Mohon tunggu...
Simon Rizki Manalu  (Mr.Genus)
Simon Rizki Manalu (Mr.Genus) Mohon Tunggu... Lecturer at the Faculty of Economics

AVE MARIA GRATIA PLENA...! Mencerahkan - Positif Thinking -Kesetiakawanan Dalam Perjuangan -Love Prabowo Subianto dan Jokowi -Love Sepakbola #PrabowoJokowi -Love Indonesia -Silahkan Baca dan Baca berulangkali -Semoga Tulisan Ini Dijadikan REFERENSI untuk Penelitian.Amin. - Dihina tidak mengurangi umur, dipuji tidak menambah umur. -Make Indonesia Great and Strong Again...! -Once a Catholic, Always a Catholic...!!! -Iuvante Deo Vincimus. Amen. - 100% Catholic...!!! -Tulisan Saya Sewaktu-waktu bisa di Revisi.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Surat Terbuka Tentang Penetapan Hari Kebudayaan Nasional

15 Juli 2025   07:51 Diperbarui: 24 Juli 2025   03:31 437
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
GAMKI: Cinta Tuhan, Cinta Nusa Bangsa. GAMKI: ORA ET LABORA (Sumber: Wikipedia)

Kepada Yth. Menteri Kebudayaan Republik Indonesia.

Tembusan: Presiden Republik Indonesia, Ketua DPR-RI, dan Komisi X DPR-RI

Dengan hormat,

Sebagai bagian dari masyarakat sipil, akademisi, pegiat budaya, dan pemerhati kebijakan publik, saya ingin menyampaikan apresiasi atas langkah Menteri Kebudayaan yang telah menetapkan Hari Kebudayaan Nasional pada tanggal 17 Oktober.

Saya memahami bahwa niat tersebut lahir dari keinginan yang tulus untuk memperkuat kesadaran kolektif bangsa Indonesia akan pentingnya melestarikan, melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkan kebudayaan nasional dalam pembangunan yang berkelanjutan.

Namun, melalui kajian mendalam terhadap Peraturan Pemerintah No. 66 Tahun 1951, saya menemukan bahwa peraturan tersebut hanya mengatur tentang Lambang Negara Republik Indonesia, yaitu Burung Garuda beserta perisai,semboyan Bhinneka Tunggal Ika , dan penjelasan filosofis Pancasila (Pasal 1, Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6 PP No. 66 Tahun 1951).

Dan Peraturan Pemerintah No. 66 Tahun 1951 tidak memuat norma hukum atau ketentuan apa pun mengenai penetapan Hari Kebudayaan Nasional, selain fakta administratif bahwa peraturan tersebut ditetapkan pada tanggal 17 Oktober 1951 oleh Presiden Soekarno. 

Pada saat yang sama, saya juga mencatat bahwa tanggal 17 Oktober bertepatan dengan hari ulang tahun Presiden Prabowo Subianto. Kesamaan tanggal ini, meski mungkin kebetulan, membuka ruang interpretasi publik bahwa penetapan Hari Kebudayaan Nasional rentan dipersepsikan sebagai simbol politik yang mempersonalisasi kebudayaan pada sosok tertentu. Artinya, kebijakan penetapan Hari Kebudayaan Nasional rentan dipersepsikan publik sebagai upaya simbolik yang mengkultuskan sosok tertentu melalui kebijakan kebudayaan. Padahal, kebudayaan tidak boleh dikooptasi oleh kepentingan rezim manapun, karena kebudayaan adalah milik bersama, lintas generasi, lintas partai, dan lintas rezim.

Pak Fadli Zon, kita perlu belajar dari negara lain. Jepang memiliki Bunka no hi (Hari Kebudayaan) yang jatuh pada tanggal 3 November yang diperingati sebagai hari peringatan pengesahan konstitusi baru Jepang pascaperang yang mengedepankan visi perdamaian dan kebudayaan, sehingga Undang-Undang Hari Libur Jepang (Shukujitsu-hō) tahun 1948 menetapkan tanggal 3 November sebagai Hari Kebudayaan. Sedangkan tanggal 3 Mei 1947, yang merupakan hari pertama penerapan konstitusi Jepang, dijadikan sebagai hari libur yang disebut sebagai Hari Peringatan Konstitusi. Sementara itu, Korea Selatan merayakan Hari Hangeul pada tanggal 9 Oktober, dan Korea Utara merayakan Hari Joson-gul pada tanggal 15 Januari, untuk memperingati penemuan aksara Hangeul atau abjad Korea oleh Raja Sejong yang Agung. Selain itu, Malaysia, dengan masyarakatnya yang multi-etnis, cenderung merayakan festival budaya kolektif tanpa menjadikannya sebagai hari ulang tahun tokoh politik.

Begitu pula Indonesia juga memiliki Batik Nasional yang telah diakui oleh UNESCO pada tanggal 2 Oktober 2009, dan Wayang Nasional yang diakui pada tanggal 7 November 2003 oleh UNESCO sebagai warisan dunia tak benda. Sementara itu, penetapan Hari Batik Nasional pada 2 Oktober melalui Keputusan Presiden No. 33 Tahun 2009 dan penetapan Hari Wayang Nasional pada 7 November melalui Keputusan Presiden No. 30 Tahun 2018. Keduanya didasarkan pada peristiwa kolektif, bukan simbol pribadi. Mengapa? Karena budaya bukan milik satu orang. Budaya adalah milik kita semua. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun