Mohon tunggu...
Sintha Wahyu Arista
Sintha Wahyu Arista Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Muhammadiyah Sidoarjo

I was born to express, not impress others.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Arunika di Puncak Ancala [Bagian Tiga]

14 Maret 2023   13:11 Diperbarui: 15 Maret 2023   15:38 370
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cover Arunika Di Puncak Ancala sumber foto (Dok. pribadi)

Arunika Di Puncak Ancala [Bagian Tiga] sumber foto: eventkampus.com
Arunika Di Puncak Ancala [Bagian Tiga] sumber foto: eventkampus.com

Jam menunjukkan pukul 20.00 WIB, aku segera masuk ke dalam tenda. 

Tapi tiba-tiba...

"Al, kamu kenapa Al? Bangun Al, kamu dengar suara aku'kan? Al? Ancala?" teriakku dengan nada lirih sambil mencoba membangunkan Ancala yang sedang tidak baik-baik saja.

Aku dikejutkan oleh Ancala yang sedang menggigil di dalam tenda. 


Tanpa aba-aba, aku segera memeluk Ancala. Suhu tubuhnya sangat panas.

Wajah Ancala kini semakin pucat.

Ancala terserang hipotermia! ungkapku.

"Al kamu pasti bisa Al, kamu kuat Al. Ayo dilawan!"

"Aku gapapa kok, cuma kedinginan aja."

"Kamu pakai ini ya, aku keluar sebentar bikin minuman hangat buat kamu." ucapku sambil memberikan selimut ekstra dan sleeping bag. 

Jujur disini aku panik banget. Gimana nggak panik cobak, Ancala yang biasanya sosok lelaki kuat, nggak pernah hipotermia, tiba-tiba terserang.

Aku menuangkan air ke dalam nesting dan menyalakan kompor. Sambil menunggu air mendidih, sesekali aku menengok Ancala dari luar tenda. 

Ancala terlihat lebih membaik dari sebelumnya. Syukurlah, ucapku dalam hati.

"Al, bangun yuk, ini aku udah bikinin teh hangat." aku mencoba membangun Ancala yang terlihat sedang tidur.

Karena nggak ada respon dari Ancala, aku biarkan saja dia beristirahat. Suhu tubuhnya pun sudah kembali normal.

Dengan sangat hati-hati, aku keluar dari tenda agar tidak membuat Ancala terbangun.

Udara malam ini benar-benar dingin. Di samping kanan kiri, masih banyak pendaki yang sedang mengobrol di depan tenda. Tak sedikit juga dari mereka yang sudah tertidur pulas.

Malam yang sunyi

Ku duduk di depan tenda

Ku rasakan sejuknya angin malam

Ku pandangi gemerlap langit bertabur bintang

Dan sebuah bulatan indah yang menerangi langit gelap

Kupandangi bulatan yang disebut rembulan itu

Betapa indahnya pemandangan langit malam ini

Aku hampir saja terhipnotis oleh kecantikannya

Semakin ku merenung

Rasa bersalah semakin merasuk ke jiwaku

Aku melakukan kesalahan apa hari ini?

Arunika Di Puncak Ancala [Bagian Tiga] sumber foto/phinemo.com
Arunika Di Puncak Ancala [Bagian Tiga] sumber foto/phinemo.com

"Arunika, bangun! Sarapan dulu, abis ini kita mulai ngetrack lagi ya." samar-samar ku'mendengar seseorang membangunkanku. 

Benar! Itu suara Ancala. "Al kamu udah enakan? Aku khawatir banget sama kamu. Kamu kok tumben banget sih, nggak biasanya loh kamu hipo kaya semalem."

"Gapapa. Ini buktinya aku udah bisa bengun'kan? Udah bikinin kamu sarapan nih. Makan dulu yuk!"

Lega sekali rasanya. Ancala sudah membaik.

Usai sarapan pagi, aku berjalan sejenak mengelilingi tenda.

Melihat sekitaran danau Ranu Kumbolo yang dihiasi oleh indahnya warna cahaya matahari terbit di ufuk timur. Pancaran sinarnya terasa sangat hangat menerobos lapisan sel-sel kulit.

Pasti sunrise di puncak nggak kalah cantiknya. ucapku sambil tersenyum dan menikmati keindahan sang mentari.

