Suku tertua di Simeulue adalah suku Simolol, dan bahasa tertua yang digunakan adalah bahasa Simolol.
Bahasa Simolol telah dikenal sejak abad ke-13 sebagai bahasa utama masyarakat Kerajaan Inovalu (kemudian dikenal sebagai Kerajaan Simolol), yang merupakan kerajaan tertua di pulau ini (Rajasani, 1975; Datuk Nyak Sidih, 1975). Bahasa ini termasuk dalam rumpun Austronesia, dan pertama kali didokumentasikan oleh peneliti Belanda H.T. Damst dalam Simaloeresche Texten (1916), serta oleh Hans Kahler dari Jerman dalam kamus Simalur--Deutsch (1961).Â
Nama Simeulue memiliki makna yang dalam dan berasal dari berbagai versi literatur review dan penelitian terdahulu. Meskipun terdapat berbagai varian penyebutan seperti Simolol, Simaloer, Meuluer, dan Maloeh, Simeulue semuanya merujuk pada satu sosok penting dalam sejarah budaya masyarakat Simeulue, yaitu Putri Meulue.
Putri Meulue (juga dikenal sebagai Putri Maloeh, Putri Simeulue, atau Putri Simaloer) adalah tokoh perempuan yang sangat dihormati dalam kehidupan masyarakat Simeulue. Ia dianggap sebagai simbol asal usul pulau ini, dan bahkan masyarakat percaya bahwa nama "Simeulue" itu sendiri berasal dari namanya, sesuai dengan penjelasan tulisan-tulisan zaman kolonial Belanda yang jadi referensi kuat penamaan dan istilah-istilah tersebut. Penjelasan Damste (1916) "Pulau Simaloer, yaitu Simeuloee dalam bahasa Aceh, Simaloer dalam bahasa Melayu, atau dalam bahasa asli: Simoeloel. Dalam bahasa negeri (yakni bahasa asli penduduk setempat) disebut 'Simoeloel'."
Dalam catatan Westenenk (1904) yang pernah mengunjungi masyarakat pulau Simeulue, menceritakan dalam tulisannya yang yaitu, "Putri Simaloh menikah dengan seorang ulama besar yang berasal dari Ulaka, Padang Pariaman, Sumatera Barat, yaitu Tengku Khalilullah, yang dikenal juga sebagai Tengku Diujung. Tengku Khalilullah adalah sosok penting dalam sejarah Islamisasi Simeulue. Ia menyebarkan ajaran Islam di pulau ini dan melalui pernikahannya dengan Putri Meulue, terbentuklah ikatan antara kebudayaan lokal dan agama Islam yang sangat kental hingga saat ini.
Dalam bahasa Simeulue sendiri, istilah "Simolol" memiliki arti atau makna yang berkaitan dengan "tempat yang terlihat" atau "muncul ke permukaan," yang bisa ditafsirkan secara simbolik sebagai kemunculan tokoh penting atau wilayah yang menonjol sebagai pusat utama. Oleh karena itu, baik secara linguistik maupun mitologis, istilah-istilah ini tetap berakar pada satu asal-usul makna yang sama yakni penamaan pulau ini dari sosok Putri Simaloh.
Referensi:
- Ridwan, M. Yusuf. (2012). Sejarah Masuknya Islam ke Simeulue: Peran Tengku Khalilullah dalam Islamisasi Pulau Simeulue. Banda Aceh: Balai Kajian Sejarah dan Budaya Aceh.Â
- Adnan, Hasan. (2008). Tradisi Lisan Simeulue dan Kepercayaan Asal Usul Nama Daerah. Banda Aceh: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh.Â
- Ibrahim, T. (1995). Legenda dan Mitos Asal Usul Pulau Simeulue. Meulaboh: Yayasan Pusaka Aceh.
- Damst, H.T. (1916). Simaloeresche Eiland Texten
- Kahler, H. (1961). Simalur Eiland--Deutsch Wrterbuch
- Rajasani (1975);Â
- Datuk Nyak Sidih (1975)
- Muliana (2024). Revitalisasi Bahasa Simolol di Kabupaten Simeulue
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI