Mohon tunggu...
SISCA A SIANTURI
SISCA A SIANTURI Mohon Tunggu... Mahasiswa

Saya adalah seorang Mahasiswa jurusan Manajemen Keuangan Negara yang tertarik dengan perkembang ilmu pengatahuan dan teknologi terutama di bidang keuangan dan bisnis di masa depan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

The Latte Factor : Diantara Kopi dan Mimpi

4 Oktober 2025   22:22 Diperbarui: 4 Oktober 2025   22:22 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kopi bukanlah teman baik saya. Tapi teman-teman baik saya banyak yang menyukai kopi. Sebenarnya ini bukan hanya tentang kopi, tapi juga tentang kebiasaan kecil yang dilakukan secara terus menerus tanpa kita sadari. Pagi yang dingin rasanya tak lengkap jika tidak ada segelas kopi, kata teman saya. Aromanya sungguh menggoda. Walaupun saya tidak menyukai kopi, tapi aroma kopi adalah salah satu aroma favorit saya. Kata teman saya, secangkir kopi menandakan kamu siap untuk menghadapi hari yang akan panjang ini. Bayangin kalau kamu ngantuk saat dosen sedang memberikan kisi-kisi ujian, kopi menyelamatkan dirimu. Banyak dari kita mahasiswa yang terlalu mengikuti tren, menjadikan kopi bukan sekedar minuman tapi sebuah gaya hidup, sebuah hadiah kecil untuk diri sendiri sebelum memulai perang dengan tugas dan deadline.

Tapi, pernah gak sih kita berpikir bahwa berapa sebenarnya biaya yang kita keluarkan dari gaya hidup kita ini. Bukan hanya harga yang tertera di kasir, tetapi juga biaya yang akan kita korbankan untuk mimpi mimpi kita di masa depan. Mungkin untuk sebagian orang yang sudah memasukkan kopi sebagai bagian dari konsumsi primer, ya tidak masalah. Artinya mereka sudah memperhitungkan semua harganya.

Ada sebuah konsep yang luar biasa dalam dunia keuangan yang diperkenalkan oleh seorang ahli yaitu David Bach. Konsep itu bernama "The Latte Factor". Intinya sederhana: pengeluaran-pengeluaran kecil yang kita lakukan secara rutin dan tanpa sadar, seperti membeli kopi, camilan, atau boba, jika diakumulasikan, akan menjadi jumlah yang sangat signifikan dan bisa menghambat pencapaian tujuan finansial yang lebih besar.

Matematika di Balik Cangkir Kopi

Mari kita lakukan perhitungan sederhana melihat contoh nyatanya di lapangan. Ada salah seorang yang emang menyukai kopi sehingga hampir setiap hari membeli kopi, kopi murah saja sekitar Rp.5.000, tapi sepertinya dia beli 2 kali sehari. Dengan total Rp 10.000 dan kita anggap ia membeli hanya di hari kuliah, yaitu 5 hari. Dalam sebulan ia hanya keluar Rp.200.000, itu masih diluar dari kopi yang ia beli saat weekend. Jika dalam setahun ada sekitar Rp. 2.400.000. Sebagai mahasiswa nilai itu cukup besar untuk sebuah kopi. Ini masih contoh kecil dari teman saya yang membeli kopi seharga 5 ribu rupiah. Pastinya banyak dari kita juga yang membeli kopi dari kafe hits dan harganya diatas 10 ribuan, di luar diskon ya. 

Mungkin rasanya kecil, tapi coba hitung pengeluaran-pengeluaran kecil mu yang sering kamu sepelekan. Setelah kamu hitung, mungkin saja biaya yang keluar ternyata bisa membawa kamu untuk berlibur singkat keluar kota, atau modal awal untuk mulai investasi. Terkadang emang hal kecil menjadi terasa besar saat kita memperhatikannya dengan saksama. Itu ibarat kalau kamu bisa menabung sedikit demi sedikit, nantinya bisa jadi banyak juga kok. 

Bukan tentang pelit, tapi supaya gak terlilit. 

Saya akan jujur, tulisan ini bukan ajakan untuk menjadi pelit dan menghentikan semua kesenangan, bukan juga mengajak teman-teman jadi tidak suka kopi. Walaupun saya memang tidak menyukai kopi, tapi saya sebenarnya tipe penyuka jajan. Jajanan yang murah-murah di kantin kampus. Kadang saya merasa, sehari tidak jajan itu seperti sedang menyiksa diri, kadang berkata dalam diri sendiri "jangan pelit-pelit ih, kan cuman jajan sedikit". Akan tetapi, malam evaluasi yang membuat ku sadar, sadar saat ternyata uang yang kusisihkan untuk jajan ternyata memang habis sesuai porsinya yang saya pikir seharusnya bisa dihabiskan di akhir minggu untuk healing yang lebih baik dan lebih seru dibandingkan jajanan yang dikit-dikit malah jadi bukit kebocoran rekeningku.

Saya tidak berharap juga teman-teman untuk berhenti minum kopi sama sekali, bahkan saya juga bukan yang tidak pernah lagi jajan kok. Saya hanya mengubah kebiasaan saya. Saya membatasi diri, dari yang membeli tiap hari menjadi hanya beberapa kali seminggu, dan beberapa kali juga membeli makanan yang lebih sehat dan lebih mengenyangkan.

Ini bukan tentang menyangkal diri sendiri. Ini tentang kesadaran. Ini tentang menanyakan pada diri sendiri, "Apakah kesenangan sesaat ini sepadan dengan tujuan yang lebih besar yang ingin saya capai?" Ketika kita menyadari bahwa setiap pengeluaran adalah sebuah pilihan, kita mendapatkan kembali kekuasaan atas uang kita.

Pilihan Sadar untuk Masa Depan

"The Latte Factor" ada di mana-mana, tidak hanya pada kopi. Bisa jadi pada jajanan gorengan, langganan streaming yang tidak terpakai, atau transportasi online untuk jarak yang sebenarnya bisa ditempuh dengan jalan kaki. Mengidentifikasi "Latte Factor"-mu adalah langkah pertama untuk mengendalikannya.

Alih-alih menganggapnya sebagai pengorbanan, anggaplah sebagai investasi. Setiap rupiah yang kamu simpan bukanlah uang yang hilang. Itu adalah sebuah batu bata untuk fondasi rumah masa depanmu. Itu adalah sebuah benih yang jika ditanam secara konsisten, akan tumbuh menjadi pohon yang memberikan naungan di kemudian hari.

Jadi, besok pagi, saat kamu tergoda untuk antri di coffee shop favoritmu, ambil sejenak. Sadari bahwa pilihan di depanmu bukan hanya antara "minum kopi" atau "tidak". Pilihan sebenarnya adalah antara "kesenangan sesaat" atau "investasi untuk mimpi". Dan keputusan yang kamu buat hari ini, sekecil apa pun, akan menentukan seperti apa masa depanmu nanti. Semangat ya untuk para pejuang (dan penyuka kopi).

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun