Nabi Muhammad SAW sebagai uswatun hasanah telah memberikan banyak contoh dalam pendidikan anak. Dalam hadis shahih disebutkan:
"Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi." (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini menunjukkan bahwa lingkungan, terutama orang tua, memiliki pengaruh yang besar terhadap perkembangan kepribadian dan keyakinan anak. Fitrah di sini dapat dimaknai sebagai potensi keimanan yang lurus yang perlu diarahkan dan dikembangkan melalui pendidikan.
"Perintahkanlah anak-anak kalian untuk shalat saat mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka (jika tidak shalat) pada usia sepuluh tahun, dan pisahkan tempat tidur mereka." (HR. Abu Dawud)
Hadis ini menjadi dasar penting tentang pentingnya pembiasaan ibadah sejak dini. Nabi menekankan tiga hal: perintah, disiplin, dan pengaturan ruang pribadi, yang semua itu berkaitan erat dengan aspek pendidikan moral dan perilaku anak.
Pendekatan Psikologi Islam dalam Pendidikan Anak
Psikologi Islam memberikan kontribusi besar dalam memahami karakter dan perkembangan anak. Dalam psikologi Islam, manusia dipandang sebagai makhluk holistik yang memiliki unsur jasmani (fisik), akal (kognitif), qalb (emosi dan spiritual), dan nafs (keinginan).
Menurut Al-Ghazali, anak adalah seperti tanah kosong yang siap ditanami. Jika ditanami dengan kebaikan, maka ia akan tumbuh baik. Oleh karena itu, pendekatan pendidikan harus mempertimbangkan tahap-tahap perkembangan anak sesuai dengan fitrahnya. Pendidikan tidak boleh terlalu keras ataupun terlalu permisif, melainkan penuh kasih sayang, namun tetap dengan pengawasan dan arahan yang tegas.
Salah satu prinsip utama psikologi Islam adalah pendidikan berbasis rahmah (kasih sayang). Nabi Muhammad SAW bersabda:
"Barang siapa yang tidak menyayangi, maka ia tidak akan disayangi." (HR. Bukhari)
Prinsip ini menjadi landasan kuat bahwa pendekatan pendidikan harus menyentuh hati anak, bukan sekadar mengatur perilaku lahiriah.