Mohon tunggu...
Best Siallagan
Best Siallagan Mohon Tunggu... Hobby membaca dan menulis

- AI Enthusiastic - Suka membuat cerita - Suka Nonton Film - Suka Nonton Bola (Penggemar Leonel Messi) - Millenial yang menolak ketinggalan untuk belajar teknologi masa depan

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Rahasia di Balik Pagar Mewah (Bab 7)

13 Oktober 2025   08:15 Diperbarui: 13 Oktober 2025   08:15 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Narator (Mira Lestari):

Alya Santoso selalu punya cara untuk tersandung ke dalam masalah, bahkan ketika ia hanya mencoba membantu. Di Puri Anggrek Elit, kebaikan hati sering disalahartikan, dan rasa ingin tahu bisa menjadi tiket menuju bencana. Surat yang Alya temukan di loteng adalah kepingan pertama dari teka-teki yang kutinggalkan, tapi apakah ia cukup pintar untuk menyusunnya---atau cukup bodoh untuk membongkar rahasia yang seharusnya tetap terkubur?

Alya Santoso duduk di meja makan kecil di rumahnya, menatap amplop kuning yang kini terasa seperti bom waktu. Tulisan tangan Mira Lestari---"Jangan percaya pada siapa pun di Puri Anggrek"---terus berputar di pikirannya, seperti lagu yang tak bisa dilupakan. 

Cahaya lampu neon di atasnya berkedip-kedip, menambah suasana tegang yang sudah ia rasakan sejak menemukan surat itu dua hari lalu. Di luar, malam di Puri Anggrek Elit terasa terlalu sunyi, seolah menyembunyikan sesuatu.

Naya, putrinya, masuk ke ruang makan dengan earphone di telinga, wajahnya masam seperti biasa. "Mama, aku mau ke kamar. Besok ada ulangan, dan aku nggak mood ngobrol." Nada suaranya penuh ketidaksabaran, khas remaja yang merasa dunia berutang padanya.

Alya menghela napas. "Naya, bantuin mama beresin piring dulu, dong. Kita udah dua hari nggak beres-beres."

Naya mendengus, tapi ia mulai mengumpulkan piring kotor dengan gerakan malas.

 Alya memanfaatkan momen itu untuk kembali memikirkan surat Mira. Ia ingin berbagi dengan seseorang---mungkin Sita, yang tadi pagi tampak tahu sesuatu tentang Mira. Tapi kata-kata Mira membuatnya ragu: "Jangan percaya pada siapa pun." Apakah itu termasuk Sita? Atau bahkan Rina, yang sepertinya selalu mengamati segalanya?

Pikiran Alya terganggu oleh suara ketukan di pintu depan. Ia melirik jam---sudah hampir jam sembilan malam. Siapa yang datang selarut ini? Dengan hati-hati, ia berjalan ke pintu dan melihat melalui lubang intip. 

Di luar, berdiri Ryan, tetangga baru yang tinggal dua rumah dari rumahnya. Pria berusia 30-an dengan wajah ramah tapi misterius, yang selalu tampak tahu lebih banyak daripada yang ia katakan.

"Alya, maaf ganggu malem-malem," kata Ryan saat Alya membuka pintu, senyumnya sedikit canggung. "Aku cuma mau ngasih tahu, tadi aku lihat seseorang ngintip di sekitar rumah Mira. 

Mungkin cuma satpam, tapi... rasanya aneh."

Alya merasa bulu kuduknya berdiri. "Ngintip? Kamu yakin?" Ia teringat surat Mira, dan tiba-tiba Ryan terasa seperti bagian dari teka-teki yang belum ia pahami.

"Iya, aku lagi jalan-jalan sama anjingku tadi. Orang itu buru-buru pergi pas aku deketin," jawab Ryan, menggosok lehernya. "Aku pikir, mungkin kamu tahu sesuatu, soalnya kamu kan baru pindah ke rumah yang deket rumah Mira."

Alya ragu sejenak. Haruskah ia ceritakan soal surat itu? Ryan tampak ramah, tapi di Puri Anggrek, ramah bisa jadi topeng. "Aku nggak tahu apa-apa," jawabnya cepat. "Tapi thanks ya, aku bakal hati-hati."

Ryan mengangguk, tapi matanya menunjukkan ia tak sepenuhnya percaya. "Oke, kalau ada apa-apa, bilang aja. Aku di rumah nomor 10." Ia berbalik pergi, tapi Alya merasa ada sesuatu yang tak ia katakan.

Keesokan paginya, Alya memutuskan untuk mengunjungi rumah Mira. Ia tak tahu apa yang ia cari, tapi surat itu membuatnya merasa harus melakukan sesuatu.

 Rumah Mira, dengan pagar putih dan taman yang masih terawat, terasa sepi. Alya mencoba mengintip melalui jendela, tapi tirai ditutup rapat. Saat ia berjalan ke samping rumah, ia melihat sesuatu di bawah semak-semak: sebuah gelang perak kecil dengan inisial "M.L."

Alya mengambil gelang itu, jantungnya berdetak kencang. Apakah ini milik Mira? Dan kenapa ada di semak-semak? Ia teringat kata-kata Ryan tentang seseorang yang mengintip. Apakah orang itu mencari sesuatu---atau menyembunyikan sesuatu?

Saat kembali ke rumah, Alya mendapat pesan WhatsApp dari Sita: "Alya, kita harus ngobrol. Aku nemu sesuatu soal Mira. Ketemu di kafe deket gerbang, jam 2." Alya menatap gelang di tangannya, lalu surat di meja makan. Ia tahu ia sedang melangkah ke wilayah berbahaya, tapi rasa ingin tahunya lebih besar dari ketakutannya.

Narator (Mira):

Alya pikir dia hanya tetangga baru yang penasaran, tapi setiap langkah yang ia ambil membawanya lebih dekat ke rahasia yang kutinggalkan. Gelang itu? Oh, itu bukan sekadar perhiasan. Itu kunci ke sesuatu yang jauh lebih besar---dan jauh lebih berbahaya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun