Mohon tunggu...
Sigra Arum Wijayanti
Sigra Arum Wijayanti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Seorang yang tekun dan berkemauan

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Tindak Pidana Penipuan yang Berkedok Jual Beli Online dalam Perspektif Islam

30 September 2022   16:45 Diperbarui: 1 Oktober 2022   08:17 823
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Semakin berkembangnya zaman, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pun kini semakin pesat. Kegiatan jual beli yang mulanya dilakukan menggunakan barter/saling bertukar barang antarindividu, kemudian berubah menggunakan media uang. Beberapa waktu belakangan ini, setelah masifnya perkembangan teknologi, sistem jual beli kemudian berganti menggunakan media online.

Dengan saling terhubungnya antarindividu di seluruh penjuru dunia ini, membuat dunia seakan tanpa batas. Manusia dapat berhubungan dimanapun dan kapanpun. Kegiatan jual beli jarak jauh pun kini mulai mengakar merambah pada masyarakat modern. Pemasaran jual beli kini tak harus dilakukan tanpa bertemu secara langsung, hanya menggunakan alat telekomunikasi serta jaringan internet yang memadai. Dari sanalah maka terlahir inovasi dengan munculnya berbagai macam situs online shop.

Sebenarnya, jual beli secara online mempunyai dua mata sisi, yaitu sisi positif dan negatif. Sisi positifnya yaitu semakin memudahkan pihak-pihak baik itu penjual dan pembeli yang tidak perlu untuk bertemu secara langsung sehingga kegiatannya lebih efektif dan efisien. Selain itu, penjual tidak perlu mengeluarkan modal lebih layaknya membuat toko yang harus menyediakan tempat dan barang-barang yang lengkap. Penjual hanya perlu mengunggah foto barang dagangannya di situs jual beli online.

Dampak adanya perkembangan ini tentunya semakin hari semakin berpengaruh terhadap budaya dan pola perilaku masyarakat. Kini pedagang konvensional harus mampu bersaing dengan masifnya perdagangan online yang semakin menggiurkan. Apalagi banyak masyarakat yang semakin dimudahkan membuat semakin merebaknya situs-situs penjual secara online.

Akan tetapi, semenarik apapun kegiatan jual beli online, tetap saja memiliki sisi negatif. Banyaknya pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dalam melakukan kegiatan ini sering kali ditemukan. Pembeli banyak mengeluh akan barang yang telah diterimanya dimana tidak sesuai dengan barang yang ditawarkan oleh penjual. Hal ini sudah seharusnya menjadi kewajiban konsumen untuk selalu waspada dan berhati-hati ketika melakukan jual beli secara online terlepas dengan adanya UU Perlindungan Konsumen maupun UU ITE yang telah ada.

Transaksi yang ada pada situs-situs online sangat riskan untuk diselewengkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Utamanya terhadap konsumen yang mengharuskan untuk membayar terlebih dahulu dengan mentransfer sejumlah uang tanpa mengetahui kondisi barang yang diperjualbelikan secara langsung. Hal yang demikian justru dapat merugikan konsumen, yang mana seharusnya konsumen mendapatkan pelayanan yang bersih, jujur dan transparan.

Salah satu contoh kasus penipuan yang pernah terjadi yaitu jual beli masker secara online melalui aplikasi Facebook yang terjadi pada tahun 2020 di Kabupaten Barru, Provinsi Sulawesi Selatan. Kemudian pelaku dan korban mulai saling tawar menawar melalui aplikasi messenger, korban dan pelaku sepakat mengenai harga Rp170.000/box dengan memesan masker sebanyak 15 box dengan harga Rp2.550.000. Akhirnya, korban mengirim pesan lagi melalui aplikasi WhatsApp dan pelaku mengirim nomor rekening ke korban. 

Akan tetapi, setelah korban mengirimkan uang terhadap si pelaku dengan lunas sesuai dengan harga barang yang dipesan, pada saat uang sampai di tangan pelaku, pelaku pun membuat paket berupa satu kotak berisi buku tulis dan handuk bayi bekas, dengan tampilan rapi kemudian pelaku menarik uang transfer Rp2.550.000 lalu menuju ke tempat pengiriman barang di Kota Parepare bersama istrinya. 

Tidak berselang beberapa menit kemudian, pelaku memblokir nomor WhatsApp dan akun Facebook korban. Dalam kasus ini korban mengalami kerugian dan melaporkan kejadian ini ke Polres Kabupaten Barru dan dalam kasus ini pihak kepolisian telah berhasil mengungkap kasus penipuan perjanjian jual beli online dengan barang bukti yang diamankan satu buah handphone merek Oppo warna gold, kartu handphone satu, kardus dengan tampilan rapi, buku, serta selimut bayi bekas dan uang sebesar Rp450.000.

Ini hanya segelintir dari kasus penipuan yang berkedok jual beli online. Oleh karenanya, fakta hukum menyebutkan jika jual beli yang dilakukan secara online sangat rawan akan terjadinya penipuan. Apalagi para pihak yang tidak saling mengenal sehingga akan lebih mempermudah pelaku dalam menjalankan aksinya.

Dalam Q.S Al-Baqarah: 188 juga telah menyebutkan:

“Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil, dan (janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim, dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui.”

Islam mengharamkan segala bentuk tindak pidana termasuk segala bentuk tindak pidana penipuan. Penipuan merupakan kejahatan yang dilakukan oleh seseorang dengan jalan membohongi orang lain atau tipu daya melihat secara melawan hak demi untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar bagi pribadinya, baik itu barang maupun uang.

Di dalam Hukum Pidana Islam, sanksi bagi penipuan jual beli berbasis online ini adalah ta’zir. Karena Ta’zir adalah hukuman atas tindakan pelanggaran atau kriminalitas yang tidak diatur secara pasti. Hukuman ini berbeda-beda sesuai dengan perbedaan kasus dan pelakunya. Dari satu segi ta’zir ini sejalan dengan hukuman had yakni tindakan yang dilakukan untuk memperbaiki perilaku manusia, dan untuk mencegah orang lain agar tidak melakukan tindakan yang sama. Tindakan penipuan adalah haram dan harus dikenakan pidana karena memiliki kemadharatan.

Oleh karena itu, jika masyarakat ingin melakukan kegiatan jual beli online, sebaiknya dapat dilakukan melalui perusahaan-perusahaan e-commerce terkemuka di Indonesia seperti Tokopedia, Lazada, Blibli.com, Bukalapak, Zalora, Shopee, Berrybenka, Kaskus dan Traveloka, yang tentunya perusahaan terkemuka perdagangan online (e-commerce) atau marketplace besar di Indonesia yang telah memiliki sistem yang terstruktur rapi untuk mencegah terjadinya rawan penipuan sehingga cenderung lebih aman, dibandingkan dengan jual beli online baik Facebook, Messenger, Telegram, WhatsApp, Instagram, Twitter, forum yang tentunya risiko sangat besar terjadi rawan penipuan karena situs jual beli online bukan sebuah perusahaan e-commerce terkemuka di Indonesia dan tentunya dengan jalan yang diridhai oleh Allah SWT.

Sudah jelas disebutkan dalam Q.S An-Nisa’: 29 yang berarti:

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu."

Dalam ayat tersebut sudah jelas jika Allah melarang orang-orang yang beriman untuk memakan harta milik secamanya dengan perbuatan yang batil apalagi dengan tipu daya muslihat dengan semata untuk mencari keuntungan. Allah meminta hamba-Nya untuk melakukan jual beli dengan jalan yang benar dengan suka sama suka. Oleh karena itu, dalam perniagaan ini kedua belah pihak haruslah saling mendapatkan manfaat dan tidak berat sebelah.

Maka dari itu, Islam telah mengatur kegiatan jual beli dengan menerapkan rukun jual beli yang ada empat macam, di antaranya:

1. Orang yang berakad (penjual dan pembeli);

  • Orang yang melakukan jual beli haruslah baligh dan berakal sehingga akad jual belinya sah. Selain itu, orang yang melaksanakan akad merupakan orang yang berlainan. Maksudnya, orang tidak dapat berlaku sebagai penjual dan pembeli pada waktu yang sama, sehingga orangnya haruslah berbeda.

2. Sighat (lafal ijab dan kabul);

  • Ulama fiqih telah bersepakat jika unsur yang paling penting dari jual beli adalah kerelaan di antara kedua belah pihak. Hal ini dapat dilihat dari akad ijab qabul yang harus jelas dalam transaksinya. Jika ijab qabul telah diucapkan, maka barang dan uang telah berpindah tangan. Di zaman sekarang, ijab qabul tidak diucapkan lagi, hanya dilakukan melalui tindakan mengambil dan membayar dengan uang. Jumhur ulama berpendapat jika hal ini boleh dilakukan, jika hal itu sudah merupakan kebiasaan dalam suatu masyarakat karena sudah ada unsur suka sama suka sesuai dengan syariat Islam pada Q.S An-Nisa:29

3. Ada barang yang dibeli;

  • Baik barang itu ada ataupun tidak ada, penjual telah menyatakan kesanggupannya untuk mengadakan barang tersebut. Barang tersebut tentunya dapat dimanfaatkan dan bermanfaat bagi manusia dan bukan merupakan barang yang dilarang dalam syariat Islam. Barang tersebut milik seseorang dan dapat diserahkan saat ijab qabul.

4. Ada nilai tukar pengganti barang.

  • Harga yang disepakati para pihak haruslah jelas jumlah dan waktu pembayarannya.

Selain itu, Islam juga mengatur terkait dengan hak-hak konsumen, seperti khiyar majelis, khiyar ‘aib, khiyar syarat, khiyar ta’yin, khiyar ar-ru’yah. khiyar majelis dengan hak untuk didengar, khiyar syarat dengan hak memilih, khiyar ‘aib dengan hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang atau jasa, khiyar ta’yin dengan hak untuk memilih dan hak memperoleh keamanan, dan khiyar ru’yah dengan hak untuk didengar. Jika dikaji secara mendalam dari segi pengaturan, nilai, dan tujuan, hak-hak konsumen dalam hukum Islam dan UUPK memiliki peran dan fungsi yang sama dalam perlindungan hak-hak konsumen.

Pada dasarnya, jual beli online menurut Islam merupakan perbuatan yang mubah (boleh), kecuali terdapat dalil yang mengharamkannya. Di samping itu, kegiatan jual beli online tidak boleh melanggar syariat Islam seperti adanya unsur riba, penipuan, ketidakjelasan, pemaksaan, barang-barang yang diperjualbelikan adalah barang yang haram, dan lain sebagainya. Selagi kedua belah pihak bersepakat suka sama suka (kerelaan) dan dilaksanakan dengan prinsip kejujuran, hal ini tidak dilarang dalam Islam.

Islam telah mengatur sedemikian rupa, segala sesuatu yang ada di alam semesta ini. Tinggallah manusia sebagai khalifah di muka bumi ini menjalankannya dengan peran yang sebaik mungkin sesuai dengan syariat Islam. Karena sejatinya, orang-orang yang beriman ialah orang yang mengerjakan kebajikan, sehingga ia akan kembali dalam keadaan yang sebaik-baiknya sesuai dengan firman Allah SWT dalam Q.S Ar-Rad: 28 yang artinya: 

"Orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, mereka mendapat kebahagiaan dan tempat kembali yang baik."

Segala bentuk kejahatan di muka bumi ini akan selalu tercatat dalam setiap amal perbuatan manusia. Sehingga eloklah kita harus menata masa depan akhirat kita dengan sebaik mungkin. Termasuk melakukan kegiatan jual beli yang sesuai dengan syariat Islam.

Ditulis oleh Sigra Arum Wijayanti (Mahasiswa S1 Ilmu Hukum Universitas Islam Sultan Agung Semarang)

Dosen Pembimbing: Dr. Ira Alia Maerani, S.H., M.H.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun