Mohon tunggu...
Sigit Eka Pribadi
Sigit Eka Pribadi Mohon Tunggu... Administrasi - #Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#

#Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#Menulis sesuai suara hati#Kebebasan berpendapat dijamin Konstitusi#

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menyoal Fenomena Perilaku Korupsi (Mental Bobrok) Para Birokrat

17 Oktober 2019   22:27 Diperbarui: 17 Oktober 2019   22:59 477
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar | Dokumen niagaasia.com

Tapi di sisi lain, ketika ada masyarakat yang menggunakan prosedur normal justru mendapatkan pelayanan yang tidak semestinya.

Maka, berlatar dari inilah muncul paradigma perilaku yang menjadi kebiasaan "Kalau bisa dipersulit, mengapa harus dipermudah. Kalau bisa diperlama mengapa harus dipercepat. Inilah setidaknya yang dapat sedikit tergambar pada budaya birokrasi Indonesia saat ini.

Persoalan korupsi merupakan tantangan yang tidak ringan dalam membangun kemajuan bangsa. Terkadang masyarakat menjadi segan ataupun takut bersinggungan dengan rumitnya Birokrasi di negara ini bahkan kerap kali malah dianggap sebagai momok yang menakutkan. Birokrasi yang semestinya menjadi faktor pendorong justru malah menjadi penghambat.

Padahal program reformasi birokrasi telah dicanangkan dan selalu digembar gemborkan oleh Presiden Jokowi, namun nyatanya tidak seperti realitanya.

Dampak dari korupsi berakibat sangat fatal bagi kehidupan bangsa, baik aspek kehidupan sosial, politik, birokrasi, ekonomi, dan individu. Ibarat kata korupsi layaknya kanker yang mendarah daging yang menjadi ukuran terhadap standar moral dan intelektual para pejabat birokrat saat ini.

Lalu yang menjadi pertanyaannya adalah, mengapa berbagai kenyataan berdasarkan ulasan penulis di atas, malah tidak membuat penyelesaian akar masalahnya secara tuntas?
 
Penangkapan berbagai pelaku korupsi seperti menjadi misteri yang dilematis mengenai ukuran keberhasilan pemberantasan korupsi.

Pasalnya apakah dengan semakin rajinnya KPK menangkapi para koruptor yang makin lama bukannya makin berkurang ini, sebagai indikasi keberhasilan pemberantasan korupsi ataukah malah menjadi indikator kegagalan pemerintah dalam rangka memberantas korupsi.

Inilah yang sedikit membingungkan, seharusnya dengan banyaknya penangkapan para pelaku yang terlibat kasus korupsi sebelumnya dapat menjadi pembelajaran bersama untuk jera dan menjadi patokan untuk tidak melakukan korupsi, tetapi realitanya malah tetap saja korupsi masih runtun terjadi, jadi dimana sebenarnya nilai utama indikator keberhasilannya ?

Perlu jadi catatan, jika memang korupsi benar-benar berhasil diberantas dan dientaskan  sampai pada akarnya maka sebenarnya bangsa ini akan bertumbuh kembang dengan budaya baru dan semakin maju, berbagai masalah-masalah kebangsaan yang lainnya akan dapat terselesaikan.

Sejatinya mengatasi korupsi dalam ruang birokrasi tidak melulu hanya melalui sebuah kebijakan politik semata, akan tetapi, dibutuhkan solusi lain, tentang bagaimana mencari penjelasan seterang-terangnya, atas dasar apa motif perilaku korupsi itu bisa timbul dan mengapa bisa timbul?

Apakah dari faktor gaya hidup yang tinggi, atau memang menjadikan ruang birokrasi sebagai lahan mencari kekayaan pribadi atau alasan dan faktor motif lainnya? Inilah sebenarnya yang mesti ditelusuri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun