri. Seharusnya, jika aku yakin dengan fundamentalnya, aku bisa menunggu.
Aku hampir menyerah total. Untungnya, aku masih punya reksadana yang dari awal sudah lebih dulu ku mulai, jadi aku bukan berhenti nabungi.
Nah, dari cerita patah hatiku itu, ada beberapa pelajaran yang bisa kita ambil bareng-bareng:
Kenali Dirimu dan Kenapa Kamu Investasi. Aku sadar, mungkin dulu aku belum siap dengan goyangannya saham. Reksa dana yang lebih tenang adalah tempatku untuk belajar. Kenapa kamu investasi? Kalau untuk jangka panjang, fluktuasi kecil di reksa dana itu bukan masalah. Itu seperti menanam pohon, tidak akan langsung tinggi dalam semalam.
Positive Thinking Itu Penting, Tapi Harus Diimbangi Ilmu. Saat reksadanaku naiknya dikit, aku harus bilang pada diri sendiri, "Ini bagus, ini lebih baik dari nggak naik sama sekali. Ini adalah proses." Tapi, positive thinking saja nggak cukup. Aku harus terus belajar, kenapa bisa naiknya dikit? Apa karena jenisnya yang memang begitu?
Jangan Pernah Berhenti Menabung dan Berinvestasi. Ini yang paling krusial. Jangan karena satu kali rugi, kamu jadi trauma dan berhenti total. Ubah strateginya, bukan berhenti perjuangannya. Kurangi jumlahnya, pindah ke instrumen yang lebih aman, tapi teruslah bergerak. Tapi kamu juga perlu tetap belajar. Belajar untuk bersyukur, saat sudah untung boleh segera diambil, kalau memang sudah jauh turun dan batasnya kamu juga bisa saja tetap ambil langkah aman untuk cutloss.Â
Jadi, teman-teman, melihat portofoliomu merah untuk pertama kalinya itu sakit, tapi itu bukan akhir dari segalanya. Itu adalah pelajaran berharga. Ada lika-liku, ada tanjakan, dan ada turunan. Yang penting adalah kita terus belajar dari setiap jatuh, berdiri lagi dengan lebih bijak, dan tidak pernah berhenti melangkah. Mari terus berjalan bersama. Semangat ya para investor muda, kamu pasti bisa.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI