Nita mengeluarkan timbangan digital berwarna abu-abu tersebut dan menggunakannya. Keningnya mengernyit. "Rusak."
      "Tak mungkin. Aku baru saja membelinya bulan lalu."
      "Cobalah sendiri jika kau tak percaya!"
      Dengan enggan, Rima menghampiri sahabatnya itu. Ia mulai mengantuk, tapi Nita terus-menerus meributkan timbangan digitalnya.
      "Menyingkirlah kau," ujar Rima.
      Nita membungkukkan tubuh. Ia memang tak kurang abnormalnya. "Daulat, Tuan Putri. Hamba undur diri."
      Mereka berdua pun tertawa cekikikan. Jika ada orang lain yang melihat adegan sableng tersebut, maka tak akan menyangka bahwa mereka ini pasangan mahasiswi berprestasi yang baru saja memenangkan adu debat perkara Hukum Syariah seprovinsi Jawa Barat.
      Dengan nada suara menggoda, Nita mengiringi setiap gerakan kaki Rima yang menaiki timbangan penuh percaya diri, "TERERENG."
      "Benar kok. Timbangan digitalku tidak error. Berat tubuhku masih sama, yaitu 50 kg. Kemarin aku menimbang tubuh saat check-up di poliklinik," ujar Rima. Ia pun turun dari timbangan digital tersebut. "Coba kau timbang ulang lagi."
      "AAARGH ... masa berat tubuhku 65 kg. Biasanya juga berat tubuhku 55 kg," ujar Nita dengan nada panik. Kedua matanya terpaku menatap layar timbangan digital. Berharap angka itu berubah. Mustahil!
      "Mungkin pola makanmu tak sehat selama puasa. Atau, kalap dengan War Takjil?"