Narator (Mira Lestari):
 Alya Santoso selalu punya bakat untuk membuat kekacauan, bahkan tanpa sengaja. Di Puri Anggrek Elit, di mana setiap langkah diukur dan setiap senyum dihitung, sifat ceroboh Alya adalah seperti batu yang dilempar ke kolam tenang---menciptakan riak yang tak bisa dihentikan. Tapi pagi ini, riak itu membawanya ke sesuatu yang lebih besar: sebuah rahasia yang saya tinggalkan, yang mungkin akan mengubah segalanya.
 Alya Santoso berdiri di garasi rumah barunya, dikelilingi tumpukan kardus yang tampaknya tak pernah habis. Ia menghela napas, menyeka keringat dari dahinya dengan lengan kausnya yang sudah sedikit kotor.
 Pindah ke Puri Anggrek Elit seharusnya menjadi awal baru baginya dan Naya, putrinya yang berusia 15 tahun, tapi hingga kini, rasanya lebih seperti ujian kesabaran.
 Kardus-kardus itu penuh dengan kenangan dan beberapa di antaranya adalah kenangan yang Alya lebih suka lupakan.
 "Naya! Bantuin mama dong, ini kardus nggak muat di rak!" teriak Alya ke arah dalam rumah. Tapi yang terdengar hanya dentuman musik K-pop dari kamar Naya, cukup keras untuk membuat tetangga mengeluh.Â
 Alya menggelengkan kepala. Naya selalu seperti ini sejak perceraian: menutup diri dengan earphone dan sikap acuh tak acuh.
 Alya kembali ke kardus di depannya, yang bertuliskan "Barang Loteng" dengan spidol merah. Ia sebenarnya ingin menunda membongkar yang satu ini karena loteng itu selalu terasa menyeramkan, apalagi di rumah baru yang belum sepenuhnya terasa seperti "rumah".Â
 Tapi rasa penasaran mengalahkan ketakutannya. Ia membuka kardus itu dan mulai mengeluarkan barang-barang: buku tua, lampu antik yang agak retak, dan... sebuah amplop kuning yang terlihat lusuh.
 Alya mengerutkan kening, memutar amplop itu di tangannya. Nama "Mira Lestari" tertulis di depannya dengan tulisan tangan yang rapi, tapi ada coretan merah di sudutnya: "Jangan percaya pada siapa pun di Puri Anggrek." Jantung Alya berdegup kencang.Â