Narator (Mira Lestari):
 Lia Chandra selalu tahu cara membuat orang menoleh---dengan gaun ketatnya, senyum memikat, dan aura yang seolah berkata, "Aku punya segalanya." Tapi di Puri Anggrek Elit, memiliki segalanya sering berarti menyembunyikan sesuatu. Lia pikir dia bisa mengendalikan permainan berbahayanya dengan Jono, tapi di tempat seperti ini, pagar tinggi dan kamera CCTV tak cukup untuk menutup rahasia. Dan saya, Mira Lestari, tahu bahwa rahasia Lia adalah permen yang terlalu manis---menarik, tapi bisa membuatmu sakit jika kebanyakan.
 Lia Chandra berdiri di gudang taman belakang rumahnya, pintu kayu yang sudah tua sedikit berderit saat ia menutupnya. Cahaya matahari sore menyelinap melalui celah-celah jendela kecil, menerangi wajah Jono yang berdiri terlalu dekat dengannya.Â
 Bau tanah dan rumput yang baru dipotong bercampur dengan aroma sabun murah yang Jono gunakan, dan entah kenapa, kombinasi itu membuat jantung Lia berdegup lebih kencang dari biasanya.
 "Jono, ini nggak bisa gini terus," bisik Lia, suaranya setengah serius, setengah ragu. Tangannya memegang lengan Jono, tapi bukannya mendorong, jari-jarinya justru menelusuri otot-otot yang terasa di bawah kaus usang itu. "Chandra udah curiga. Aku nggak mau semuanya hancur."
 Jono, dengan senyum nakal yang selalu membuat Lia lemah, mengangkat alis. "Mbak Lia, kalo takut, kenapa masih ke sini? Kita kan cuma... ngobrol." Matanya berkilat, dan Lia tahu "ngobrol" adalah kode untuk sesuatu yang jauh lebih berbahaya.
 Lia memalingkan muka, mencoba mengumpulkan tekad. Tapi sebelum ia bisa menjawab, Jono melangkah lebih dekat, tangannya menyentuh pinggang Lia dengan lembut. "Mbak, aku tahu kamu nggak bahagia sama Pak Chandra. Aku lihat caranya ngomong sama kamu---dingin, kayak ngomong sama asisten."
 Lia menahan napas. Jono tak sepenuhnya salah. Chandra, dengan segala kekayaan dan kekuasaannya, memperlakukan Lia lebih seperti aksesori daripada istri. Tapi itu bukan alasan untuk membiarkan dirinya jatuh lebih dalam ke dalam kekacauan ini.Â
 "Jono, kamu nggak ngerti. Ini bukan cuma soal aku dan Chandra. Kalo orang-orang di sini tahu, aku selesai. Kita selesai."
 Jono tertawa kecil, suaranya rendah dan penuh percaya diri. "Tenang, Mbak. Nggak ada yang lihat. Puri Anggrek ini besar, dan tetangga pada sibuk sama urusan mereka sendiri."
 Tapi Lia tidak begitu yakin.Â
 Pagi ini, saat ia berbicara dengan Jono di dekat mobilnya, ia merasa ada mata yang mengintip dari balik pagar tetangga. Mungkin Sita, yang selalu tampak curiga. Atau Alya, tetangga baru yang terlalu sering bertanya soal Mira.
 Atau bahkan Rina, yang sepertinya tahu segalanya tentang semua orang. Pikiran Lia melayang ke kematian Mira Lestari, dan tiba-tiba ia merasa dingin meski udara sore masih hangat.
 "Jono, aku serius," kata Lia, kali ini suaranya lebih tegas. "Kita harus berhenti. Setidaknya untuk sementara. Sampai urusan Mira selesai."
 Jono mengerutkan kening, ekspresinya berubah dari genit menjadi serius. "Mira? Kenapa Mbak bilang gitu? Apa hubungannya sama kita?"
 Lia terdiam. Ia tak tahu kenapa nama Mira keluar dari mulutnya. Mungkin karena gosip di arisan Rina tadi malam, atau mungkin karena firasat buruk yang tak bisa ia jelaskan.
 "Nggak apa-apa," jawabnya cepat. "Cuma... semua orang pada ngomongin dia. Aku nggak mau kita jadi bahan gosip berikutnya."
 Jono mengangguk, tapi matanya menunjukkan ia tak sepenuhnya yakin. "Oke, Mbak. Tapi kalo Mbak berubah pikiran, aku selalu ada di taman." Ia mengedipkan mata, lalu keluar dari gudang, meninggalkan Lia dengan jantungan yang masih berdegup kencang.
 Saat Lia kembali ke rumah, ia mendengar suara Chandra dari ruang tamu. "Lia, kamu di mana aja?" Nadanya biasa, tapi ada ketajaman yang membuat Lia waspada.
 "Cuma di taman, ngeliatin bunga," jawab Lia, berusaha tersenyum sambil masuk ke ruang tamu. Chandra sedang duduk di sofa, memegang tablet, matanya terpaku pada layar.Â
 Tapi saat Lia melangkah mendekat, ia melihat sesuatu yang membuat darahnya membeku: layar tablet menunjukkan rekaman CCTV dari taman belakang. Gambar buram, tapi cukup jelas untuk melihat dua sosok di dekat gudang---ia dan Jono.
 "Lia," kata Chandra, suaranya dingin seperti es. "Kamu yakin cuma ngeliatin bunga?"
 Lia merasa dunia berputar. Ia membuka mulut untuk menjawab, tapi tak ada kata yang keluar. Chandra menatapnya, matanya penuh kecurigaan, dan untuk pertama kali, Lia merasa tak hanya rahasianya yang terancam---tapi juga hidupnya.
 Narator (Mira):
 Lia pikir dia bisa menari di tepi jurang tanpa jatuh. Tapi di Puri Anggrek, jurang selalu lebih dalam dari yang kamu kira. Dan malam ini, Lia baru saja melangkah terlalu jauh. Pertanyaannya, apakah Chandra hanya curiga tentang Jono, atau ada sesuatu yang lebih gelap yang ia sembunyikan? Saya tahu jawabannya, tapi Lia belum siap untuk mendengarnya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI