Mohon tunggu...
Yai Baelah
Yai Baelah Mohon Tunggu... Pengacara - (Advokat Sibawaihi)

Sang Pendosa berkata; "Saat terbaik dalam hidup ini bukanlah ketika kita berhasil hidup dengan baik, tapi saat terbaik adalah ketika kita berhasil mati dengan baik"

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Menanti Kemenangan Golput (Bagian 2, Mengapa Membenci Golput)

19 April 2019   08:51 Diperbarui: 19 April 2019   09:59 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
tangkapan layar pada wikipedia

Tapi mengapa banyak pihak, terutama pemerintah, yang sedang berkuasa saat ini begitu getol, begitu sangat gencarnya memberikan seruan anti golput? Sejauh mana kepentingan  pemerintah juga pihak-pihak yang terlibat sebagai kontestan  akan besarnya partisipasi pemilih dalam suatu pemilihan umum (pemilu, Pileg, Pilpres) ini? 

Mengapa mereka menjadi 'risih' dengan banyaknya suara pemilih yang tidak memberikan suaranya ini, golput tadi, padahal tidak ada persoalan legalitas dalam kaitannya dengan sikap golput yang ditunjukkan oleh sebahagian masyarakat yang sebetulnya memiliki hak pilih itu tadi? 

Menurut asumsi Penulis, ada 2 motif yang mungkin menjadi alasan mereka, penguasa dan/atau para peserta pemilu tadi, mengapa begitu sangat berharap terhadap besarnya partisipasi masyarakat yang akan menggunakan hak pilihnya itu dan pada saat bersamaan melakukan kampanye-kampanye anti golput yang begitu  masif , yang terkesan sangat menyudutkan/memojokkan mereka yang golput tadi.

Alasan legitimasi. Iya, yang pertama adalah pertimbangan legitimasi. Maksudnya, legitimasi pemilu secara keseluruhan, berkenaan  dengan proses penyelenggaraan pemilu dan juga legitimasi bagi mereka yang terpilih yang kemudian akan menduduki jabatan tertentu, yang didapat dari hasil penyelenggaraan pemilu tadi.

Berbicara soal legitimasi. Ini sesunggguhnya adalah soal sejauh mana "pengakuan" akan keabsahan terhadap sesuatu yang dari mula sudah sah secara hukum  tadi (sudah memenuhi legalitas).  Sekedar pengakuan. Artinya, tanpa legitimasi pun tak menjadi persoalan, tak akan menimbulkan persoalan buat mereka yang telah secara sah mendapatkan jabatannya tadi. 

Pengakuan, ini berhubungan dengan tingkat kepercayaan. Dalam konteks hasil Pilipres, presiden terpilih sekarang ini misalnya, tingkat kepercayaan itu dirasa sangat diperlukan. Meski ini cuma  semata demi kenyamanan saat dan selama menjalankan kekuasaannya itu dan sebetulnya sama sekali tak terkait dengan persoalan ketatanegaraan sedikitpun, pula tak ada relevansinya dengan legalitas sang presiden terpilih.  

Namun demikian, bagi seorang pemimpin yang akan membawahi seluruh rakyat negeri, karenanya berkepentingan untuk  dapat mengendalikan instrumen-instrumen yang menyertai system pengelolaan negara dan rakyatnya itu, maka hal tentang "kepercayaan" ini akan menjadi penting. Meski sebetulnya diksi "penting" ini tadi adalah sangat subjektif sekali, pula tidak urgen. 

Artinya, seberapa besar pengakuan atau kepercayaan dari rakyat yang diperlukan oleh seorang pemimpin terpilih dalam menjalankan kekuasaannya dengan jabatannya itu, sesungguhnya secara riil tidaklah berpengaruh apa-apa. Tak menghambat proses menjalankan kekuasaan nantinya.  Itu semua tidak lebih daripada persoalan psikologis semata yang menyelimuti (baca; menghantui)   diri sang pemimpin itu sendiri, yang secara formal tak berhubungan langsung dengan besaran angka partisipasi masyarakat pemilih. 

Karenanya kemudian, tak selayaknya masalah atau problem kepemimpinan yang bersifat personal/individual seperti itu tadi dibebankan kepada rakyat sehingga rakyat "dipaksa" agar memilih sebagaimana yang hendak diberlakukan dan diperlakukan terhadap mereka yang golput tadi. Intinya, tak sewajarnyalah rakyat disalahkan cuma karena soal terpenuhi atau tidak terpenuhinya "kepuasan batin" sang penguasa, pemimpin terpilih tadi. 

Maka dari sini dapatlah  dimengerti bahwa ternyata soal golput tadi bukanlah hal signifikan bagi negara sehingga tak semestinya disikapi secara berlebihan, seolah hendak diperangi karena dianggap "musuh negara" atau "penghianat bangsa" seperti fenomena yang terjadi saat ini, yang seakan sengaja dikembangkan sikap permusuhan terhadap para peng-golput tadi  yang justru akan menjadi kontraproduktif, yakni dapat menciptakan bibit baru perpecahan anak bangsa di negeri ini.  

Maka tak heran pula, mengapa perundang-perundangan tak pernah hendak mengatur, tak akan pernah "mengkriminalisasi" sikap tindak golput ini, mempidanakan pelaku golput, mereka yang tidak menggunakan hak pilihnya tadi. Karena, prinsip utama dalam demokrasi adalah "tidak memaksa seseorang untuk setuju".  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun