Mohon tunggu...
Sigra Arum Wijayanti
Sigra Arum Wijayanti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Seorang yang tekun dan berkemauan

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Tindak Pidana Penipuan yang Berkedok Jual Beli Online dalam Perspektif Islam

30 September 2022   16:45 Diperbarui: 1 Oktober 2022   08:17 823
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

“Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil, dan (janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim, dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui.”

Islam mengharamkan segala bentuk tindak pidana termasuk segala bentuk tindak pidana penipuan. Penipuan merupakan kejahatan yang dilakukan oleh seseorang dengan jalan membohongi orang lain atau tipu daya melihat secara melawan hak demi untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar bagi pribadinya, baik itu barang maupun uang.

Di dalam Hukum Pidana Islam, sanksi bagi penipuan jual beli berbasis online ini adalah ta’zir. Karena Ta’zir adalah hukuman atas tindakan pelanggaran atau kriminalitas yang tidak diatur secara pasti. Hukuman ini berbeda-beda sesuai dengan perbedaan kasus dan pelakunya. Dari satu segi ta’zir ini sejalan dengan hukuman had yakni tindakan yang dilakukan untuk memperbaiki perilaku manusia, dan untuk mencegah orang lain agar tidak melakukan tindakan yang sama. Tindakan penipuan adalah haram dan harus dikenakan pidana karena memiliki kemadharatan.

Oleh karena itu, jika masyarakat ingin melakukan kegiatan jual beli online, sebaiknya dapat dilakukan melalui perusahaan-perusahaan e-commerce terkemuka di Indonesia seperti Tokopedia, Lazada, Blibli.com, Bukalapak, Zalora, Shopee, Berrybenka, Kaskus dan Traveloka, yang tentunya perusahaan terkemuka perdagangan online (e-commerce) atau marketplace besar di Indonesia yang telah memiliki sistem yang terstruktur rapi untuk mencegah terjadinya rawan penipuan sehingga cenderung lebih aman, dibandingkan dengan jual beli online baik Facebook, Messenger, Telegram, WhatsApp, Instagram, Twitter, forum yang tentunya risiko sangat besar terjadi rawan penipuan karena situs jual beli online bukan sebuah perusahaan e-commerce terkemuka di Indonesia dan tentunya dengan jalan yang diridhai oleh Allah SWT.

Sudah jelas disebutkan dalam Q.S An-Nisa’: 29 yang berarti:

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu."

Dalam ayat tersebut sudah jelas jika Allah melarang orang-orang yang beriman untuk memakan harta milik secamanya dengan perbuatan yang batil apalagi dengan tipu daya muslihat dengan semata untuk mencari keuntungan. Allah meminta hamba-Nya untuk melakukan jual beli dengan jalan yang benar dengan suka sama suka. Oleh karena itu, dalam perniagaan ini kedua belah pihak haruslah saling mendapatkan manfaat dan tidak berat sebelah.

Maka dari itu, Islam telah mengatur kegiatan jual beli dengan menerapkan rukun jual beli yang ada empat macam, di antaranya:

1. Orang yang berakad (penjual dan pembeli);

  • Orang yang melakukan jual beli haruslah baligh dan berakal sehingga akad jual belinya sah. Selain itu, orang yang melaksanakan akad merupakan orang yang berlainan. Maksudnya, orang tidak dapat berlaku sebagai penjual dan pembeli pada waktu yang sama, sehingga orangnya haruslah berbeda.

2. Sighat (lafal ijab dan kabul);

  • Ulama fiqih telah bersepakat jika unsur yang paling penting dari jual beli adalah kerelaan di antara kedua belah pihak. Hal ini dapat dilihat dari akad ijab qabul yang harus jelas dalam transaksinya. Jika ijab qabul telah diucapkan, maka barang dan uang telah berpindah tangan. Di zaman sekarang, ijab qabul tidak diucapkan lagi, hanya dilakukan melalui tindakan mengambil dan membayar dengan uang. Jumhur ulama berpendapat jika hal ini boleh dilakukan, jika hal itu sudah merupakan kebiasaan dalam suatu masyarakat karena sudah ada unsur suka sama suka sesuai dengan syariat Islam pada Q.S An-Nisa:29

3. Ada barang yang dibeli;

  • Baik barang itu ada ataupun tidak ada, penjual telah menyatakan kesanggupannya untuk mengadakan barang tersebut. Barang tersebut tentunya dapat dimanfaatkan dan bermanfaat bagi manusia dan bukan merupakan barang yang dilarang dalam syariat Islam. Barang tersebut milik seseorang dan dapat diserahkan saat ijab qabul.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun