Mohon tunggu...
Sigit Eka Pribadi
Sigit Eka Pribadi Mohon Tunggu... Administrasi - #Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#

#Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#Menulis sesuai suara hati#Kebebasan berpendapat dijamin Konstitusi#

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Mengambil Hikmah, Kenapa Tiongkok Sampai Berani Klaim Laut Natuna

5 Januari 2020   08:17 Diperbarui: 6 Januari 2020   17:19 3195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
KRI Tjiptadi-381 yang beroperasi di bawah kendali Gugus Tempur Laut (Guspurla) Koarmada I menghalau kapal Coast Guard China saat melakukan patroli di Laut Natuna Utara, Kepulauan Riau | Dokumen Antara/Dispen / Koarmada I

Keberanian Tiongkok masuk hingga perairan laut Natuna sudah sangat jelas melanggar wilayah teritorial Zona Ekonomi Ekskusive Indonesia, dan sangat menciderai harga diri  bangsa Indonesia serta kedaulatan wilayah lautan Indonesia.

Berlatar pernyataan sepihak, dengan seenaknya Tiongkok mengklaim bahwa laut Natuna adalah bagian dari wilayahnya. Padahal sesuai hukum yang telah diputuskan dan diakui bersama oleh berbagai negara serta pihak pihak berwenang lainnya. Sudah ditegaskan bahwa Laut Natuna adalah milik Indonesia.

Dasar Tiongkok mengklaim perairan Natuna yang masuk wilayah Laut China Selatan adalah sembilan garis putus-putus atau nine dash line yang dibuat sepihak oleh China tanpa melalui konvensi hukum laut di bawah PBB atau United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS).

Padahal sesuai hukum yang telah diputuskan dan diakui bersama oleh berbagai negara yang bersinggungan langsung dengan ZEE termasuk Tiongkok sendiri serta pihak pihak berwenang lainnya. Sudah ditegaskan dan diputuskan bahwa laut Natuna adalah milik Indonesia.

Keputusan konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Hukum Laut yang tertuang dalam UNCLOS 1982 memutuskan perairan Natuna adalah Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI).

Seperti yang ramai diberitakan bahwa di wilayah perairan laut Natuna tidak hanya kaya dengan komoditas ikan saja, tapi terdapat cadangan migas terbesar gas 222 triliun kaki kubik (TCF) dan 310 juta bbl minyak, dengan luas 25 x 15 km2 serta tebal batuan reservoir lebih dari 1.500 meter.


Inilah rupanya yang membuat Tiongkok tergiur untuk menguasai laut Natuna dan akhirnya dengan berbagai cara, berupaya mengklaim bahwa laut Natuna adalah wilayahnya. Tiongkok sudah tak tahu diri, dengan arogan berani bertingkah mulai menjajah laut Natuna dan menciderai harga diri bangsa Indonesia.

Mengetahui kenyataan ini Indonesia bereaksi keras, pada keterangan persnya melulaui juru bicara Presiden, Fajroel Rahman, Presiden RI Jokowi bersikap tegas merespons klaim Tiongkok di perairan laut Natuna. Upaya penanganan klaim China di Natuna akan dilakukan dengan diplomasi damai.

Begitu juga Menhan RI, Prabowo, meskipun menanggapi dengan cool atau santai, tapi menurut Prabowo, Kemenhan RI sedang mengusahakan semua masalah di laut Natuna bisa selesai dengan baik dan menempuh jalan diplomasi damai, pasalnya Tiongkok merupakan salah satu sahabat Indonesia.

Sementara itu apresiasi yang tinggi layak di berikan bagi TNI, Komando Gabungan Wilayah Pertahanan I dipimpin langsung oleh Laksdya Yudo Margono, bersama pasukannya sudah siap operasi siaga tempur.

Pasukan Koarmada 1 TNI AL dan Koopsau 1 dengan Alutsist tiga KRI dan satu Pesawat intai maritim dan satu pesawat Boeing TNI AU sudah digelar dalam rangka melaksanakan pengendalian wilayah laut khususnya di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) laut Natuna Utara.

Namun berlatar belakang dari ini semua,  yang mengherankan adalah kenapa Tiongkok sampai bisa masuk wilayah Natuna, bahkan nelayan Indonesia yang melaut di perairan Natuna justru malah yang diusir oleh pihak asing termasuk Tiongkok.

Kenapa laut Natuna yang sangat kaya potensi sumber daya alam ini dan notabene merupakan beranda dan garis depan lautan Indonesia kok terkesan lalai dalam penjagaannya dan pengawasannya, kenapa ketika ada masalah baru tiba akal tiba masa.

Baru setelah ada kejadian ketika Tiongkok secara ilegal berani masuk ke laut Natuna, baru menyadarinya, lalu tetiba pemerintah memerintahkan untuk memperketat patroli laut Natuna, operasi pengawasan di siagakan lagi.

Inilah yang jadi pertanyaan dan kritikan publik, dan tentunya ini wajar berlaku kenapa publik sampai harus ingin tahu dan bersikap kritis, karena memang realitanya Tiongkok secara ilegal telah berani masuk ke laut Natuna.

Dapat dipastikan Tiongkok berani masuk ke laut Natuna tentunya karena pemerintah lengah dan kurang melakukan pengamanan dan pengawasan wilayah ZEE Indonesia termasuk laut Natuna.

Istilahnya, sepiring nasi di meja dengan lauk ikan goreng, kalau tidak ditunggui dan ditinggal begitu saja, sangat berpeluang dicuri dan bisa bisa bakal disambar kucing atau digondol tikus.

Begitu juga dengan laut Natuna, dengan segala potensi kekayaan yang terkandung didalamnya, tapi tidak ditunggui dan dijaga dengan baik, tentu saja kekayaan alam didalamnya bisa bisa  bakal diembat oleh negara lain.

Sejarah pengalaman dari lepasnya Sipadan dan Ligitan dapat menjadi pelajaran berharga, bahwa eksistensi Indonesia secara militan dan kontinu di wilayah ZEE Indonesia termasuk laut Natuna, dan perairan Indonesia lainnya sangat penting dan diperlukan.

Negara manapun termasuk Tiongkok akan berpikir seribu kali untuk berani masuk wilayah perairan Indonesia kalau ternyata ada penjaganya atau ternyata penjagaannya sangat ketat.

Istilah sederhananya, maling saja pasti mikir, mau maling rumah orang, kalau ternyata rumah itu ada penjaganya, dan pasti mikir resiko yang diterima kalau tetap nekad maling ke rumah orang yang ada penjaganya.

Tentunya terkait klaim Tiongkok terhadap perairan Natuna, pastinya publik sangat setuju dan mendukung pemerintah untuk bertindak tegas menolak klaim Tiongkok terhadap perairan Natuna dan tentunya publik juga harus menyadari tidak bisa begitu saja langsung main serang atau menyatakan perang.

Selama masih bisa diupayakan dengan jalan damai dan diplomasi, maka upaya pemerintah tersebut harus didukung sepenuhnya, perang bukanlah keputusan yang terbaik, karena perang pasti akan berdampak luas, dan pasti yang paling menderita menjadi korban adalah rakyat, inilah yang mesti dipikirkan oleh publik secara bijaksana.

Agar kiranya, publik dapat berpendapat cerdas dan menahan diri, dan mendukung sepenuhnya upaya diplomatik yang dilakukan oleh pemerintah dan mendorong pemerintah agar tidak lengah dan lalai. Agar secara militan dan kontinu menjaga dan mengamankan kedaulatan perairan laut Indonesia dimanapun berada.

Seyogianya, berlatar dari klaim Tiongkok terhadap wilayah perairan Natuna ini, agar dapatnya menjadi peringatan bagi pemerintah, jangan sampai kejadian ini terulang kembali. Jangan sampai perairan Natuna jatuh ke tangan Tiongkok.

Oleh karenanya sebagai timbang saran dan masukan, agar kiranya pemerintah dan pihak terkait yang berwenang dalam mengamankan wilayah ZEE Indonesia termasuk perairan laut Natuna, dan seluruh wilayah kedaulatan lautan Indonesia, jangan hanya bersifat temporer saja tapi mesti militan, dan kontinu.

Meskipun dihadapkan dengan tantangan luasnya wilayah kedaulatan laut Indonesia, tugas dan tanggung jawab ini tentunya tidaklah ringan, namun tantangan seberat apapun itu bukan suatu halangan dan rintangan, demi wibawa negara, kedaulatan dan harga diri bangsa Indonesia.

Semoga bermanfaat.

Sigit Eka Pribadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun