Mohon tunggu...
Sigit Budi
Sigit Budi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger ajah

blogger @ sigitbud.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Masamper", Berbalas Syair Penuh Ajaran Moral dan Kegembiraan

3 Februari 2020   05:21 Diperbarui: 3 Februari 2020   05:35 581
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kelompok Masamper (dok.pri)

Sekitar 20 pria dengan corak baju tradisional berwarna biru laut mengkilap di kepalanya memakai penutup dari kain yang warnanya senada warna baju dan bercelana panjang hitam.

Mereka melakukan gerakan maju mundur, ke kiri dan kanan bersama dan kompak sambil  melantunkan sebuah komposisi lagu tradisional secara bersautan. Berhubung semua pelantunnya adalah pria maka tak mengherankan warna suara "bariton"  yang berat terdengar kental di telinga.

Kelompok pria yang tampil di panggung acara "Natal Kunci Taon 2019" yang di selenggarakan di ICC Kemayoran (01/02/2020) lalu ini sedang menampilkan tarian khas "Masamper"  atau " Pato -- Pato dari kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara.

Berbalas Syair

Tradisi bernyanyi sambil menari melekat pada masyarakat Sangihe, bahkan sebelum agama Kristen masuk ke sana. Para penyebar Injil (Zending) dari Belanda lalu menamai kegiatan seni masyarakat tradisional Sangihe tersebut Zangvereeninging artinya kelompok menyanyi.

Berhubungan sebutan itu berbahasa asing  (Belanda) penyebutan itu oleh lidah lokal Sangihe (Sangir) menjadi "Samper". Dalam perkembangan jaman berganti menjadi "Masamper"

Kesenian ini selalu hadir dalam event -- event tradisional seperti hajatan, pernikahan dan kematian atau event resmi masyarakat Kepulauan Sangihe. 

Keunikan lagu "Masamper" atau "Pato -- Pato" pada irama lagunya yang mampu membangkitkan gairah penonton (audiens) untuk sekedar ikut berdendang atau  bahkan menari mengikuti irama lagu.

Masamper  tidaklah sekadar menyanyi bersama,  pengaturan tempat duduk dalam tradisi Masamper selalu membentuk bulatan. Bagian tengah lokasi Masamper dibiarkan kosong, menjadi tempat bagi mereka yang mendapat giliran memimpin lagu.

Bila ditarik ke belakang, budaya ini terbentuk oleh tradisi berbalas syair (berbalas pantun) di kalangan masyarakat Sangihe yang dinamakan "Mebawalase Sambo" . Dalam perkembangannya  tak menggunakan syair tapi berupa lagu berbahasa lokal Sangihe.

Pato -- Pato

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun