Mohon tunggu...
SISCA A SIANTURI
SISCA A SIANTURI Mohon Tunggu... Mahasiswa

Saya adalah seorang Mahasiswa jurusan Manajemen Keuangan Negara yang tertarik dengan perkembang ilmu pengatahuan dan teknologi terutama di bidang keuangan dan bisnis di masa depan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dari Reksadana yang Aman, Menuju Saham yang Terlalu Menakutkan

10 Oktober 2025   20:09 Diperbarui: 10 Oktober 2025   20:09 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Reksa Dana itu pesen antar makanan. Gampang banget. Mau lagi ngantuk, males masak, buka aplikasi, pilih menu, deh. Nanti ada kurirnya (Manajer Investasi) yang antarin makanan udah jadi ke depan pintu. Makanannya udah komplit, ada nasi, lauk, sayur. Kita tinggal makan. Ya, kita bayar ongkir dan sedikit jasa antarnya, tapi kita nggak usah pusing masak.

Nah, Saham itu masak sendiri. Dari nol. Kita yang harus belanja bahan (pilih perusahaan), cek kesegaran sayur dan dagingnya (riset), terus kita yang musti potong, bumbuin, masak, dan ngatur apinya (analisis dan keputusan jual-beli). Kalau masakannya enak banget dan banyak yang suka (harga saham naik), ya puas banget, dan semuanya jadi milik kita. Tapi kalau kita kebanyakan garam atau sampe gosong? Ya... ya udah, kita sendiri yang maksa makan masakan kita itu.

Berusaha mencoba lagi

Setelah mulai mengeri, rasa takut saya nggak ilang, tapi berubah jadi rasa hormat dan semakin dibuat penasaran. Saya nggak langsung jual semua Reksa Dana saya. Itu sama aja bodohnya dengan orang yang biasa pesan makanan terus tiba-tiba pengen buka restoran bintang lima.

Yang saya lakuin adalah... saya tetep pesen makanan rutin saya (Reksa Dana). Tapi, saya alokasikan duit sisa, duit yang emang saya siapin buat "coba-coba masak", buat beli saham.

Saya pilih satu saham dari perusahaan yang produknya saya suka dan saya paham. Pas mau pencet tombol "beli" buat pertama kali, jari saya gemetar, guys. Beneran. "Ini beneran nih? Duit ini bakal ilang lagi gak ya nanti?" Tapi setelah ke pencet, ada perasaan aneh. Campur aduk antara "apa yang saya lakukan?" dan "Heh, gila, saya akhirnya mencoba lagi!"

Sekarang, saya masih suka pesen makanan (Reksa Dana) buat kebutuhan pokok finansial saya. Tapi saya juga sesekali masak sendiri (main saham) buat seneng-seneng dan belajar.

Sekarang saya nggak lagi ngelihat mereka sebagai musuh yang harus dipilih. Mereka cuma dua cara berbeda untuk mengisi perut. Kadang kita butuh yang praktis, kadang kita pengen yang seru. Kalau memang kita bisa melakukan analisis fundamental (berdasarkan laporan keuangan perusahaan) atau analisis teknikal (berdasarkan grafik) kita bisa mendapatkan keuntungan. Karena saya juga masih pemula, saya belum berani untuk menggunakan banyak uang, sehingga ya untungnya gak banyak. Tapi, saya juga beberapa kali cut loss untuk menghindari kerugian yang lebih besar. Untuk bermain saham, teman-teman juga perlu untuk mempelajari psikologi keuangan itu ya, tentang bagaimana kita tetap tenang ketika harganya turun, dan bagaimana kita bisa merasa cukup untuk ambil keuntungan (jangan serakah, nanti malah bisa rugi loh).

Jadi, kalau kamu sekarang lagi di posisi saya dulu, yang lagi ngerasa saham itu sesuatu yang serem banget, coba deh dipikir-pikir lagi. Takut itu wajar. Tapi jangan biarkan rasa takut itu bikin kamu jadi cuma bisa ngeliatin dari jauh. Mulai dari yang aman, pelajari pelan-pelan, dan siapkan duit kecil buat "coba masak" pertama kamu. Siapa tahu, kamu ternyata punya bakat terpendam jadi chef. Oh iya, saham kalau kita tidak memakai ilmu sama saja dengan judi loh teman-teman. Jadi jangan lupa untuk belajar dulu ya sebelum terjun ke dunia saham. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun