Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan ini, penulis merekomendasikan:
1. Keputusan Menteri Kebudayaan No. 162/M/2025 sebaiknya dicabut karena lemah secara normatif dan simbolik.
2. Penetapan Hari Kebudayaan Nasional sebaiknya dilakukan melalui Keputusan Presiden (Keppres) atau Undang-Undang (UU), dengan melibatkan DPR dan publik untuk memastikan partisipasi yang bermakna.
3. Pemerintah perlu mempertimbangkan tanggal-tanggal alternatif yang lebih representatif secara historis, netral secara politis, dan inklusif secara budaya, seperti 20 Agustus, hari pembukaan Kongres Kebudayaan Indonesia 1948 di Magelang, atau 7 November, Hari Wayang Nasional, atau 28 Oktober, Hari Sumpah Pemuda, atau 2 Oktober, Hari Batik Nasional.
Sumber Rujukan:
https://www.academia.edu/99855480/Kongres_kebudayaan_sebelum_dan_sesudah_Indonesia_merdeka
https://www.kompas.id/artikel/hari-darurat-kebudayaan-nasional
https://kampungilmubojonegoro.or.id/peristiwa-17-oktober-1952/
https://mail.library.unja.ac.id/index.php?p=show_detail&id=106762Â
https://museumpendidikannasional.upi.edu/peristiwa-17-oktober-1952/