Pukul 10.00 WIB, aku dan Ancala melanjutkan perjalanan menuju Cemoro Kandang.

Estimasi perjalanan dari Ranu Kumbolo ke Cemoro Kandang kurang lebih 70 menit.

"Arunika, itu namanya tanjakan cinta."  ceteluk Ancala. "Konon, mitosnya itu jika pendaki bisa melewati tanjakan itu tanpa istirahat, tanpa menoleh dan terus memikirkan orang yang dicintai, maka permohonan cintanya akan terwujud. Kita coba yuk!" lanjutnya.

"Mitos kok dipercaya sih Al? Lagian kamu'kan JOMBLO hahaha." ketawaku dengan sangat puas.

"Ya nggak ada salahnya'kan? Kita coba dulu aja!" ajaknya. "Ayok Arunika!" sambil menarik pergelangan tanganku.

Sepanjang melewati tanjakan cinta ini, Ancala nggak banyak bicara. Mungkin dia sedang menfokuskan pikirannya. Seperti mitos yang baru saja ia ucapkan sebelum melewati jalur ini, hehehe.

Jam tangan menunjukkan pukul 11 lewat 20 menit. Sampailah kita di Cemoro Kandang.

"Kita udah di Cemoro Kandang." ungkap Ancala. "Break dulu ya."

"Berapa menit lagi Al sampai puncak?" tanyaku dengan polosnya.

"Hah, menit? HAHAHAHAHA. Perjalanan masih jauh Arunika! Kita belum ke Jambangan, kurang lebih perjalanan 2 jam. Dari Jambangan ke Kalimati kurang lebih 1 jam. Itu estimasi kalau kita nggak banyak break." Jelas Ancala kepadaku.

"Jauh banget Al, aku kira udah mau sampai puncak." aku menjawab dengan nada lemas.

"Nanti kita dirikan tenda di Kalimati. Setelah itu, jam 12 atau jam 1 malam, kita mulai summit."

Kalian pasti bertanya, kenapa kita summitnya dini hari? Kenapa nggak summit jam 10 atau jam 11 aja?

Jawabannya adalah, karena pukul 10.00 WIB, angin yang berhembus di wilayah puncak akan berbalik ke arah pendaki dan angin tersebut membawa gas beracun bersamanya. Jadi bahaya banget ya temen-temen.

Singkat cerita, aku dan Ancala tiba di Kalimati pukul 15.45 WIB. 

Kok nggak sesuai estimasi sih? Iya karena kita banyak istirahatnya di jalur, hehehe.

Ancala dengan semangat langsung membongkar carrier dan mendirikan tenda.

Tugasku adalah sebagai beban untuk Ancala. Ya, bagaimana nggak beban, semua peralatan dan perlengkapan pendakian masuk ke dalam carrier kapasitas 80L yang di tenteng di pundak pemuda usia 21 tahun. 

Sedangkan aku, aku hanya membawa carrier 45L yang isinya hanya perlengkapan pribadi dan kotak P3K.

Mendirikan tenda, Ancala. Masak, juga Ancala. Huh, pasti ini rasanya tidak adil untuk Ancala.

Tapi, apa boleh buat? Ancala sama sekali tidak protes dengan hal ini, hehe.

Setelah hampir 10 menit menunggu Ancala, akhirnya tenda yang akan melindungiku dari paparan sinar matahari dan hembusan udara malam, berdiri dengan kokoh.

Terik matahari pun berganti menjadi dinginnya angin malam. 

"Arunika, abis makan kita langsung istirahat ya. Jangan lupa set alarm jam 12."

"Siap, pak bos!" jawabku dengan penuh semangat.

Kringggg. . . Kringggg. . .

Kringggg. . . Kringggg. . .

Kringggg. . . Kringggg. . .

Alarm yang sudah ku atur sebelumnya telah berbunyi, tandanya?

Ya, tandanya sudah pukul 00.00 WIB. Waktunya aku dan Ancala harus bangun dan bergegas summit.

Tapi ada yang aneh. Sleeping bag yang dikenakan Ancala ada bercak merah.

Aku membangunkan Ancala. 

Betapa kagetnya aku, saat melihat wajah Ancala.


STAY TUNED FOR THE NEXT STORY, GUYS!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun