Mohon tunggu...
Best Siallagan
Best Siallagan Mohon Tunggu... Hobby membaca dan menulis

- AI Enthusiastic - Suka membuat cerita - Suka Nonton Film - Suka Nonton Bola (Penggemar Leonel Messi) - Millenial yang menolak ketinggalan untuk belajar teknologi masa depan

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Rahasia di Balik Pagar Mewah (Bab 5)

11 Oktober 2025   12:19 Diperbarui: 11 Oktober 2025   12:19 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Narator (Mira Lestari):

 Sita Rahayu pernah bermimpi menjadi bos besar di dunia korporat, tapi sekarang, hidupnya adalah tentang mengurus tiga anak yang tak pernah diam dan suami yang semakin sulit dipahami. Di Puri Anggrek Elit, ia adalah wanita yang selalu terlambat, selalu lelah, tapi tak pernah menyerah. Tapi malam ini, Sita akan menemukan sesuatu yang membuatnya mempertanyakan semua yang ia tahu tentang keluarganya---dan tentang saya.

 Sita Rahayu menjatuhkan diri ke sofa ruang keluarga, napasnya tersengal setelah seharian mengejar anak-anaknya. Rafa, 10 tahun, masih berlarian di lantai atas, berteriak tentang game online yang tak kunjung menang.

  Dua anak kembarnya, Lila dan Lio, berusia 5 tahun, akhirnya tertidur setelah drama panjang soal makan malam. Sita memandang tumpukan piring kotor di wastafel dan merasa ingin menangis---atau mungkin melempar sesuatu.

 Dulu, Sita adalah manajer pemasaran di perusahaan multinasional, menghadiri rapat di gedung-gedung kaca Jakarta dan bepergian ke Singapura untuk presentasi. 

 Tapi setelah kelahiran kembar, ia memilih berhenti, berpikir bahwa menjadi ibu rumah tangga adalah panggilan yang lebih mulia. 

 Sekarang, di usia 36 tahun, ia merasa seperti kapal yang kehilangan arah, terombang-ambing di lautan kebutuhan anak-anak dan harapan suaminya, Bima.

 Bima, seorang konsultan keuangan, baru pulang larut malam ini, seperti biasa. Sita mendengar suara mobilnya masuk garasi, tapi ia tak punya energi untuk menyapa.

  Sejak kematian Mira Lestari, Bima tampak lebih tegang dari biasanya, sering menerima telepon di kamar kerja dengan pintu tertutup. Sita mencoba mengabaikannya, tapi firasat buruk terus menggerogoti pikirannya.

 "Sita, kamu ke arisan Rina tadi?" tanya Bima saat masuk, melemparkan jaketnya ke kursi. Wajahnya lelah, tapi ada ketegangan di matanya yang membuat Sita curiga.

 "Iya, cuma sebentar. Anak-anak rewel, jadi aku buru-buru pulang," jawab Sita, berusaha terdengar biasa. "Kamu kenapa pulang larut lagi? Proyek besar?"

 Bima mengangguk, tapi tak menatap mata Sita. "Biasa, klien cerewet. Aku mau ke kamar kerja sebentar, ada dokumen yang harus diselesaikan."

 Sita hanya mengangguk, tapi saat Bima menghilang ke kamar kerjanya, ia merasa ada yang tidak beres. Pagi ini, saat mencari kunci mobil di meja kerja Bima, Sita menemukan setumpuk dokumen dengan logo perusahaan yang tak ia kenal.

  Salah satu lembarnya mencurigakan: catatan transaksi dengan jumlah besar, ditandatangani dengan nama yang samar-samar familiar. Ia tak sempat membaca lebih lanjut, tapi malam ini, rasa penasarannya tak tertahankan.

 Setelah memastikan anak-anak sudah di kamar, Sita menyelinap ke kamar kerja Bima. Pintu tak terkunci, dan Bima sedang berbicara di telepon, suaranya rendah tapi tegang. "...jangan khawatir, aku sudah urus. Tapi kita harus hati-hati, apalagi setelah apa yang terjadi dengan Mira."

 Sita membeku. Mira? Apakah Bima kenal Mira lebih dekat dari yang ia pikir? Ia menunggu hingga Bima selesai menelepon dan meninggalkan ruangan, lalu masuk dengan hati-hati. Di meja kerja, tumpukan dokumen itu masih ada. Sita mulai membaca, jantungnya berdetak kencang.

  Transaksi bernilai miliaran rupiah, catatan tentang "proyek khusus," dan---yang membuat Sita hampir menjatuhkan kertas---nama "Mira Lestari" tercantum sebagai "konsultan eksternal."

 Sita merasa dunia berputar. Mira, tetangga yang selalu membawa kue ke acara komunitas, terlibat dalam urusan Bima? Dan apa hubungannya dengan kematiannya? Sita ingin bertanya pada Bima, tapi sesuatu dalam dirinya berkata untuk menunggu. Ia harus tahu lebih banyak.

 Keesokan paginya, Sita bertemu Alya di taman komunal Puri Anggrek. Alya sedang berjalan dengan Naya, yang tampak kesal karena dipaksa keluar rumah.

  "Sita, kamu baik-baik aja? Kelihatan pucat," tanya Alya, alisnya terangkat.

 Sita ragu sejenak, tapi kemudian memutuskan untuk berbagi---setidaknya sebagian. 

 "Alya, kamu pernah dengar apa-apa soal Mira? Maksudku, selain gosip bunuh diri?"

 Alya mengerutkan kening, mengingat surat yang ia temukan. "Kenapa? Kamu tahu sesuatu?"

 Sita menarik napas dalam-dalam. "Mungkin. Aku nemu dokumen Bima... ada nama Mira di situ. Aku nggak tahu apa artinya, tapi rasanya nggak biasa."

 Alya menatap Sita, lalu menariknya ke sudut taman yang sepi. "Aku juga nemu sesuatu. Surat dari Mira, di loteng rumahku. Dia bilang Puri Anggrek penuh rahasia, dan kita harus hati-hati."

 Keduanya saling menatap, menyadari bahwa mereka mungkin telah terseret ke dalam sesuatu yang jauh lebih besar dari sekadar gosip tetangga. 

 Tapi sebelum Sita bisa menjawab, ia melihat Lia Chandra di kejauhan, berbicara dengan Jono di dekat mobilnya. Gestur Lia terlihat gelisah, dan Jono tampak terlalu dekat untuk sekadar tukang kebun.

 Narator (Mira):

 Sita pikir dia bisa menyelesaikan teka-teki ini seperti dia menyelesaikan jadwal anak-anaknya---dengan ketegasan dan logika. Tapi di Puri Anggrek, logika sering kalah dari rahasia. Dan rahasia yang Sita temukan malam ini? Itu baru permulaan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun