Mohon tunggu...
Elka Fikril Al Hasani
Elka Fikril Al Hasani Mohon Tunggu... Mahasiswa Pendidikan Sejarah FKIP Universitas Siliwangi

Historia Magistra Vitae

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kolonialisme: Penjelajahan Bangsa Eropa oleh Cornelis de Houtman ke Nusantara yang Berujung Penjajahan

17 Desember 2021   06:39 Diperbarui: 17 Desember 2021   06:50 1139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: https://readyygo.blogspot.com/2015/07/latar-belakang-kedatangan-bangsa.html

Setelah Turki Utsmani menduduki Kota Konstatinopel dan menguasai perdagangan di Timur Tengah pada tahun 1453. Bangsa Eropa mulai kesusahan dalam mendapatkan rempah-rempah untuk kehidupan sehari-harinya. Maka dari itu bangasa-bangsa Eropa mulai melakukan ekspedisi penjelajahan ke samudera yang memiliki kekayaan dan potensi alam yang sangat banyak hingga sampai menemukan Nusantara. Beberapa bangsa Eropa yang sampai ke Nusantara yaitu Portugis, Spanyol, Belanda, Perancis, dan Inggris. Adapun dari kelima bangsa ini yang sangat lama mendiami Nusantara yaitu bangsa Belanda yang dipimpin oleh Cornelis de Houtman pada tahun 1596 hingga sampai bangsa Belanda mendirikan sebuah kongsi dagang yang disebut dengan VOC pada tahun 1602 sampai 1799.

Cornelis de Houtman ini membawa 4 armada kapalnya dalam mencari rempah-rempah yang diawali ke Barat Afrika -- Tanjung Harapan Samudera Hindia -- Selat Sunda -- berakhir di Nusantara tepatnya Banten. Dilihat dari potensi dan kekayaan sumber alamnya sangat besar, beragam dan berharga yang dimiliki oleh Nusantara maka dari itu banyak bangsa Eropa berlomba-lomba berdatangan ke Nusantara untuk menguasai dan menjajah hasil alam tersebut. Salah satunya hasil alam yang sangat dicari oleh semua bangsa Eropa ialah rempah-rempah, karena rempah-rempah ini mempunyai banyak kegunaan dan jual harga yang sangat tinggi. Fungsi dan manfaat dari rempah-rempah ini dapat digunakan sebagai penyedap cita rasa pada suatu makanan, proses pengawetan jenazah, dan bahan sebagai pembuat obat-obatan. Sehingga pada tahun ke tahun yang awalnya Belanda datang ke Nusantara hanya untuk kebutuhan rempah-rempah saja menjadi menguasai sistem politik dan ekonomi dalam jangka waktu yang sangat lama.

Proses Kedatangan Bangsa Belanda ke Nusantara

Pada abad ke-15an telah banyak terjadi peristiwa penting di Eropa. Salah satu dari kejadian penting ini yang mempengaruhi jalannya sejarah dunia yaitu ketika jatuhnya Kota Konstatinopel yang merupakan Ibu Kota Romawi Timur pada tahun 1453. Kota Konstatinoepl ini merupakan suatu pertahanan terdepan yang dimiliki oleh Eropa untuk menahan masuknya agama Islam di Benua Eropa. Dalam peristiwa perang yang sangat sengit akhirnya orang-orang Turki Utsmani yang bergama Islam dapat berhasil merebut dan menguasai Kota Konstatinopel. Dengan demikian peristiwa tersebut membuka pintu bagi para penguasa Islam untuk masuk ke Benua Eropa tapi sebaliknya bagi bangsa Eropa ketika jatuhnya Kota Konstatinopel ini berarti terputusnya hubungan antara dunia Barat dan dunia Timur. Kota Konstatinopel ini merupakan jalan dagang bagi Eropa menuju ke dunia Timur, untuk itu bangsa Eropa harus mencari jalan atau jalur lain untuk bisa menuju dunia Timur (Djakariah, 2014: 64).

Pada akhirnya bangsa Eropa terpaksa harus melakukan ekspedisi penjelajahan ke samudera yang diawali oleh bangsa Portugis dan Spanyol. Dengan penjelajahan samudera ini mereka sampailah di Benua Afrika dan Asia hingga sampai menemukan Nusantara dengan niat untuk berdagang. Namun, pandangan bangsa Eropa melihat kebiasaan dan perilaku bangsa Afrika dan Asia ini lemah kemudian munculah ada niatan untuk melakukan Kolonialisme dan Imprealisme. Salah satu bangsa Eropa yang pertama kali menginjakan kaki di Nusantara adalah bangsa Portugis pada tahun 1512 yang dipimpin oleh Fransisco Serrao yang berhasil mencapai Hitu (Ambon sebelah utara) (Rickflef, 2007: 35).

Dilanjut penjelajahan ke Nusantara ini oleh bangsa Spanyol pada tahun 1522 pertama kali mendarat di Maluku (Tidore) yang dipimpin oleh Sebastian del Cano. Kemudian pada tahun 1596 bangsa Belanda yang dipimpin oleh Cornelis de Houtman tiba juga di Nusantara tepatnya di pelabuhan Banten. Pada tahun inilah awal mula bangsa Belanda datang di Nusantara, namun kedatangannya diusir oleh pihak penduduk pesisir Banten dikarenakan sikap mereka (bangsa Belanda) yang kasar dan sombong. Tapi tidak semudah itu bagi bangsa Belanda untuk melupakan Nusantara, pada tahun 1598 bangsa Belanda datang kembali yang dipimpin oleh Jacob Van Neck dan Wybrecht Van Werwyck. Tiba di Maluku pada bulan Maret 1599. Keberhasilan penjelajahan yang dilakukan oleh Jacob dan Wybrecht ini mendorong keinginan berbagai perusahaan di Belanda untuk ikut serta dalam memberangkatkan kapalnya ke Indonesia, hampir 14 perusahaan yang telah memberangkatkan 62 kapal (Sudirman, 2014: 250).

Semakin banyaknya pendatang bangsa Eropa yang berdagang ke Nusantara mengakibatkan persaingan tentunya dengan Portugis, Spanyol dan Inggris. Karena melihat situasi dan kondisi di Nusantara yang seperti ini para pedagang Eropa bukan mendapatkan keuntungan malah sebaliknya yaitu kerugian ditambah dengan banyaknya perampokan oleh bajak laut. Pangeran Maurits dan Johan Van Olden Barnevelt, pada 20 Maret 1602 pada pedagang Belanda mendirikan Verenigde Oost Indische Compaigne -- VOC (Persekutuan Maskapai Perdagangan Hindia Timur). Pada masa itu persaingan antara bangsa-bangsa Eropa di Nusantara memperebutkan hegemoni perdagangan di Asia Timur. Verenigde Oost Indische Compaigne (VOC) pertama kali membuka kantor dagangnya di Banten pada tahun 1602 yang dikepalai oleh Francois Wittert.

Memang awal kedatangan bangsa-bangsa Eropa ini dikarenakan kebutuhannya terhadap rempah-rempah yang mengharuskan mereka untuk menjelajah samudera hingga menemukan suatu bangsa atau pulau yang didalamnya terdapat rempah-rempah dan dilakukan kegiatan perdagangan. Namun perlahan-lahan mulai berubah dikarenakan tingginya persaingan perdagangan antar bangsa yang menyebabkan mereka berusaha untuk menguasai sumber rempah-rempah yang ada di Nusantara.

Sistem Politik Belanda dalam Penjajahan di Nusantara

  1. VOC (Verenigde Oost Indische Compagnie) VOC ini dilatarbelakangi oleh datangnya bangsa Belanda ke Nusantara yang berupa kelompok-kelompok dagang yang berhimpun dalam suatu kongsi dagang yang dinamakan VOC. Yang digagas oleh Jacob van Oldebarnevelt pada tanggal 20 Maret 1602. Dikutip dalam Modul Pembelajaran SMA Sejarah Indonesia Kelas XI Tujuan dari didirikannya VOC ialah sebagai berikut: Untuk menghindari persaingan yang tidak sehat antara sesama pedagang bangsa Belanda, Untuk memperkuat posisi bangsa Belanda dalam menghadapi persaingan, baik dengan sesama bangsa Eropa, maupun dengan bangsa-bangsa Asia, dan Untuk mendapatkan monopoli perdagangan, baik secara impor ataupun ekspor. VOC ini dibubarkan karena jatuh bangkrut pada tanggal 31 Desember 1799.
  2. Masa Peralihan Setelah VOC dibubarkan keuasaannya pun diambil alih oleh pemerintahan Belanda. Pada 1 Januari 1800 secara resmi Nusantara menjadi wilayah kekuasaan pemerintahan Kerajaan Belanda yang disebut dengan Hindia-Belanda (Nederlands-Indie). Tahun 1800-1870 itu terjadi politik kolonial yang bergerak pada sistem menuju sistem pajak dan sistem sewa tanah. Daendels (1807-1811) dan Raffles (1811-1816) dengan didorong oleh idealisme mereka yang pada dasarnya mendukung cita-cita liberalisme untuk memberikan suatu kebebasan bagi perseorangan, milik tanah, kebebasan untuk bercocok tanam, berdagang, kepastian hukum dan peradilan yang baik.
  3. Sistem Tanam Paksa (1830-1870) Sistem tanam paksa atau cultuur stelsel yang dicetuskan oleh Van den Bosch sejak tahun 1830 dikarenakan kesulitan dalam finansial yang dihadapi oleh pemerintahan Belanda akibat Perang Jawa (1825-1830) di Nusantara dan Perang Belgia (1830-1831) di Belanda. Adapun ciri dari sistem tanam paksa ini ialah diharuskannya bagi rakyat Jawa untuk membayar pajak in natura dalam bentuk hasil pertanian mereka. Kebijakan-kebijakan yang dicetuskan pemerintahan Belanda terhadap rakyat ini memang tidak membebani dalam kertas tertulisnya namun pada praktik lapangannya dengan kebijakan ini sangat memberatkan bagi para rakyat sehingga menimbulkan banyak kerugian-kerugian.
  4. Sistem Kolonial Liberal (1870-1900) Politik kolonial liberal ini menjanjikan perbaikan kesejahteraan bagi para rakyat Hindia-Belanda dengan memberikan kesempatan bagi para kaum modal swasta untuk membuka perusahaan-perusahaan industri perkebunan tingkat swasta. Namun sebaliknya pada akhir abad XIX tingkat kesejahteraan rakyat Indonesia tidak nampak meningkat tapi malah merosot. Sebabnya ialah pemerintahan Belanda tidak mau melepaskan politik batig saldo-nya. Sekalipun keuntungan-keuntungan yang diperoleh dari hasil perkebunan ini hanya dialirkan ke pemerintahan Belanda dan tidak sepeserpun memberikan sedikit kepada para rakyat pribumi (Indonesia).
  5. Sistem Politik Kolonial Etis (1900-1922) Politik kolonial etis ini sebagai politik kesejahteraan tetap yang tidak membawa perbaikan bagi nasib rakyat Indonesia Politik balas budi dengan triloginya yaitu: irigasi, emigrasi (transmigrasi) dan edukasi. Jika dilihat secara formal, Pemerintahan Hindia-Belanda ini terpaksa dalam melaksanakan kebijakannya tapi bukan untuk mensejahterakan rakyatnya, melainkan hanya untuk kepentingan kolonialnya. Seperti pembangunan sarana produktif seperti irigasi dan transportasi (jalan kereta api) bukan untuk kepentingan industri perkebunan, emigrasi (transmigrasi) ke luar jawa lebih dimaksudkan untuk memenuhi permintaan tenaga kerja di daerah-daerah perkebunan tembakau di Deli, Sumatera Utara, dan pendidikan diprogramkan bukan untuk mencerdaskan kehidupan rakyat, melainkan sekedar untuk memenuhi kebutuhan akan pegawai-pegawai rendahan saja. Sekolah dan sistem kepegawaian pun bersikap diskriminatif. Sifat-sifat demokrasi politik dan demokrasi ekonomi yang ada dalam politik etis hanya sekedar legitimasi formal, yang substansinya tak punya makna implikatif yang nyata bagi perkembangan kehidupan rakyat Indonesia.
  6. Devide et Impera, Devide et Impera adalah suatu upaya yang dilakukan dari Belanda untuk bisa menguasai sebuah wilayah dengan menggunakan cara adu domba dalam sebuah sistem kerajaan. Bangsa Belanda menggunakan sistem ini sejak awal memasuki Nusantara, dari zaman VOC hingga menjadi Hindia-Belanda. Sangat berbeda jauh dengan dulu, negara Belanda yang sekarang ialah negara yang sangat menjunjung tinggi adanya hukum HAM. Politik adu domba ini tepatnya pada abad 17 sangat digemari oleh VOC untuk bisa menguasai suatu daerah, dengan cara inilah bangsa Belanda yang bahkan memiliki jumlah lebih sedikit dari pribumi bisa mengalahkannya. Sistem politik seperti ini selalu menjadi cara strategis yang dilakukan bangsa Belanda dalam menghilangkan pemberontakan di berbagai daerah di bumi Nusantara (Absiroh, T,T).

Banyak yang perlu kita pahami tentang masuknya bangsa Eropa ke Nusantara dikarenakan kebutuhannya dalam bahan-bahan rempah terkhusus bangsa Belanda yang awalnya dipelopori oleh Cornelis de Houtman. Selain bangsa Belanda yang membutuhkan rempah-rempah pun bangsa-bangsa lainnya seperti Spanyol, Portugis dan Inggris menjadikan sebuah persaingan dalam hal perdagangan rempah-rempah di Nusantara. Bangsa Belanda banyak membawa para pengusaha-penguasaha nya ke Nusantara untuk melakukan perdagangan hingga terbentuklah kongsi dagang bangsa Belanda dengan nama VOC (Verenigde Oost Indische Compagnie) untuk memperkuat perdagangan dari bangsa Belanda dan menyaingi bangsa-bangsa Eropa lainnya. Dengan seiring berjalannya waktu yang awalnya bertujuan hanya akan melakukan perdagangan rempah-rempah menjadi berubah ingin menguasai rempah-rempah yang ada di Nusantara dikarenakan persaingan dengan bangsa-bangsa Eropa. Setelah lama menduduki di Nusantara bangsa Belanda ini pun mulai menguasai dari segi pemerintahan politiknya yang menjadikan Nusantara sebagai dengan yang dijajahinya, hingga akhirnya bangsa Belanda pun banyak menciptakan kebijakan-kebijakan politik yang hanya menguntungkan bagi bangsa Belanda dan merugikan bagi bangsa Pribumi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun